part 16

17 1 0
                                    

Part 16

Malam-malam aku dikejutkan dengan dering telphone yang berdering.

Pada layar tampak tertera nama ayah. Tidak bisa lagi kuaraikan dengan kata kebahagiaann itu.

Saat kuangkat ayah hanya memintaku untuk segera menemani Bang Aydan di rumah sakit.

Setelah berbicara tujuannya menelphone, telphone itu seketika dimatikan tanpa bertanya keadaanku setelah kejadian sore itu.

Tanpa pikir panjang, kuambil jaket yang berada di kursi belajar.

Karna tahu tanganku yang tak sanggup jika bermotoran sendiri.

Kuputuskan mencari ojek yang selalu mangkal di depak komplek.

Jalanan masih lumayan rame karna masih sekitar jam tujuh malam.

Sampai di ruangan Bang Aydan, terlihat Bang Aydan yang sedang tertidur.

Tiba-tiba cacing di perut berdemo meminta makan. Ya pantas saja berdemo, sedari siang kubiarkan kosong.

Masa bodo dengan perut lagi, aku memilih mendekat ke brankar Bang Aydan. melihat dia bangun dari tidurnya.

"Zo, kapan lu kesininya?" Bang Aydan bertanya sembari mengucek matanya.

"Barusan," aku menjawab sembari meletakkan pantat pada kursi yang berada di sebelah brangkar.

"Ayah mana?" Bang Aydan mengeluarkan pertanyaan yang malas untuk kudengarkan.

"Kagak tahu," aku menjawab sembari memutar bola mata malas.

☆☆☆☆☆

Aku menggeliat bangun, saat menatap jam di ruangan Bang Aydan rupanya tepat pukul sembilan.

Terkejut adalah ekspresi pertama saat menatap jam itu.

Saat kutahu jika kesiangan dan seragam di rumah; memilih untuk pasrah; mandi agar badan segar.

Seusai mandi Bang Aydan memanggilku dengan suara serak khas bangun tidur.

"Nggak sekolah Zo?" Bang Aydan bertanya.

"Bolos," aku menjawab dengan entengnya.

"Ha? Kok bolos? Berangkat sana," Bang Aydan tampak seperti orang terkejut.

"Kesiangan," aku menjawab singkat.

"Gua pergi keluar bentar." Setelah ucapanku itu; pergi mencari apotek di rumah sakit itu; membeli perban untuk membalut luka yang ayah beri.

Saat aku mengobati tangan di ruangan Bang Aydan, dia bertanya perihal tangan.

Aku hanya diam dan memilih kembali fokus ke tangan.

Siang harinya kulihat nenek dan semua keluarga besar dari ayah datang, tak terkecuali Zaidan dan keluarganya.

Nenek terlihat berjalan capat menuju brangkar Bang Aydan.

Aku yang sedang duduk di sofa hanya bisa menatap dengan sedikit iri.

Hanya Zaidan yang mendekat. "Zo, kenapa lu kagak berangkat tadi?" Zaidan bertanya sembari memegang pundakku.

"Kesiangan," aku menjawab degan nada dingin.

"Ayah lo kemana? Tumben nggak keliatan?" Zaidan bertanya kembali dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Entah," aku memjawab singkat.

"Heh pembunuh kenapa kamu disini!?" Nenek berkata dengan nada menyentak secara tiba-tiba.

Aku yang sedang dudukpun langsung berdiri.

"Maaf saya bukan pembunuh, Nenek nggk bisa ngomong seenaknya seperti itu," aku menjawab dengan nada yang kuusahakan 'tak terdengar menyentak keras.

REZORZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang