10

35 2 0
                                    

Alex memasuki kamar rawat Jordan secara tergesa-gesa sembari mengeluarkan kata-kata jorok. Sebab, ia sedikit geram dengan kelakuan Justin yang selalu membuatnya emosi dan secara tiba-tiba Tania mengajukan pertanyaan kepada suaminya. Alex tentu saja mengatakan kalau dirinya barusan ketemu Justin.

"Papa, bener lihat Justin kesini. Ada perlu apa sampai Justin berada di rumah sakit. Padahal dia juga kelihatan baik-baik saja?" tanya Tania sembari memegang tangan sosok yang berbaring di ranjang rumah sakit.

"Ngapain mama tanya. Jangan-jangan kamu khawatir, ya. Apalagi tabiatmu itu mirip persis sama Justin. Hanya Jordan dan Bella yang paling bisa diandalkan sekaligus mereka menuruni kepintaran papa."

"Nggak, lagian mama cuma tanya. Papa kenapa sih selalu emosi saat ngomongin Justin. Padahal anak itu juga anak kandung kamu!"

Jordan seketika terbangun dari tidur sembari memandang ke arah kedua orang tuanya. "jangan bahas Justin karna Jordan muak banget. Apa mama kasihan kepada Justin. Papa, tolong suruh Justin memberikan ginjalnya buat Jordan.

"Kamu memang anak papa. Lagian papa juga sempat berfikir begitu. Kemungkinan besar cocok karna kalian saudara kembar."

Jordan tentu saja tersenyum lebar lantaran merasa sangat bahagia lantaran ia bisa pergi dari rumah sakit. Sebab, ia merasa bosan karena udah dua hari menjalani perawatan dan berharap segera melakukan operasi. Namun, Tania tampak menundukkan kepalanya dan memutuskan beranjak dari tempat duduknya.

"Jordan, mama mau beli makanan. Kamu mau titip apa. Papa, tolong temenin Jordan sebentar?"

"Papa, udah tau." Tania berjalan menuju ke kantin sembari membeli sesuatu hingga sorot matanya tertuju ke arah seorang remaja berhoodie hitam tampak memakan beberapa makanan yang berada di hadapannya.

Tania segera menghampiri sosok itu sembari menyebut nama remaja itu. "Justin, memangnya  sedang sakit. Apalagi mama sempat syok saat kamu batuk darah. Tolong beritahu apa yang sebenarnya terjadi!"

"Nggak usah sok perhatian. Harusnya mama seneng semisal Justin pergi dari dunia ini. Karna walaupun keadaan Justin udah sekarat sekalipun. Justin tak akan merepotkan mama lantaran masih ada orang yang bakal bantu Justin!"

"Nak, kenapa bisa sebenci itu sama mama. Padahal mama melakukan hal itu demi kamu.  Apa bener kamu mau memutus hubungan dengan orang yang telah melahirkan sekaligus membesarmu."

"Demi Justin. Kenapa saat Justin pingsan di pinggir kolam renang. Tapi mama lebih khawatir sama Jordan ketimbang Justin. Apalagi perasaan Justin seketika langsung sakit dan harus bangkit seorang diri!"

Tania mendengar perkataan Justin yang tergolong pedas seketika hanya meneteskan air mata. Sebab, ia tidak menyangka Justin bisa sebenci itu kepada dirinya tapi penyebabnya juga berasal dari dirinya sendiri. Apalagi bagaimana bisa Tania hanya menonton saat Justin dipukuli oleh Alex.

Seharusnya sebagai seorang ibu harus melindungi  walaupun nanti akhirnya bakal mengalami luka. Namun, kenyataannya wanita itu tidak sedikitpun membantu dan parahnya lagi juga ikut menyebutkan kata-kata jorok kepada remaja itu. Justin memutuskan pergi sembari mengusap air matanya yang hendak jatuh.

****

Justin berkunjung menuju ke markas Alistair gang lantaran merasa sangat bosan berada di rumah. Namun, segerombolan orang muncul sembari membawa kayu sebagai senjata mereka semua. Semua orang yang berada di sana tentu saja terkejut dengan kedatangan Damian bersama anak buahnya.

"Justin, katanya mau menantang gue. Tapi mental Lo lembek banget. Harusnya Lo jadi laki-laki cool gitu. Ayo kita beramtem merebutkan dia." Damian menunjuk ke arah seseorang yang berada di sebelah Justin. 

"Damian, apa gue ngomong berulang kali. Apalagi gue nggak mungkin suka sama Lo. Tapi kenapa Lo selalu muncul sampai gue muak banget!"

"Damian, mending Lo pergi sana. Lagian Zaskia saja nggak mau. Oke kalau gue menang Lo harus menjauh dari Zaskia. Jangan pernah menganggu kehidupan damai Zaskia yang lebih menyukai gue!"

Leon mendengar perkataan Justin tentu saja merasa khawatir lantaran dia habis menjalani kemoterapi. Namun, Leon juga nggak bisa melarang apa yang telah diucapkan oleh Justin dan anggota Alistair gang tentu saja bersatu untuk melawan Damian. Justin tentu saja berusaha sekuat tenaga demi Zaskia.


Namun, secara tiba-tiba Damian memukul dada Justin dengan sangat keras hingga remaja itu tidak sadarkan diri. Sebab, dada merupakan bagian tubuh Justin yang paling rentan lantaran ia punya kanker paru-paru.  Damian seketika tersenyum puas melihat tubuh Justin yang berada di hadapannya.

"Dasar lemah banget. Lagian Lo itu bukan tandingan gue. Jadi nggak usah banyak bacot. Ayo bangun Lo!" Damian segera menendangi tubuh Justin dengan sangat keras dan untung saja Leon segera membogem pipi Damian.

"Damian, Lo kalau mau bertanding sama gue. Nggak usah banyak alasan maunya sama Justin. Padahal gue ketua gengnya. Gue yakin Lo itu yang punya tulang lunak. Jadi jangan cari gara-gara deh!"

"Lo, nggak usah ikut campur. Memangnya Lo ikhlas Zaskia bersama Justin. Lo kira gue nggak tau."

"Memangnya Lo. Gue udah puas kok walaupun hanya sebagai teman. Karna, gue tau mencintai seseorang, meskipun pada akhirnya tidak memiliki?"

Damian memutuskan mengajak anak buahnya untuk segera pergi dari sana sedangkan anggota Alistair gang seketika panik. Leon memutuskan memangil sebuah ambulance sedangkan Zaskia mengelus-elus rambut Justin. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil sekaligus membawa Justin ke rumah sakit terdekat.

***

Jam menunjukkan pukul tujuh pagi keadaan Jordan seketika tidak baik-baik saja hingga membuat Alex bersama Tania sedih. Pria paruh baya itu memutuskan mencari keberadaan Justin supaya bersedia memberikan satu ginjalnya untuk Jordan. Namun, setelah berselang lama ia tentu saja putus asa hingga pandangan ke arah ruangan.

"Dasar kurang ajar. Kenapa Justin malah nggak sadar. Ini gimana saya minta Justin kalau keadaannya sama dengan Jordan." Alex bergumam sembari memandang sosok yang terbaring di sebuah ruangan hingga tidak menyadari kedatangan seorang remaja.

"Kenapa om bisa jahat. Memangnya Justin nggak berarti. Apa mungkin om baru nyesel saat Justin udah sekarat. Bisa saja Justin telah pergi untuk selama-lamanya," celetuk Leon kepada Alex yang masih menatap tajam ke arah ruangan yang memiliki pembatas kaca.

"Kamu kalau ngomong di jaga. Memangnya orang tua kamu nggak ngajarin sopan santun. Padahal umur saya lebih tua dari kamu. Justin berteman sama kamu jadi kurang ajar dan susah diatur."

"Leon juga nggak salah. Karna Justin begitu gara-gara om pilih kasih. Apalagi Justin putra kandung om tapi kenapa bisa tega sampai nggak memperhatikan kesehatan Justin."

"Dasar anak berandalan. Terserah om lagian kamu bukan siapa-siapa ikut campur. Mungkin saja kamu berasal dari keluarga miskin jadi jangan sombong. Karna bisa saja saya memecat orang tuamu."

Leon mendengar hinaan itu seketika terdiam sembari memandang ke arah seorang laki-laki yang berjalan ke arahnya. Leon tentu saja memanggil seorang pria paruh baya dengan sebutan papa hingga membuat Alex seketika terkejut. Sebab, ia tidak menyadari bahwa sosok di hadapannya merupakan putra Ryan.

"Alex, kamu ngapain di sini. Mau jenguk Justin ya. Apalagi sejak tadi malam Justin manggil nama kamu?"

"Nggak, lagian gue juga nggak peduli kalau Justin kenapa-kenapa. Lagian di sini juga ada yang merawat Justin."

"Lex, kamu nggak boleh gitu. Dia tetap putra kandungmu. Apalagi dia sekarang punya penyakit parah. Memangnya nggak bisa sedikitpun memperhatikan kondisi Justin?"

"Saya, nggak peduli. Justin memang sumber masalah. Gara-gara dia Jordan sampai nggak bisa operasi."

Ryan mendengar hal itu seketika nyakin kalau Alex bakal mengorbankan Justin demi kesembuhan Jordan. Ia tentu saja melarang pria paruh baya itu untuk menyentuh Justin dan terpaksa menjanjikan perihal donor ginjal. Ryan memutuskan memberitahu kalau pasien yang berada urutan pertama meninggal dunia.

Alex mendengar hal itu seketika bahagia sembari berdiskusi kapan Jordan menjalani operasi dan Ryan mengatakan secepatnya. Leon memutuskan masuk ke ruangan Justin sembari mengenakan pakaian pelindung. Justin seketika memandang ke arah Leon secara berulang-ulang kali.

Eternally yours (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang