Sialnya, Aku Mencintainya

7.9K 548 11
                                    

"Mau nonton Film apa?" Tanyaku pada Reynand. Saat ini kami sedang berada di salah bioskop.

Entah ada angin apa, tadi pagi Reynand menghubungi aku dan memintaku menemaninya nonton sore ini. Aku yang kebetulan tak ada kerjaan pun langsung menerimanya. Beberapa hari ini aku juga merasa lelah dengan kegiatanku untuk mewujudkan keinginanku menjadi agent LF. Mungkin sedikit bersenang-senang bisa menghilangkan itu.

"Insidious 3. Aku tadi ngajakin kamu nonton karena aku mau nonton film itu tapi nggak mungkin kan nonton sendirian." Aku menatap Reynand dengan horor. Kenapa? Karena aku benci film horor.

"Kenapa nggak bilang dari tadi sih kalau mau nonton film itu. kan aku bisa nolak." Aku melipat tangaku di depan dada.

"kenapa? Kamu takut." Iya... tapi tidak mungkin aku mengakuinya.

"Nggak takut, Cuma nggak suka aja." Reynand terkekeh. Eh.. manisnya

"Sudah bilang aja kalau takut. Kan ada aku."

"Aku nggak takut. Yaudah kita nonton itu." karena gengsi akhirnya aku menyetujuinya. Padahal kakiku sudah gemetaran.

Jika aku disuruh memilih antara melawan 5 preman dengan menonton film horor, aku akan memilih melawan preman. Karena aku pernah sekali menonton film horor dan hasilnya aku jadi tidak berani tidur sendiri selama seminggu. Untungnya ada temanku yang waktu itu mau menemaniku.

Semenjak saat itu aku jera menonton film horor. Apalagi Insidious yang katanya bikin jantungan. Aduh.. masa aku harus tidur dikamar Ayah Bunda sih kalau ketakutan. Bisa-bisa ayah marah karena nggak bisa melakukan "iya-iya" dengan Bunda.

Akhirnya setelah membeli tiket kami langung masuk kedalam studio karena filmnya akan segera dimulai. Jantungku berdebar sangat kencang. Sial.. cepat atau lambat Reynand juga akan tahu kalau aku takut. Tapi yang namanya gengsi. Terkadang mulut tak bisa sinkron dengan otak.

Hingga dibagian yang mengagetkan, tanpa sadar aku langsung memeluk lengan Reynand dan menyembunyikan kepalaku pada bahunya. Aku juga tak sadar kalau memeluknya sangat erat.

"Katanya nggak takut. Kok meluknya kenceng banget." Katanya dengan nada mengejek. Tuh kan. Pasti akan ketahuan juga kalau aku ketakutan.

"Berisik. Nonton sudah." Reynand tertawa kecil. Lalu aku merakan tangan kekarnya menyentuh puncak kepalaku. Kemudian sesuatu yang hangat tersampir dikeningku.

Aku langsung menatap tajam kearah Reynand yang hanya membalasnya dengan kekehan. Setelah ciuman dipipi ketika di Bus sekarang kecupan dikening. Namun tak dapat kupingkiri aku merasa senang. Jantungku berdebar kencang bukan karena takut tapi karena terlalu bahagia.

Dan akhirnya selama film tersebut diputar aku lebih sering menutup kedua telingaku dan menenggelamkan wajahku dibelakang punggung Reynand.

***

Bel tanda istirahat berbunyi. Namun tak biasanya Reynand langsung bergegas untuk keluar kelas. Biasanya dia hanya berdiam diri dikelas dan membaca buku-bukunya yang selalu bertemakan tentang ilmu kesehatan. Entah mungkin dia ingin menjadi dokter atau tenaga medis lainnya. Tapi sedari tadi kuperhatikan Reynand memang agak gelisah. Dia berulang kali melihat jam ditangannya. Seperti dia memang menunggu datangnya jam istirahat.

Aku membuka kotak bekalku yang kali ini berisi omellete buatan bunda. Baru saja aku ingin menyuapkan kemulutku aku merasakan tanganku disenggol sehingga makananku terjatuh kelantai. Ketika aku mengadahkan kepalaku melihat siapa yang menjadi biang keroknya aku melihat Rozzie sedang tersenyum sinis.

"Upss.. Maaf ya aku nggak sengaja tuh." Katanya dengan muka yang uuhh.. membuatku ingin mencakarnya.

"Aduh Rozzie. Pasti tadi makanan satu-satunya. Kasian dia nanti kelaparan." Nandi teman se-gank Rozzie menimpali. Aku hanya mendengus lalu berdiri dari sana. Hilang sudah moodku untuk makan. Aku mendengar mereka tertawa layaknya nenek lampir.

Our SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang