33. Between piles of books

1.9K 242 13
                                    

Sesuai dengan apa yang direncanakan tadi pagi, sekarang Taufan benar-benar pergi ke bioskop bersama dengan Kaizo selaku orang yang mengajak, lalu Gentar, Fang dan Solar.

Tadinya Taufan mengusulkan untuk menonton film bergenre romantis agar nanti dapat mempermudah Taufan jika sedang naksir seseorang, tetapi Solar menolak karena katanya tidak macho dan mengusulkan untuk nonton film horor saja, namun malah kembali ditolak oleh Fang dengan alasan takut kekamar mandi jika malam hari.

Dan sekarang berakhirlah dengan film bergenre aksi yang dibumbui adegan romantis, disetiap film juga seperti itu meski tidak memiliki unsur romantis pasti tetap saja ada satu sampai dua scene yang memperlihatkan tokoh utama kasmaran.

Inginnya mereka bersorak-sorai dengan meriah ketika melihat bagaimana tokoh utama pria mengalahkan musuh dengan aksinya dan menunjukkan jika dia adalah seorang pahlawan.

"Keren banget filmnya, kapan-kapan kita nonton lagi ya Bang?" Fang menatap kakaknya yang berjalan mendahuluinya.

Kaizo menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ajakan sang adik, "tapi nanti gantian kamu yang traktir ya!".

Fang memutar bola matanya malas, apa kakaknya itu tidak tahu jika Fang saja punya uang dari siapa kalau bukan dari Kaizo.

Interaksi mereka berdua tak hilang pandangan dari Solar. Dia mendesah, rasanya iri melihat begitu hangatnya hubungan mereka berdua.

Kendati Solar juga memang tak memiliki masalah dengan saudara-saudaranya, tetapi rasanya tetap tidak merasakan kehangatan di rumah yang tidak bisa dikatakan kecil itu.

"Aku mau ke Gramedia dulu Kak, temenin dong," titah Solar pada Taufan yang tampaknya sibuk dengan isi pikiran random-nya.

"Sama Gentar aja, belakangan kayaknya dia tertarik sama buku," balas Taufan, sebenarnya alasan lainnya bukan hanya karena Gentar terlihat tertarik dengan buku saja tetapi Taufan ingin sekali mendekatkan mereka berdua.

"Lah kok, kenapa gue?" Gentar menatap sinis Taufan tak terima, ia malas berurusan dengan Solar yang jika dilihat-lihat malah terlihat seperti intelijen negara.

"Udahlah Dek, sana lo pergi. Nanti gue jajanin deh!" Taufan memperlihatkan 30 lembar uang merah yang sempat dia ambil dari rekening ayahnya tadi pagi.

Gentar mendengus lalu dia melangkah mengikuti langkah Solar yang sudah semakin menjauh. Jika dilihat-lihat pun sepertinya Solar tidak keberatan jika Gentar ikut dengannya.

"Ingatannya udah balik?" tanya Kaizo, remaja 18 tahun itu memang tahu tentang bagaimana keadaan keluarga Taufan karena dulu orang tuanya dekat dengan keluarga pria itu.

"Kayaknya, tapi dia cuma bilang ingat nama doang." jelas Taufan mengatakan apa yang dia dengar dari Ice tempo hari.

"Syukurlah kalau emang udah ada kemajuan. Gak abis pikir gue sama bokap lo, bisa-bisanya bikin Gentar gitu. Yah, lo juga gak ada bedanya sih." ujar Kaizo sedikit menyindir Taufan di akhir kalimatnya.

Taufan tersenyum kikuk, dia sadar jika dia tak jauh bedanya dengan ayahnya. Taufan juga sama-sama suka melukai Gentar tetapi dengan tidak tahu malunya dia malah datang kembali pada Gentar meminta ukuran tangan untuk sebuah kata maaf yang tidak ada artinya.

Taufan tidak membenci Gentar, hanya saja melihat bagaimana perlakuan Gentar pada Ice dulu membuat Taufan tak menyukai Gentar.

Namun Taufan sadar sekarang, Gentar melakukan itu karena dia juga ingin diperlakukan selayaknya bungsu ada umumnya.

"By the way, temen gue udah ketemu? Gue gak expect lagi sih kalau emang dia udah gak bisa ketemu lagi," Fang angkat suara setelah beberapa saat terdiam.

"Seenggaknya gue seneng karena bisa jaga dengan baik sesuatu berharga yang dia titipin ke gue 9 tahun lalu." ia melanjutkan ucapannya.

Taufan melirik Fang yang sekarang berjalan di samping kirinya, "kayaknya nanti gue harus minta maaf banyak-banyak sama dia.".

Fang mendecih, memangnya kata maaf saja cukup? Kaca yang pecah tidak bisa kembali ke bentuk semula, bung.

"Halilintar emang udah ketemu, tapi gue gak tau kapan dia bangun. Dan Tante Mara juga bilang kalau dia kehilangan sebagian ingatannya, harapannya sih nanti kalau bangun gue pengen Halilintar seenggaknya inget sama Gentar,".

"Gue harap nanti dia gak lupa sama Gentar meski harus lupain kita semua, cuma dia kakak yang benar-benar sayang sama Gentar." jelas Taufan panjang.

"Hehe, sorry malah mellow gini gue. Abis terlalu menghayati keadaan," Taufan terkekeh, rasanya malu juga setelah bercerita pada orang yang sebenarnya tidak dekat juga dengannya.

Fang merangkul Taufan dan tersenyum tipis, "santai, anggap aja kita abang lo. Gue juga satu tahun lebih tua dari lo," katanya ramah.

"Bang Kai juga gak keberatan kalau tambah adik lagi, iya kan Bang?" Fang menatap Kaizo yang lantas mengangguk setelah mendapat pertanyaan dari adiknya.

"Asalkan gak matre, lo gue pungut jadi adek." celetuk Kaizo.

"Lo pikir gue cowok apaan?! Di sama-samain sama betina gitu?!" sungut Taufan tak terima yang langsung dihadiahi gelak tawa oleh kedua bersaudara yang sedang bersamanya.

.
.
.

"Lo pernah baca novel ini belum?" Solar memperlihatkan salah satu buku novel pada Gentar yang sedang melihat-lihat puluhan buku di rak.

"Belum," jawab Gentar cuek.

"Pas di w*ttpad kemarin, casting-nya member Str*y Kids. Nggak semuanya tapi salah satu dari mereka, gue denger-denger lo suka Hyunjin sama Felix.".

Gentar menghela napas, "tapi bukan berarti gue harus baca atau liat semua yang berkaitan sama mereka kan?".

Solar meletakkan buku tersebut ketempat semula lalu menghampiri Gentar. Dia berdiri di samping Gentar dan kembali mencari buku yang mungkin membuatnya tertarik.

Ia menarik Gentar agar secara langsung bertatapan dengannya. Gentar tak memberontak dan menerima apa yang Solar lakukan padanya.

"Kenapa lo?" Gentar mengernyitkan dahinya, ia menepis tangan Solar yang menyentuh pundaknya.

"Gue cuma mau mastiin, lo adek gue atau bukan." jika Solar lihat-lihat pun karakteristik Gentar saat ini tak sama dengan sifat anak itu yang sebenarnya.

Solar sudah memperhatikan Gentar sejak tiga tahun lalu lamanya meski selalu terlihat acuh bahkan terkesan tidak peduli ketika anak itu sakit. Dan beberapa bulan terakhir ini adik satu-satunya itu terlihat agak aneh.

"Gak peduli lo Gentar atau bukan tapi gue minta sama lo buat balikin adek gue! Iya gue seneng karena lo gak ngeselin lagi tapi gue lebih suka Gentar bukan balok es jadi-jadian kayak lo." tutur Solar.

"Solar ... lo tau?".

"Jadi bener lo bukan Gentar?!" sela Solar. Ia menarik kerah kemeja yang Gentar kenalan, matanya berkilat tajam penuh amarah jauh berbeda dari Solar yang Gentar kenal.

"Kenapa kalau gue bukan Gentar? Lo juga gak akan peduli dan lo benci sama gue kan? Gue bukan sekali dua kali sakit, bukan sekali dua kali terluka tapi apa? Lo keliatan peduli gak?" Gentar berbalik menatap Solar gak kalah tajam.

Solar mendengus, dia menghempaskan Gentar lalu memutar tubuhnya sehingga membelakangi Gentar.

"Lo bukan Gentar. Sialan, kembaliin Gentar!" Solar melirik Gentar dari sudut matanya dengan sorot mata kecewa.

"Baru peduli sekarang lo?." Gentar melangkah dari sana dan meninggalkan Solar sendirian di Gramedia.

Yah, Taufan membuat sebuah kesalahan. Seharusnya dia tidak menyatukan Gentar dan Solar di ruangan yang sama berdua karena malah berakhir pertengkaran yang belum dipastikan ujungnya.

Two Sided Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang