BAGIAN 33

9.8K 1.2K 97
                                    

Semua orang bingung, sama saya juga.

Jangan lupa vote dan comment well!

Jangan lupa vote dan comment well!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bagian 33: Serra, milik Revenata.

Di gemerlap lampu-lampu hotel, Revenata berdiri tegak sendirian. Ia memang masih belum sebesar orang-orang dewasa yang berada di sekelilingnya, namun, wajah Reven yang tenang cukup menggambarkan jam terbang Revenata tinggi untuk sebuah acara resmi. Anak pengusaha sukses seperti dirinya harus terbiasa dengan aura penjilat.

Diri-nya sengaja memilih sendiri, anak yang Ia kenal sebagai Wira itu belum juga datang menampakkan batang hidungnya. Acara belum mulai sih, tapi Revenata mulai agak bosan yang hanya bisa Ia pendam dalam hati.

 Acara belum mulai sih, tapi Revenata mulai agak bosan yang hanya bisa Ia pendam dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ah, kamu putra Winata?"

Revenata menoleh sekaligus mendongak sedikit, anak Sekolah Dasar bau kencur seperti diri-nya bisa di kenal juga ya? Ia mengangguk ragu setuju, lalu Revenata di tuntun untuk duduk berdua dengan beberapa orang yang mengaku sebagai teman sang Ayah.

"Putra kesayangan Winata?" salah satu pria dewasa dengan janggut tipis berucap tepat saat Reven duduk. Pandangan pria tersebut menelisik Revenata dari bawah sampai atas, "saya suka sikap tenang kamu." ucap nya lagi.

"Kamu sama seperti anak saya, seumuran hahaha.." kini, kembali Revenata alihkan pandangan-nya pada pria dewasa dengan perawakan besar seram.

"Sekolahnya juga sama bung, kalau tidak salah," yang menuntunnya untuk duduk menyahut, di balas deheman pria tadi, "sebagai salah satu donatur juga, saya tau anak anda sangat berprestasi." Revenata menunduk.

"Sayang," Ia makin menunduk, mencoba tidak terpengaruh dengan tangan yang saling meremas, "Winata penyumbang donatur terbesar," indra pendengaran Revenata mulai mendengar bisik bisik.

"Dan saya dengar, tuan muda Winata tidak ada kontribusinya sedikit pun dalam penyumbang prestasi."

Mereka tergelak, seolah mengolok anak kecil yang di anggap tidak akan ambil hati dengan ucapan orang dewasa tersebut adalah hal yang lucu. Bukan sekali, Revenata harusnya terbiasa. Namun entah kenapa semakin Ia bertambah umur, omongan sampah ini makin tergiang di kepala-nya.

Character Boyfriend'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang