BADBOY KAMAR SEBELAH
Jakarta, 4 Januari 2023Lion's Cafe
"Cappucino latte dua, yang satu esnya sedikit yang satunya lagi banyakin. Untuk meja nomor empat, nggak pake lama!"
Kenalin, itu Rean-pemilik kafe- rambutnya nggak pernah lebih dari dua senti karena dia selalu bercita-cita jadi anggota militer. Suaranya yang keras itu memenuhi dapur.
Aku meletakkan piring kotor ke wastafel dan segera ke bar minuman untuk mengambil pesanan yang baru ia sebutkan. Tak sampai satu menit, Yogi menyalakan lonceng. "Dua Cappuccino latte untuk meja nomor empat."
Aku menyambar dan mengantarkannya.
Penjaga bar minuman kafe ini adalah Yogi, anaknya kalem, dan serius bekerja. Dia orang yang selalu baik selama aku magang."Selamat menikmati. Ini yang banyak yang es dan yang ini sedikit," kataku lemah lembut. Aku mengangkat senyum tinggi-tinggi meskipun otakku lagi pusing karena memikirkan belum bayar kos.
Kalau aku sendiri, Renata Tsalisatunnisa. Anak ke tiga dari tiga bersaudara. Umurku masih enam belas tahun, dan besok akan bertambah jadi tujuh belas. Harapanku Cuma satu, semoga keluargaku utuh kembali di tengah gempuran pelakor.
"EMPAT LEMON SQUASH NO SUGAR UNTUK MEJA SEMBILAN!" pekik Yogi.
Aku berlari ke bar. "Baiklah ...." Kuambil pesanan dan kubawa dengan semangat.
"Permisi!" Seseorang memanggil.
Aku mencari asal suara yang kuyakini dari pelanggan. Setelah menaruh empat Lemon Squash, aku menuju cowok di meja nomor empat yang memanggil barusan.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?"
"LO PUNYA MATA, NGGAK?" Dengan kasar, pria ini menunjuk matanya sendiri dan sontak hal ini membuatku terkejut.
"Benda seperti ini ada di dalam gelas, lo mau nyelakain gue?" Aku mengangkat gelas yang ia maksud.
Benar saja, sebuah cincin tertinggal disana. "Maaf, Kak, tapi ini bukan milik saya."
Cowok tinggi berkulit putih ini melipat tangannya dengan sombong."Bukan milik lo? Lo masih mau berbohong?" Tatapannya yang terlalu intens membuatku jadi ketakutan. Nampan yang kupegang sampai gemetar.
"Tapi itu memang bukan milik saya, Kak. Saya nggak pakai cincin."
Karena panik, aku tak memperhatikan dengan jelas bentuk cincin itu. Dengan cepat cowok bermata cokelat tersebut mengambil dan menunjukkannya padaku."Jelas-jelas tadi gue lihat lo yang pakai kalung bermainan ini. Masih mau menyangkal?" Sebuah cincin berpendar kehitaman dengan ukiran Tsalisa terlihat jelas disana.
"Maaf, Kak. Akan saya ganti dengan yang baru." Buru-buru aku menyambar benda itu dan membawanya ke dapur. Suasana kafe seketika hening. Orang-orang pada memperhatikanku."Kamu buat ulah?" Rean tiba-tiba muncul.
"Maaf, Kak, aku enggak tahu kenapa tiba-tiba cincin aku bisa masuk ke dalam gelas pelanggan itu."
"Kenapa bisa nggak tahu, 'kan cincin itu punya kamu." Aku menggigit bibir bawah dan hanya bisa menunduk. Kecemasanku jadi meningkat. Aku sendiri pun tak tahu jawabannya. Karena tadi cincin itu jelas-jelas kusimpan di loker.Rean menghela napas. "Aku nggak mau hal ini terulang lagi, ya, Ren."
"Ba-baik, Kak. Makasih, Kak."
Untunglah kak Rean tak mempermasalahkannya. Tapi, aku masih penasaran. Kenapa bisa benda yang sudah kusimpan bisa ada disitu. Nggak mungkin jalan sendiri 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BADBOY KAMAR SEBELAH
Teen FictionCERITA INI MURNI KARYA AUTHOR. DILARANG KERAS PLAGIAT. NERAKA MENUNGGUMU! Renata Tsalisatunnisa memutuskan untuk pergi dari rumahnya karena sang ayah membawa istri baru ke rumah mereka. Ia memilih untuk hidup mandiri dengan mengkos di salah satu kos...