hari penuh emosi

4 1 0
                                    

Seperti perjanjian di kantin. Sheina sudah pulang lebih dulu dari rumah daraa. Meski berat, ya sheina harus melepaskan waktu mainnya demi membantu sang ibu.

Dilihatnya sang ibu yang duduk di depan tv dengan kaki menjulur kedepan. Tangannya tidak lupa mengusap kakinya dengan minyak urut bening.

Mata Nara tak lepas dari layar televisi. Mungkin orang lain mengira ia sangat serius menonton. Tapi tidak dengan sheina. Ia sangat tau apa yang ada dalam pikiran sang ibu sekarang.

Sebuah acara broadcast yang selalu menjadi favorit keluarga sheina. Selalu menampilkan orang- orang hebat yang
tak dikenal.

Kebetulan bintang tamu malam ini, membuat sheina sedikit ragu untuk bergabung dengan Nara. Padahal sebelumnya ia tidak pernah seperti ini.

Apa karena bintang tamunya adalah seorang gadis yang bisa dibilang sukses di usia muda. Pengusaha muda, begitu lah gadis itu disebut.

Sheina merasa ragu, membayangkan ibunya akan membandingkan dirinya dengan gadis tersebut. Bagaimana tidak berpikir seperti itu, tatapan sang Nara saja tidak beralih dari suara televisi.

Bahkan adiknya Rangga yang beranjak dari tempat duduknya tidak menganggu sang ibu. Apa benar ibunya membayangkan dirinya seperti gadis di tv itu.

"Eh kak, ngapain berdiri disini?. Tadi kakak ditanyain ibu tu" tunjuknya pada Nara yang masih fokus pada tv

Bukannya menjawab, sheina hanya menggeleng.

"Jangan tidur larut malam ya, kakak mau ke ibu dulu" pesannya sebelum meninggalkan Rangga yang juga menggelengkan kepalanya karena bingung.

"Buk, kok belum istirahat?" Tanya sheina, tangannya mengambil slih pekerjaan tangan sang ibu.

"Lagi seru ini kak. Lihat itu masih muda semangatnya juga masih tinggi"

Baru Mendengar itu saja sheina sudah merasa tersinggung, meski bukan begitu maksud sang ibu.

Sheina hanya diam, mendengar host mengutarakan pertanyaan pada bintang tamunya. Tangannya yang juga Sudah berpindah ke pundak Nara. Setidaknya di posisi ini, ia tidak melihat ekspresi Nara, dan Nara tak akan bisa melihat raut wajahnya yang sedikit keruh.

Tak ada seorang pun yang ingin dibandingkan dengan orang lain. Apalagi dengan orang-orang yang memang berbeda jauh dari dirinya. Tapu masalahnya bukan tentang apa yang dibandingkan, tapi tentang bagaimana seseorang dapat menerima perbandingan itu. Bagaimana seseorang dapat mengolah perbandingan itu menjadi positif, sehingga mendorong dirinya dapat menjadi lebih baik, bahkan dari orang yang diabndingkan.

Begitu lah sheina sekarang, kepala dan hatinya berperang. Kepala berkata untuk meninggalkan sang ibu, dan masuk kamar duluan. Sedangkan hatinya merasa tak tega berbuat seperti itu.

"Bu, ibu pengen aku kayak dia juga" sebuah pertanyaan setelah perang batin

"Siapa yang nggak pengen anaknya sukses kayak gitu kak. Jangankan menjadi tulang punggung keluarga. Untuk dirinya sendiri aja, dia udah mengurangi beban orang tuanya"

"Tapi, kalau aku nggak bisa jadi seperti dia Bu?"

Nara belum menjawab, hening beberapa saat menjadi bukti untuk sheina, bahwa sang ibu punya harapan padanya.

"Kak, ibu nggak minta kamu untuk jadi siapa pun di dunia ini. Cukup jadi diri kamu sendiri" Nara meraih tangan sheina yang masih dipundaknya.

"Mau jadi apapun kamu nanti, jangan pernah khianati hati kamu ini nak" mengusap pelan dada sheina, bahkan detak jantunya dapat dirasakan Nara

Perlahan air mata itu jatuh, semakin deras ketika ia menatap wajah sang ibu. Guratan lelah, dan kulit yang tidak lagi kencang.

"Ya allah beri aku kesempatan untuk membahagiakan ibu dulu"

Jika Aku Tak Jadi Apa-apaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang