Menghindar

10 3 0
                                    

Hari pertama sebagai murid SMA kelas tiga, baru saja terlewati. Tak banyak yang berbeda, teman-teman yang dulu ia temui, sekarang juga masih berada dikelas yang sama dengannya. Hanya kelas yang mereka tempati saja yang berbeda.

Di koridor utama, sheina berjalan dengan kedua temannya menuju ke parkiran.

Sebenarnya, bisa saja mereka melintasi lapangan, agar lebih cepat sampai ke parkiran.

Tapi, lapangan sedang digunakan oleh para siswa untuk bermain voli. Padahal lapangan voli sudah disediakan.

Sebelum sampai diparkiran, mereka harus melewati ruangan guru terlebih dahulu.

Wella sudah mempercepat langkahnya dengan kepala yang lurus, Bahkan tidak menoleh kebelakang sedikit pun.

"Kenapa tuh anak" heran Dania melihat tingkah Wella.

Sheina terkekeh pelan
"Paling ngehindarin guru guru di kantor". Kepalanya melirik kedalam ruangan, sedikit mengangguk dengan senyuman tipis saat tatapannya bertemu dengan beberapa guru.

Lalu melirik pada Dania "Tau nggak alasannya apa?" Tanyanya.

"Dimintai tolong"

"Exactly" dengan jentikan jarinya.

Kening Wella mengerut mendengar alasan yang tak masuk akal baginya.

walaupun ada juga beberapa murid yang mendumel setelah disuruh suruh, tapi tetap dilakukannya.

"Jadi gini, waktu kelas 11 Wella pernah tuh disuruh salah seorang guru. Ibuk itu minta tolong beliin makan siang diluar, Wella yang sebenarnya buru buru Nge iyain aja kata ibuknya, ibuknya belum selesai ngomong dianya udah pergi. Jadinya dia bolak balik sekolah sampe tiga kali, karena ada aja yang kurang tu guru. Trauma deh kayaknya si Wella, mana nyampe rumah kena omel pula".

Sheina menceritakan apa yang dialami Wella waktu itu. Ia sebagai saksi perjuangan Wella memenuhi keinginan guru tersebut.

"Siapa sih gurunya, perlu ni gw masukin kedalam list"

"Buk tis"

Dua kata itu, tak lagi membuat Dania kaget. Guru tersebut sudah lama berada didalam listnya.

"Nggak kaget dan, atau kamu emang udah tau" tanya sheina, karena respkn Dania yang terlihat biasa saja.

"Udah tau, si guru perfeksionis yang mendapatkan label buk brand itu kan. Anak anak sering tuh gosipin ibuknya sehabis kelas. Dikantin lah, ditoilet, atau dikoridor"

"Ternyata orang lain bisa melabeli kita dari sifat atau kebiasaan yang kita punya" ucap sheina.

Dania mengangguk setuju
"Nggak salah kok tuh guru minta tolong. Cuman ya dikira kira aja, sampe bolak balik anak orang dibuatnya"

"Wella juga takut bilang kalau dia lagi buru buru"

"Dibilang pun, tetap aja ibuknya maksa" jawab Dania datar.

Mereka masih asik membicarakan sang guru, sedangkan Wella telah sampai diparkiran motor.

"Lama amat, pengen kali ya disuruh suruh guru" serbunya langsung.

Tak ada yang menanggapi, karena sheina dan Dania berpisah menuju motor mereka masing masing.

Saat akan keluar gerbang, sheina berpapasan dengan seorang cowok. Saling mempersilahkan untuk berjalan duluan.

Dibalik helm full facenya, laki laki itu tersenyum, menggas motornya keluar gerbang terlebih dahulu.

Sheina merasa kenal cowok tersebut, ia melihat mata sang lelaki yang sipit, di balik kaca helmnya yang terbuka. Mata itu, ia seperti pernah melihatnya.

Dering hp, menyadarkan lamunan sheina
"Hallo beb, Lo dimana?. Udah di tungguin ni dari tadi belum juga keluar" serbu Wella

Tanpa menjawab sheina langsung melajukan motornya.

________

Dua motor itu saling beriringan, dengan kecepatan yang sedang. Tak langsung pulang, Wella dan Dania berniat singgah di rumah sheina terlebih dahulu.

Karena biasanya jam segini, rumah sheina sepi. Jadi mereka lebih bebas bercerita, lagi pun awal semester belum banyak tugas.

Tak jauh dari mereka, sebuah motor ninja hitam berjalan pelan. Mengikuti tiga gadis yang berada di depannya.

Pandangannya lurus menatap seorang gadis, sesekali juga memperhatikan kondisi jalan yang lumayan rame, karena jam pulang sekolah.

Kepalanya mengangguk angguk, memperhatikan tiga gadis tersebut yang masuk kedalam sebuah rumah papan sederhana, namun terlihat asri. Di tambah pohon pohon yang mengelilingi di sekitarnya.

Tanpa di beri tau pun ia sudah tau ini rumah siapa. Seorang gadis yang sedari tadi menjajahi kepalanya.

"Dah lah pulang, ngapain cuma berdiri disini. Diliatin orang orang" gumamnya kepada diri sendiri.

Senyum tak lepas dari bibirnya, merasa menemukan benda beharga. Dalam hati, berkali kali ia mengucapkan syukur. Tidak sia sia ia pulang lambat, mendengar cerita ngalor ngidul teman temannya.

Sampai dirumah pun, Gilang langsung mencari sang bunda. Menghampirinya kedapur, lalu meraih telapak tangannya untuk dicium.

"Tumben bang, pulang- pulang senyum gini. Biasanya nggak kayak gini" tanya Mira melihat Gilang yang tak seperti biasanya.

"Lagi senang aja Bun" Gilang belum mau menceritakan kepada sang bunda, ia belum yakin dengan yang ia rasakan pada saat ini.

"Bun, aku keatas dulu ya" pamit Gilang, tak lupa mencomot satu kue kering yang dibuat Mirna.

_______

Bungkusan Snack berserakkan di atas meja bersama botol- botol yang telah kosong, sedangkan pemiliknya sudah terkapar diatas kursi.

Tidak seperti anak remaja lainnya, ketiga gadis ini lebih memilih menghabiskan waktunya dirumah salah satu dari mereka.

Bercerita lalu makan- makan seperti saat ini, dan akhirnya terkapar seperti sekarang. Sheina yang sibuk menggulir layar hp-nya, Dania yang sedang membaca novel milik sheina dan Wella yang sudah terbang ke alam mimpinya.

Sadar hari sudah menjelang sore, sheina bangkit. Membersihkan sisa makanan yang berserakan diatas meja.

Dia anak perempuan satu satunya dirumah itu, jika tidak bisa membantu ibunya berjualan atau mencari uang. Paling tidak, ia harus membantu ibunya membereskan rumah. Kata kata itu yang selalu ditanamakan sheina dalam kepalanya.

menyapu, mencuci piring, membuang sampah dan tugas lainnya. Bagi sheina itu tidaklah berat, ia sudah terbiasa melakukannya setiap hari.

Kalau ditanya ia capek, pasti jawaban ya. Tapi rasa capeknya itu akan hilang, ketika melihat wajah sang ibu. Merasa bersalah juga jika ia hanya tidur tiduran sehabis pulang sekolah.

Adakalanya saat rasa malas melanda dirinya, sheina akan berbaring hingga tertidur. Dan saat itu juga ia akan mendengar Omelan Mira, karena melihat rumah yang tidak disapu, piring kotor bertumpuk dan cucian yang sudah teronggok di dalam keranjang disudut kamar mandi

Itu juga yang dipikirkan oleh Dania. Dari tadi, ia terus memperhatikan pergerakan sheina.

Kadang kala terbesit dipikirannya, apakah sheina tidak merasa lelah dengan kehidupannya ini. Maksudnya, sheina membersihkan rumahnya setiap hari, atau saat libur membantu ibunya berjualan.

Dania memperhatikan semuanya, ia diam diam memahami kehidupan orang disekelilingnya seperti apa.

Melihat sheina, Dania cukup kagum, Bahkan sangat. Sulit menemukan anak gadis seperti sheina di zaman sekarang. Apalagi, diperkotaan seperti ini.

Ia yang hanya dituntut buat belajar saja merasa lelah, apalagi sheina, walaupun tidak ada tuntutan atas dirinya, tentu sheina paham dengan kondisi keluarganya, dan langkah apa yang akan ia ambil.

Jika Aku Tak Jadi Apa-apaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang