Chapter 7 [ Kakak Pirang ]

292 31 9
                                    

"Kuhh... sialan..."

Seorang anak lelaki berambut pirang pendek terus mengumpat di tengah hutan. Pakaiannya yang terlihat mewah itu tergores di berbagai sisi dan ternodai darahnya sendiri. Dalam sekali lihat pun bisa diketahui bahwa dirinya tengah terluka. Terutama lengan kanan atasnya yang masih tertusuk anak panah.

Jalan anak itu tertatih-tatih. Dibanding disebut berjalan, mungkin lebih tepat kalau disebut menyeret dirinya sendiri.

"Antek-antek Pangeran Kedua itu..."
Dia baru saja berhasil melarikan diri dari kejaran beberapa Spirit Master yang mengincar nyawanya.

"Mereka bersikap baik di depan Kaisar, tapi di belakang mereka mencoba membunuhku..." marah anak itu sepanjang jalan.

"Sialan! Aku tidak akan melupakan ini! Aku pasti akan membunuh kalian semua nanti!!"

Anak itu terus bergerak dalam kondisi terluka. Padahal di lihat dari rupa dan fisiknya, anak itu bahkan belum berusia remaja. Mungkin sekitar 10-12 tahunan.

"Uhukk Uhukk!!"
Dirinya terhenti karena muntah darahnya.

Di usapnya dengan kasar darah di mulutnya dengan tangan kiri.
"......."

Anak itu mencoba menenangkan dirinya. Dia sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan situasi.
"...... Mereka mengincar momen ketika para paman tidak ada di sisiku."

"Ini pasti sudah direncanakan. Sepertinya ada pengkhianat disini," pikir anak itu.

"Untunglah Hutan Xing Dou tidak berada di bawah kekuasaan siapapun. Bahkan Titled Douluo bisa kesulitan di tempat ini."
Anak itu berhenti sejenak karena tidak merasakan adanya bahaya dan mengetahui dirinya sudah pergi cukup jauh.

Di tambah, secara fisik dia sudah lelah. Spirit Energinya pun sudah habis. Mau lari lagi, dia sudah tidak punya tenaga.

BUUUKK

Bersandarlah dirinya di pohon besar tak jauh dari sana.
"Hah... haah... hahh... hah..."

Anak itu melirik lukanya.
"........"

".... Ini buruk. Luka separah ini... aku harus segera mengobatinya..." lelah anak itu.

Sebelum kembali bergerak, anak itu menata pikirannya terlebih dahulu.
"......."

"Aku bahkan belum memulai rencanaku... tapi sudah menjadi seperti ini. Sepertinya aku terlalu meremehkan persaingan tahta di Kekaisaran," batin anak itu.

Anak itu menggenggam tangannya erat-erat.
"Aku harus lebih berhati-hati kedepannya. Kegagalan tak bisa di terima."

Rasanya dirinya ingin menangis sekarang. Itu wajar jika mengingat usianya sekarang adalah usia dimana seharusnya dirinya sibuk bermain, bukan sibuk bertahan hidup melawan para orang dewasa. Tapi dia tidak boleh menangis. Dia tidak boleh menjadi lemah. Terdapat aturan mutlak di dunia ini. Yang kuat akan memangsa yang lemah. Untuk bertahan hidup, dia harus menjadi kuat secepat mungkin.

"Kakek..."
Karena itulah, anak itu mati-matian berusaha menahan air matanya.

SSSRRRRRRRRRKKKKKK

"!!"
Anak itu menoleh cepat begitu mendengar suara gemerisik semak.

Dari yang tadinya duduk bersandar, dia seketika mengambil kuda-kuda waspada dan bersiap menyerang dengan pedang di tangan kirinya.

"Tidak mungkin! Aku yakin mereka tidak akan bisa menemukanku kalau aku lewat jalur itu."
Tatapannya meruncing. Berusaha tidak melewatkan pergerakan apapun.

[Yuri] Soul Land : Change in DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang