Jadi Kekasihku?

106 17 4
                                    

Tuk!!

"Aw!! Apasih Cakar?!"

Laut mengusap kepalanya yang baru saja di sentil Cakrawala menggunakan jari kekar milik laki-laki itu, jujur saja walau hanya dari kekuatan jari tengah dan jempol, sakitnya lumayan.

"Elo ngapain senyum-senyum sendiri?" tanya pacar Bentala sembari berbisik.

Bukannya menjawab Cakrawala, Laut justru kembali tersenyum tidak jelas sambil menopang dagunya menggunakan tangan. Tatapannya lurus, memandangi dosen mata kuliah Antropologi Psikologi yang sedang berbicara dengan ketua kelas mereka, entah membicarakan apa.

"Lo naksir sama Bu Mega? Inget bego, dia udah punya anak!"

Cakrawala baru saja akan menyentil jidat Laut lagi, namun Rehan lebih dulu menahan tangan temannya itu.

"Jangan Cak, Laut masih terbayang pas Raya nyium telapak tangannya tadi. Giginya bahkan sampe kering tuh gara-gara senyum nggak jelas."

Mata Laut membulat mendengar penjelasan Rehan. "Loh, lo liat Han?"

"Liattt.. gue aja kaget banget Raya ngelakuin hal itu tadi, lo kasih dia pelet apa sih?!"

Laut tersenyum lagi. "Dia deh kayaknya yang pelet gue Han, buktinya dia cium di telapak tangan aja, jantung gue nggak karuan gini."

"Telapak tangan doang, padahal elo udah pernah di cium di b--"

"Sstttt!!! Masa lalu jangan di ungkit plis, gue lagi bahagia nih," sambar Laut, memotong ucapan Cakrawala.

Laut kemudian terdiam, Cakrawala terdiam, Rehan juga turut terdiam. Mereka memikirkan sesuatu yang sama, berusaha menghalau perasaan tentang hal yang tidak di inginkan terjadi.

"Desember, Flora balik, lo nggak lupa sama ucapannya 'kan Ut? Sekarang gimana?"

🌻🌻🌻

Anala Lautan Bumantara bukan pribadi yang suka menunggu, ia cenderung orang yang gampang bosan dan tidak betah menantikan sesuatu berlama-lama. Makanya ketika ia membuat seseorang menunggunya lama, ia akan berkali-kali meminta maaf.

Tapi sore ini, di depan ruangan A2.1, Laut duduk di bangku semen, menunggu Raya selesai dengan kelasnya. Laut sudah menunggu hampir 30 menit, laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk pulang lebih awal, karna ingin mengajak Raya menikmati mentari indah berpulang di balik dua gunung.

Ia tidak merasa bosan, karna sepanjang menunggu, laki-laki itu terus memikirkan bagaimana lembutnya bibir Raya menyentuh permukaan telapak tangannya.

Selembut itu, Laut semakin berdebar.

"Loh, Kak Laut, nungguin siapa Kak? Nungguin Sefa ya?"

Ah dewi fortuna, mengapa perempuan gila ini selalu ada di setiap chapter hidup Laut sebagai pengganggu?

"Enggak, cari Raya! Eh, Ray!!!"

Ternyata kelas Raya dan kelas Sefa di gabung sore ini, pantas saja Laut bisa bertemu keduanya.

Raya menoleh dengan tatapan bingung, awalnya memang ia tidak menyadari keberadaan Laut. Namun ketika melihat laki-laki berkemeja biru tua itu, Raya mengembangkan senyuman.

"Nungguin aku?" tanya Raya.

Laut berjalan melewati Sefa, menghampiri Raya dengan senyum yang sama merekahnya. "Iya, nungguin kamu."

Antropolo(ve)gi : Lautan RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang