Pemimpin

8 2 0
                                    

"kepada seluruh siswa diharapkan berkumpul di lapangan. Sekali lagi, harap berkumpul semuanya dilapangan. Sekarang juga!!!"

Suara itu membuat seluruh siswa berhamburan, keluar dari tempatnya. Berlari ke lapangan mencari barisan kelas mereka.

Dania dan Dara yang makan di kantin, tak kalah panik saat mendengar suara yang diakhiri dengan teriakan itu.

Berlari keluar tanpa menghabiskan makanannya terlebih dahulu untuk menghindari hukuman.

Suara nafas tak beraturan. Semuanya terengah, mengaturnya masing masing.

Semua siswa langsung bergerak, begitu mendengar suara yang amat mereka kenal, suara dari orang yang selalu diwaspadai oleh banyak siswa.

Tapi tidak bagi segerombolan siswa yang masih berjalan santai, bahkan tak ada raut wajah khawatir dari manusia manusia ini.

Kecuali satu laki laki yang berjalan paling depan dengan langkah lebar yang tergesa- gesa, walau wajahnya masih menunjukkan raut tenang. Tapi tidak dengan jantungnya yang sudah berdetak 3X lebih cepat.

"Ardi dkk...., khusus untuk kalian buat barisan baru" teriak buk Hera pada sekelompok laki laki itu.

Ardi yang sudah biasa namanya disebut langsung membelokkan langkahnya, yang diikuti teman- temannya yang lain.

Gilang, laki laki yang berjalan tergesa tadi sedikit merasa lega karena ia sudah masuk kedalam barisan kelasnya. Tapi, ketenangan itu tak berselang lama karena tiba tiba saja kerah baju belakangnya di tarik.

Badannya tersentak, masih dengan berjalan mundur. Matanya tak sengaja bersitatap dengan seorang gadis yang sedari tadi memperhatikan kelakuan mereka.

Merasa malu, ia memutus tatapan itu, membalikkan badannya mengalihkan pandangannya pada Anwar yang tadi menarik kerah bajunya itu.

Sebenarnya para siswa sudah tau mengapa mereka dikumpulkan ditengah terik mata hari seperti ini.

Para guru meminta pertanggung jawaban kepada siswa yang ikut memberikan ide untuk merayakan ulang tahun sekolah.

Tak ada salahnya untuk merayakan ulang tahun sekolah, tapi ide yang mereka buatlah yang menjadi masalah.

Bagaiamana tidak, sekolah yang sebelumnya masih bersih, sekarang menjadi berantakan seperti sudah lama terbengkalai.

Tong sampah yang sudah tidak pada tempatnya, bahkan sudah pecah. Kertas kertas yang berserakan di kelas bahkan sampai ke lapangan. Ditambah lagi siswa banyak yang berkeliaran saat jam pelajaran.

Padahal Sekolah sendiri telah mengumumkan hari dan waktu untuk merayakan ulang tahun.
Dan mereka tidak mengindahkan pengumuman itu, malah melancarkan aksi yang telah dimereka rencanakan.

"Kalian ini, ada aja kerjanya, udah dikasih waktu untuk buat acaranya. Eh malah nyari waktu sendiri" omel seorang guru yang berdiri dibelakang barisan.

Para siswa yang mendengar itu antara menahan tawanya masing, mereka takut jika buk Hera melihat. Bisa jadj masalah baru entar.

"Dalam hitungan ketiga, jika tak ada yang mau bertanggung jawab. Kalian semua akan dihukum".

"Satu...,dua..,tiga!!"

Bersamaan dengan itu sekelompok laki-laki maju, berdiri ditengah lapangan.

Semua mata melirik pada satu barisan, siapa lagi jika bukan Ardi dan kawan - kawan.

"Noh Noh, tu berandalan sekolah. Anak kelas lu tu" sindir Dara pada Rena, Sambil mendorong dorong tubuh Rena.

"Biasa aja sih, tau juga kok gw sekelas sama mereka" Rena merasa kesal karena tubuhnya di dorong tanpa sebab.
"Physical attack banget ni orang" tentunya itu hanya terucap dalam hati.

Karena pelaku sudah ditemukan, buk Hera segera membubarkan barisan. Ia tak mau memberikan hukuman dan wejangan di depan banyak orang. Pas di tanya buk Hera jawab "nggak nyaman saya ngehukum anak anak di depan teman-temannya".
Sungguh guru yang baik hati

"Kalian ini, nggak habis- habis bikin ulah. Udah kelas 12 belas, nggak capek keluar masuk ruang BK terus". Di tengah lapangan Ardi dan kawan- kawan diberi wejangan untuk yang kesekian kalinya.

"Kamu juga, anak baru ikut- ikutan buat masalah. Yang ini aja belum selesai kalian malah nambah anggota" pak johan merana, ia sebagai wali kelas merasa jengah melihat tingkah laku anak kelasnya yang tak ada habisnya.

"Cukup, ini terakhir kalinya. Untuk beberapa hari selanjutnya, bapak nggak mau mendengar nama kelas 12 IPS 2 jadi bahan pembicaraan guru di kantor, kecuali untuk yang baik- baik aja".

"Kamu Ardi, bapak beri kepercayaan untuk menjaga sikap, sifat dan tingkah laku teman- teman kamu ini. Dan kamu Radit tanggung jawab kamu terhadap teman- teman sekelas kamu. Gunakan kepercayaan ini sebaik- baiknya."

Sebelum pergi, pak johan menepuk pundak Ardi yang berdiri dibarisan depan
"Jadilah pemimpin yang baik untuk anggotanya". Suara itu sangat pelan, mungkin hanya Ardi seorang yang mendengarnya.

"Ini kita tetap disini, nggak neduh dulu" Riki berucap sambil mengipas mukanya yang terasa panas.

"Bos neduh yuk, panas banget ini" Ari yang berdiri dibelakang Ardi memcolek punggungnya.

"Jangan ada yang bergerak, tunggu perintah dari buk Hera" helaan nafas terdengar setelah kalimat itu terucaap.

Disisi lain, tiga gadis ini masih sibuk memperhatikan gerombolan siswa yang dijemur ditengah lapangan.

Tak sengaja wela bersitatap dengan Heru yang jongkok dibelakang Riki. Ia langsung berakting layaknya dipantai.
Menikmati angin yang berhembus, lalu meneguk minuman yang sedari tadi dipegangnya. "Ahhh"

"Dasar cewek gila lo, liat aja Lo. Gw kempesin ban motor Lo" gumamnya dalam hati masih menatap wela yang telah kembali mengobrol dengan temannya.

"Seperti kesepakatan diawal, kalian dihukum untuk membersihkan sekolah selama seminggu. Mengganti fasilitas sekolah yang telah kalian rusakan, dan yang terakhir. Semua guru sepakat kalian Senin besok menjadi petugas upacara" tanpa banyak basa basi, buk Hera pergi meninggalkan siswa laki- laki tersebut yang tercengang.

Yang pertama meninggalkan barisan adalah Galang, ia sudah tak tahan dengan terik matahari. Kulitnya yang memang putih bersih, tampak memerah karena terlalu lama berdiri dibawah sinar matahari. Bajunya pun juga sudah basah oleh keringat.

Tatapan itu tak pernah beralih, teman disampingnya berbicara, ia juga hanya melihat sekilas. Lalu kembali menatap pada sosok lelaki yang tak bersalah tapi turut dihukum.

Sampai laki- laki itu berjalan ke arahnya. Ia jadi gugup sendiri, hingga lewat disampingnya, tak lupa memberikan senyum tipis karena mereka tak sengaja bersitatap.

Sheina meraba dadanya yang berdegup kencang, takut jika Dania yang disebelahnya akan mendengarnya. Ia segera menormalkan raut wajahnya, tak ingin dicurigai oleh kedua sahabatnya.

"Dah yok, masuk. Bentar lagi bel bunyi" ucap sheina untuk mengalihkan tatapan kedua sahabatnya pada segerombolan laki- laki itu.

Murid murid yang lain pun juga ikut masuk ke dalam kelasnya masing- masing.

Jika Aku Tak Jadi Apa-apaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang