Kedua pria paruh baya itu tampak sibuk berbincang-bincang hingga tidak menyadari kalau Justin telah sadar. Leon tentu saja memberitahu Ryan sedangkan Alex memutuskan pergi dari sana. Leon bersama Ryan memasuki ruangan itu dan pria paruh baya itu segera memeriksa kondisi Justin.
"Justin, gimana keadaannya? Apa udah baik-baik saja?" tanya Ryan kepada sosok yang berbaring sembari mengenakan masker oksigen dan Justin hanya menganggukkan kepalanya lantaran terhalang benda di wajahnya.
"Papa, gara-gara Leon Justin jadi kayak gini. Leon jadi nggak akan melakukan kesalahan yang sama. Semisal papa mau hukum Leon. Bakal Leon terima dengan lapang dada!"
"Leon, lagian Justin udah nggak papa. Kamu jangan menyalahkan diri. Mending buruan sana ambilkan Justin minum." Pria paruh baya itu memerintah putra sulungnya untuk menuju ke sebuah kantin sedangkan Ryan melepas masker oksigen.
"Siap laksanakan."
Leon berjalan menuju ke kantin untuk mengambil air minum untuk Justin tapi secara tiba-tiba ia berpapasan dengan teman satu SMP. Leon tentu saja menyapa cewek mengenakan tank top dress hingga remaja itu menoleh. Dia merupakan Jihan yang taklain mantan pacar Leon saat kelas satu SMP.
"Jihan, tumben Lo kesini?"
"Iya, soalnya mama gue sakit. Harusnya Lo tau sejak papa gue meninggal. Mama gue kerap jatuh sakit."
"Padahal,'kan udah tiga tahun yang lalu. Apalagi papa Lo orangnya baik. Terus sekarang Lo tinggal di mana?"
"Gue tinggal di kontrakan. Setelah bisnis papa bangkrut. Sejak saat itu gue terpaksa menjauh. Leon, sekarang gimana keadaannya Zaskia!"
"Zaskia baik-baik saja. Jihan, btw Lo masih ingat Justin nggak. Dia sekarang ganteng banget Lo. Apalagi dulu Lo selalu ngejar-ngejar Justin tapi takdir berkata lain. Karna Lo menjadi pacar gue."
Jihan seketika menahan senyum apalagi mengingat kejadian itu lantaran ia kerap kali debat sama Zaskia. Namun, kini ia tidak mungkin mencari gara-gara kepada Zaskia lantaran semua teman-temannya juga menjauh. Walaupun begitu Jihan selalu ingin meminta maaf kepada Zaskia.
"Jihan, gue pergi dulu, ya. Semoga mama Lo cepat sembuh?"
"Makasih."
Sama-sama."
Leon segera menuju ke ruang Justin sembari membawa sebotol air tapi Ryan tentu saja memarahi remaja itu. Sebab, bagaimana bisa membiarkan Justin menahan haus selama beberapa menit sedangkan Ryan memegangi botol karna posisi Justin berbaring. Justin tentu saja menyedot air minum hingga tidak tersisa sedikitpun.
"Justin, tadi papa lo kesini. Gue sampai nggak habis pikir. Bagaimana bisa seorang ayah mengorbankan anaknya. Gue heran kok Lo bisa sekuat itu buat nahan."
"Papa nemuin Justin pasti ada maunya. Gue udah paham. Apalagi dulu gue selalu di salahkan terus."
"Nyuruh Lo buat donorin ginjal. Justin kira-kira Lo setuju nggak?"
"Gue nggak mungkin nolak. Meskipun harus dengan cara itu. Bakal gue lakukan asal mendapatkan sebuah kasih sayang."
Leon bersama Ryan seketika menasehati Justin untuk tidak melakukan hal yang berisiko. Sebab, ia tau kesehatan Justin bakal melemah saat hanya hidup dengan satu ginjal saja dan mungkin rasa sakitnya berkali-kali lipat semisal gagal. Justin seketika memandang ke arah lain.
***
Justin berjalan seorang diri hingga sorot matanya tertuju ke arah Alex bersama Tania berada di ruang operasi. Justin memutuskan tetap melanjutkan lantaran ia berniat ke taman yang harus lewat area tersebut. Walaupun sebenarnya Justin terlalu malas bertemu dengan kedua orang tuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternally yours (END)
Novela Juvenilcerita ini akan di update setiap hari Selasa dan Jumat. Justin Sebastian Orlando, seorang laki-laki yang selalu tersenyum lebar hingga di juluki sebagai sosok yang humoris. namun, siapa sangka dia menyimpan sebuah rahasia tentang apa yang sebenarnya...