06. Ball

5.9K 503 14
                                    

"Saya tunggu di lapang, semuanya harus siap dalam sepuluh menit," setelahnya guru olahraga itu pergi dari ruang kelas yang lumayan ricuh lantaran saat ini adalah pelajaran favorit mereka.

Selepas kepergian guru tersebut, murid kelas itu berlomba-lomba untuk pergi ke ruang ganti untuk mengganti seragam mereka dengan baju olahraga.

"Kelas kita kekurangan orang, jadi kamu harus ikut!" Fang berdiri disamping Halilintar yang sedang menelungkupkan kepalanya diatas meja.

"Aku gak bisa, kamu aja sana," titah Halilintar, dia menatap Fang dengan pandangan sayu.

"Hali, ikut main yuk! Entar dikasih makanan enak kalau ikut," kata gadis dari kelas sebelah, Yaya namanya yang ditemani oleh sahabatnya Ying.

"Aku gak mau," Halilintar menyandarkan kepalanya yang pusingnya seperti berputar putar.

"Rating kepopuleran kamu nurun nanti kalau nggak ikutan, pak guru itu bakalan jadi killer kalau satu aja dari muridnya yang nggak ikutan pas kelasnya," Fang terus memaksa, dia sendiri memiliki maksud tertentu dengan memaksa Halilintar.

"Apaan sih, beneran pengen banget jadi orang paling terkenal disekolah?" tanya Halilintar dan lantas membuat Fang membuang muka karena malu.

"Yuk pergi, gak baik nunda-nunda waktu," ajak Ying menarik tangan Halilintar.

Sekitar tujuh menit mereka lalui untuk pergi ke ruang ganti, mengganti baju dan pergi ke lapang outdoor multifungsi. Sampai di lapang, disana guru olahraga tadi sedang mengusulkan tentang permainan bola voli.

"Halilintar,".

Halilintar yang semula menunduk lantas menegakkan tubuhnya saat namanya dipanggil.

"Tiga hari dari sekarang akan diadakan pertandingan basket antar sekolah, jangan mengecewakan saya," ucap guru tersebut pada Halilintar selaku kapten basket putra disekolah ini, "kamu siap?".

"Siap Pak,".

Setelah selesai menjelaskan tentang pertandingan basket dan permainan bola voli, kini semua orang sudah berada di posisi masing-masing. Gempa yang sebagai teman sekelas Halilintar juga ada disini namun dia berada di team A sedangkan Halilintar di team B.

Bola voli melambung kesana dan kemari, ini adalah salah satu permainan yang menarik yang menjadi tontonan seru lantaran kelas 10-2 merupakan kelas yang lumayan terkenal disekolah ini.

Fang dengan sombongnya melakukan smash sehingga saat ini poin antara kedua tim itu adalah 3-1 dengan team B yang unggul.

Team A juga tak mau kalah, Gempa melakukan hal yang sama dengan Fang sehingga bola voli melesat dengan kecepatan tinggi.

"Hoi, Halilintar bolanya!" seru salah satu dari anggota team B pada Halilintar yang sejak tadi hanya diam.

Halilintar menoleh saat mendengar namanya disebut, dia tidak fokus lantaran tubuhnya benar-benar tak bertenaga untuk sekarang dan ditambah cuaca panas ini.

Duaghh

Bola voli mendarat tepat dikepala Halilintar bahkan sebelum cowok itu menghindar atau melakukan perlawanan. Pandangannya berputar seolah orang-orang berubah menjadi puluhan kali lipat dari yang tadi.

Guru terpaksa menghentikan permainan untuk sementara karena sebuah kesalahan kecil yang dibuat muridnya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Fang khawatir, dia mendekati Halilintar.

Halilintar tak menjawab, dia sibuk menutupi menutupi hidungnya yang kembali mengeluarkan darah seperti tadi pagi.

"Boleh pinjam bahu sebentar?".

Fang mengernyitkan dahinya, dia agak bingung dengan ucapan Halilintar. Namun setelah sesaat melihat Halilintar bersandar padanya dengan kesadaran yang hampir hilang, Fang paham.

"Astaga, kamu kenapa?" Fang membaringkan Halilintar dengan berbantalkan pahanya. Melihat hal itu semua orang datang menghampiri, termasuk team A sekalipun bahkan Gempa juga ikut bergabung.

"Gempa, adik kamu ini," Fang menatap Gempa yang berdiri tak jauh dari Fang sambil menatap tanpa berniat untuk membantu.

Gempa tidak mengerti, kenapa saat ini tubuhnya bergerak sendiri dan menghampiri Halilintar. Kenapa tubuhnya bergerak tak sesuai dengan apa yang hatinya ingin.

"Ada yang bawa tisu?" tanya Gempa, dia menatap satu persatu orang yang ada disana. Namun sebuah gelengan yang Gempa terima sebagai jawaban dari pertanyaannya.

Gempa mengambil alih Halilintar dan menggendong cowok yang bisa dia sebut sebagai kembaran. Cowok itu berlari dari lapangan menuju UKS yang jaraknya tak terlalu jauh dari sana.

"Ck, ngerepotin." dongkol Gempa. Sebenarnya Halilintar tidak seberat apa yang dia pikirkan tapi tetap saja rasanya dia kesal.

"Maaf, gue gak kuat." suara yang terdengar pelan itu menggelitik hati Gempa.

Gempa mendengus, cowok itu mempercepat langkahnya untuk segera sampai ke UKS yang berada didepan sana.

Singkat cerita, saat ini mereka sudah berada di UKS. Halilintar dibaringkan di atas ranjang sedangkan Gempa mencari barang yang dia butuhkan, untuk soal dokter tentu saja ada namun pria itu katanya sedang ada tugas lain diluar sekolah.

Gempa menghapus darah yang juga belum berhenti, bukan hanya Gempa yang heran tapi Halilintar yang sedang setengah sadar juga begitu.

"Belakangan ini lo aneh," celetuk Gempa memulai pembicaraan, "sifat lo gak kayak biasanya,".

"Gue benci kalian, gue mau pulang.".

Gempa seolah tak peduli dengan ucapan Halilintar karena menurutnya Halilintar hanya melantur tak jelas.

"Gue juga benci sama lo.".

.
.
.

Tinggal menunggu beberapa menit lagi sampai saat adzan maghrib, tapi Halilintar masih juga belum pulang karena latihan intens yang diterapkan untuk pertandingan nanti.

Bukan belum pulang tapi cowok itu baru saja sampai. Ia memarkirkan motornya dan menyeret kakinya untuk memasuki rumah mewah itu.

Kepalanya saat ini bukan pening lagi tetapi rasanya seperti akan melayang ke langit, bahkan bernapas pun rasanya sulit.

Tadi siang setelah Gempa membantunya untuk istirahat sejenak di UKS, Halilintar langsung pergi tidur dan setelah itu dipaksa harus ikutan latihan basket oleh guru sialan. Jadi saat ini tubuhnya benar mati rasa.

Halilintar membuka pintu dengan sisa tenaganya, dan begitu pintu terbuka dia malah melihat Boboiboy yang berdiri didepan pintu dengan tampang marah.

"Ah Papa," pandangan cowok itu memburam hingga akhirnya tubuhnya limbung, walau sedikit beruntung karena Boboiboy menangkap tubuhnya.

Two Sided Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang