vii. not the time to be happy

131 14 8
                                    

Seoul,
Friday, 2018 March 23ᵗʰ
Celine Maddison.

Celine merenung, sedikit.

Setelah Mereline pulang, perempuan satu ini lebih sering menyendiri. Otaknya benar-benar penuh. Tentang pekerjaan, percintaan, uang, uang, uang, dan hidup. Semua mengganggu ketenangannya akhir-akhir ini.

Khususnya beberapa jam terakhir, Celine habiskan dengan menangis. Entah kenapa hatinya merasa tersentil dan sedikit merasa bersalah pada Mereline. Padahal tidak ada yang perlu dibebani. Tapi tetap saja! Celine terbawa pikiran.

"Terus? Kamu nggak ada niat untuk ketemu sama dia langsung? Dari pada nyari."

"Kalau bisa juga udah dicari, masalahnya dia nggak bisa dihubungin sama sekali."

"Mana sihh orangnya? Aku mau lihat coba sini fotonya!"

Mungkin dari situ lah penyesalan Celine.

Seharusnya Celine tidak meminta Mereline untuk menunjukkan siapa yang menjadi pujaan hatinya.

Seharusnya Celine tidak perlu mengajukan keingin tahuan dan rasa penasarannya.

Seharusnya Celine tidak perlu bertanya lebih tentang hal yang tidak perlu diketahui olehnya.

Sementara lagu dengan melodi sedih berputar melalui speaker, dering telepon ikut berbaur memecah lamunan Celine. Dilihatnya, nama 'Yura' terpampang di layarnya. Dengan foto profil yang terlihat jelas seorang perempuan bermata monolid tegas.

"Kamu jadi pulang tanggal berapa, Cel? Bu Karin minta keterangan lanjutan dari kamu, katanya ada yang perlu. Kamu jadi maju buat team produksi produk baru, 'kan?"

Celine memijat pelipisnya sedikit kuat. Merasa pusing atas tekanan-tekanan yang datang. Baik dari segi pekerjaan mau pun percintaan, benar-benar memusingkan.

"Aku kayaknya tanggal 29 deh, Yura. Gak sampai April, 'kok! Kata team aku di sini juga karena flight April gak ada yang kosong, full semua. Tapi buat team produksi aku mikir-mikir lagi deh, Yur. Capek banget kayaknya.."

Helaan nafas terdengar dari seberang telepon. Yura tahu Celine memiliki kondisi yang 'ada apa-apanya' karena tidak biasanya Celine seperti ini. Yura tahu Celine tipe orang yang akan ambis dalam setiap pekerjaan yang akan diambilnya, atau ditawarkan. Tapi kali ini?

"Yaahh, aku sendirian nih sama Shienna?"

"Ya mau gimana lagi, Yura? Beneran nggak istirahat dan lembur terus-terusan di sini. Yaa, ada jalan-jalannya sih, tapi lemburnya juga banyak."

"Gapapa deh, lagian nggak Shienna aja sih yang ikut. Aku dengar ada yang ikut gabung juga dari Vichy, banyak member katanya."

"Iya, have fun aja, Yura. Kalau kamu enjoy pasti bakalan asik juga kerjanya."

Lalu Celine diam. Sebenarnya otaknya tengah berpikir, haruskah Celine bercerita pada Yura? Tentang masalah yang seharusnya ia simpan saja? Apakah harus bercerita langsung pada Katharina? Justru ide yang buruk, bisa-bisa Celine semakin pasrah dengan keadaannya.

"Halo? Cel? You okay, 'kan? Kalau ada apa-apa aku minta tolong cerita dong.. Kita lagi jauh begini bukan berarti kamu harus pulang dulu buat cerita sama aku."

Celine merebahkan dirinya pada sofa dan menatap lurus. Ponselnya bahkan hanya tergeletak di meja sampingnya, dan suara Yura terdengar melalui speaker yang bahkan belum dimatikan sejak tadi.

"Nggak okay sama sekali, Yur. Tapi masih bisa di-handle sendiri, 'kok. Gapapa aku cerita nanti kalau udah pulang aja."

"Cerita, Cel. Maksa ini."

Business Class [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang