3.

903 52 0
                                    

Si bontot Liam sedang duduk lesehan di karpet bulu di ruang kelaurga. Demamnya masih tinggi, plester demam masih tertempel di dahinya.

Tangannya sibuk mengobok baskom berisi air yang ada ikannya. Bajunya sedikit basah karena cipratan air dari baskom, jangan tanya lagi kondisi karpet bulunya, sudah basah dimana mana.

Setelah makan siang dan minum obat anak itu tetap kekeh ingin memainkan ikannya dalam baskom dan tidak mau istirahat.

Bunda hanya pasrah mengizinkan anaknya main ikan meski kondisinya masih demam. Dari pada ngamuk lagi bisa berabe.

Di sampingnya ada Kara yang menjaganya, duduk di atas sofa, ogah dia harus ikut lesehan, karpetnya basah coy, bau ikan pula.

Sang Ayah sedang ada sedikit kerjaan di ruang pribadinya, Bunda di kamar sedang mandi, jadilah sekarang tugas Kara mengasuh bocil kematian ini.

"Waahhh ikannya lucuuu..., Bang Kar liat nih ikan Adek bagus kan? Abang mana punyaaa...Huuu...Ikan ini di beliin OmDon tauu, senggol doongg..." anak itu mengangkat satu ikannya memamerkannya di depan muka Kara dan sedikit menyentuh pipi Kara.

"Heh bocah!! Basah tau!! Mana bau anyir lagi ah!!" Kara bangkit dari rebahannya dan mengambil tisu dari atas meja untuk mengelap mukanya yang basah.

"Lagian ngapain si dek ikannya dimainin gitu? Mau ikannya mabok terus mati? Dan ini lagi, Abang tu Abang kamu dek, lebih tua dari kamu, manggilnya yang sopan dong, yang baik. Masa manggil BangKar sih, udah bagus-bagus Abang di kasih nama sama Ayah itu Bagaskara Abimanyu, eh kena di mulut Adek jadi BangKar, kan tidak elit dek!" Ucap Kara menggebu gebu.

"Ya elah gak papa kali bang, kalo Adek manggilnya Abang Bagaskara Abimamyu kepanjangan, nanti capek mulut Adek, udah bagus di singkat aja biar cepet, OmDon aja gak marah tuh namanya Adek singkat-singkat, BangCak juga gak pernah marah, itu mah Abangnya aja yang sensi, wlee...!!!" Ucap Liam mengejek.

Kalo di ibaratkan ini film kartun sudah keluar asap tuh dari telinga Kara. Tapi dia gak bisa marah lagi, percuma juga di ladenin, pasti ada saja jawaban Adek laknatnya ini yang bikin kicep Kara.

'oke deh orang ganteng ngalah saja' ucap Kara dalam hati.

10 menit berlalu setelah perdebatan alot tadi. Tiba-tiba ada darah yang menetes ke dalam baskom yang berisi ikan itu. Setetes dua tetes, dan lama kelamaan makin banyak. Ternyata darah itu bersumber dari hidung nya Liam yang mimisan. Ia mematung sambil memperhatikan darahnya bercampur air dan ikan dalam baskom itu.

"Abang..." ucapnya lirih. Jujur sekarang ia takut dengan darahnya sendiri yang keluar begitu banyak, dan kepalanya agak pusing juga, mungkin karena kecapean, sedang sakit bukannya istirahat malah main ikan, entah siapa yang salah---?? Memang dirinya yang salah sih. Tapi Kara tidak mendengar dan masih sibuk dengan handphone nya.

Abi datang menuruni tangga, setelah kerjaannya selesai ia turun dan berniat mengecek kondisi putra bungsunya itu. Dan betapa kagetnya ia melihat Liam yang sudah mimisan banyak sekali, anak itu hanya diam dengan mata yang sayu. Dan apa-apaan ini anak sulungnya malah asyik main hp.

"Astagfirullah anak Ayah...!!!" Dia berlari menghampiri anak bungsunya itu, mengambil tisu di atas meja dan menyumpal hidung anaknya. Ia segera memangku Liam dan mendudukan diri di atas sofa, tangannya masih sibuk membersihkan darah di hidung Liam.

"Huwwaaaa.....Aaaayaahhh...".
Liam menangis meraung, mungkin dia kaget juga mendengar teriakan ayahnya yang menghampirinya, dan mungkin tangisan itu adalah salah satu cara untuk ia mengadu bahwa ia sekarang sakit dan Abangnya tidak menolongnya dan malah main handphone terus. 

"Abang...!!! Ayah tanya Abang jagain Adeknya atau main handphone sih dari tadi?!" Abi agak tersulut emosi, pasalnya sudah banyak darah yang keluar dari hidung anak bungsunya di dalam baskom berisi ikan itu, juga tangan dan baju Liam sudah terkena noda darah, agaknya anak itu mengusapnya dengan tangan dan baju depannya. Dan itu menandakan sudah beberapa menit berlalu Liam mimisan

Semenjak Ayahnya beteriak dan berlari menghampiri adiknya, Kara sudah bangkit dan berjengkit kaget, apalagi melihat kondisi adiknya sekarang, sungguh ia sangat menyesal, setelah perdebatan tadi ia berbalik membelakangi adiknya sambil tiduran dan memainkan handphone nya, jangan lupakan telinganya yang tersumpal earphone.

Kara cuma diam mematung memperhatikan Ayahnya yang sibuk membersihkan darah adiknya. Ia masih lah shock.

Tidak lama Bunda datang menghampiri setelah mendengar ada keributan di luar. Ia sudah selesai membersihkan diri dan niatnya juga mau mengajak anak bungsunya istirahat. Tapi sekarang ia di hadapkan dengan kondisi anaknya yang penuh dengan darah. Jantungnya serasa mau copot. Meski ini bukan pertama kalinya ia melihat kondisi Liam yang seperti ini, tapi tetap saja itu membuatnya shock berat.

"Sayang...udah jangan nangis nanti dadanya sakit, sini Bunda bersihin yah". Ia berucap dengan mata yang berkaca kaca hampir menangis, rasanya campur aduk antara khawatir dan marah. Ia marah karena anaknya ini sangat bandel dan susah di bilangin. Sudah tau lagi sakit tapi bukannya istirahat malah main ikan. Tapi apa ia bisa memarahi anaknya dalam kondisi seperti ini? Sungguh hancur sekali hatinya setiap melihat anak bungsunya sakit.

"Abang, Bunda boleh minta tolong? Tolong panggilkan maid dan suruh bawa baskom air hangat juga handuk kecil untuk membersihkan badan Liam ya sayang" Bunda berucap lembut pada anak sulungnya ini, ia tau pasti sekarang Kara sangat merasa bersalah.

Kara mengangguk dan bangkit dari duduknya pergi ke belakang.

Liam sudah pasti tidak mau d ajak ke rumah sakit, pasalnya ia baru pulang juga dari rumah sakit. Percuma juga di bujuk ujung-ujungnya mereka pasti akan mendengar tangisan si bontot yang makin kencang. Jadi mereka hanya akan membersihan badannya dan membawanya ke kamar.

Abi sudah menghubungi dr Ardi untuk datang ke mansion. Dr Ardi memeriksa lalu memberi infus dan memasangkan nassal canulla pada Liam. Nafas nya terdengar berat, badannya semakin panas dan menggigil. Anak bungsu Abimanyu itu juga tidak hentinya menangis lirih.

Kalau melihat kondisi Liam yang seperti ini sungguh semuanya tidak tega sekali. Anak yang biasanya ceria dan nakal sekarang tidak berdaya.

Dr Ardi sudah pulang dan sudah menjelaskan kondisi Liam pada orang tuanya. Tidak perlu di rawat di rumah sakit, dan ia akan datang lagi nanti malam untuk mengecek kondisinya.

Kara dari tadi duduk di samping adiknya, lalu ia berpindah naik ke atas ranjang sebelah kanan adiknya. Merebahkan dirinya.

"Udah jangan nangis lagi sayang, maafin Abang yah, Abang teledor jagain Adek, sekarang Adek tidur Abang temenin yah." Kara mangusap air mata sang Adik lalu mengusap surai hitam sang adik, mencium kening panas adiknya memberi ketenangan. Tak lama kemudian Liam sudah tertidur.

"Abang lain kali kalo jagain adeknya harus lebih teliti yah jangan teledor kaya tadi, kan Abang tau sendiri gimana kondisi Adek." Abi berucap lembut, ia sudah menurunkan emosinya yang tadi.

Kara menatap sendu Ayah dan Bundanya "maafin Abang, Abang janji gak akan kaya gitu lagi". Ia sudah berkaca kaca, ia khawatir pada sang adik dan takut dimarahi oleh Ayah dan Bundanya itu. Tapi ternyata mereka tidak marah hanya menasehatinya, yah ini memang salahnya.

"Abang boleh tidur sama Adek gak Bun? Abang mau jagain Adek, Bunda sama Ayah ke kamar aja biar Abang yang jagain Adek."

Anin tersenyum "boleh sayang, tapi jangan lupa Abang juga istirahat yah, kalo ada apa-apa sama Adek kamu panggil kita yah. Bunda sama Ayah tidur di kamar sebelah aja biar deket sama kamar Adek."

"Iya Bunda". Jawab Kara sambil tersenyum.

"Ya sudah Bunda ke kamar dulu yah, ayo mas kita istirahat, kamu gak usah khawatir ada Kara yang jagain Liam". Memang sangat tersirat kekhawatiran di raut muka suaminya itu. Tapi ia juga harus memberi kesempatan kepada anak sulungnya untuk menebus kesalahannya pada adiknya.

***

Kalo ada typo komen ya.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.

LIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang