15. So, I'm back

99 11 0
                                    

Langit sangat cerah hari ini. Ya, begitu batin Santoso muda yang pikirannya entah berkelana ke dunia mana, meninggalkan dirinya sendiri dengan fikir lugu tanpa percikan inspirasi. Netranya menatap lurus pada taman yang terlihat sangat tidak bisa dinikmati. Begitu banyak dedaunan bergelora meminta angin agar menerpa semakin keras.

Berfikir mengenai satu dua masalah yang sama sekali tidak memiliki solusi. Mungkin ada, tapi mereka tidak datang kepadanya. Kepala Wiksa benar-benar kosong. Penat menguasainya tatkala tak beristirahat dengan benar selama 3 hari lamanya.

Pemuda itu sekarang merasa menyesal kenapa Ia mengikuti organisasi kampus. Orang-orang berkata bahwa penyesalan berada di akhir. Iya, tetapi tidakkah dia terlalu cepat menyesal? Oh ayolah, semester 4 bahkan baru beberapa minggu dimulai dan Ia sudah menyerah. Ini tidak bisa dilanjutkan lagi.

Wiksa bangun dari duduknya, mengambil langkah cepat menuju perpustakaan. Pemuda itu tak menghiraukan panggilan si ketua pelaksana. Hatinya meminta tolong agar semua pekerjaan tidak Ia lakukan sendirian. Ia sudah cukup lelah sebagai wakil sekretaris.

Pintu ruangan dibuka dengan gertakan, Santoso muda mengambil langkah maju ke depan meja yang diduduki oleh seorang pemuda yang sibuk dengan benda pipih pada tangan kekarnya. Rupanya kesal kala panggilan yang dia layangkan tak dijawab oleh tujuan.

Wiksa mengetuk meja kayu usang di depannya, "Kak, gue mau minta waktunya bisa?"

Sang empu menoleh, dapati presensi yang sedari tadi Ia coba layangkan panggilan. Alisnya mengerut sempurna saat Wiksa ucapkan kosa kata terakhir, "Tolong."

"Oke, duduk." ujarnya.

Wiksa mengambil duduk dengan suasana hati yang sangat tidak nyaman sekarang. Cakapnya terasa kelu. Rentetan kata yang Ia atur sedemikian rupa selama kurang lebih 3 jam lamanya seakan sirna.

"Kenapa, Sa?" tanyanya.

"Oh- iya." Ah, persetan dengan gengsi. "Jadi gini Kak Steven, gue kayaknya overjob deh ini. Udah pusing banget. Jadi bisa tolong oper job berikutnya ke sekre inti aja? Gue juga awalnya di kepanitiaan diesnat cuma jadi wakil sekre. Bisa ga?" ujar panjang lebar Wiksa.

Hening merenggut kesadaran Wiksa. Udara seakan sangat sedikit sekarang, raut keras wajah kakak tingkat sekaligus ketua pelaksana di depannya seakan menjadi buaian belaka. Terasa seperti fiksional. Wiksa memang bukan seseorang yang pandai dalam hal seperti ini. Menjadi introvert sungguh sulit, pikirnya. Sesekali Ia ingin menjadi seperti Satria, atau Rachel yang seakan tidak memiliki rasa takut akan apapun. Pukul saja Wiksa, seharusnya Wiksa tau bahwa Ia tidak akan pernah bisa memegang semua pekerjaan ini sendiri.

"Ohh, lo harusnya bilang dari awal kalo keberatan. Gue minta maaf ya,"

Jawaban yang tidak pernah Wiksa pikirkan. Sungguh dari semua kemungkinan terburuk dari yang terburuk yang pernah Ia pikirkan, ternyata solusi utamanya adalah hanya butuh komunikasi.

"Gue juga susah ini mau ngasih sekre inti job, soalnya mereka lagi fokus di bagian sponsorship, makanya inside job gue kasih ke wakil. Wakilnya kan ada lo sama Aulia kan. Nah udah gue bagi sama rata tapi ternyata masih kebanyakan ye?"

Steven membawa kepalanya bersandar pada topangan tangan, terlihat memikirkan satu dua hal yang sesungguhnya lebih memusingkan.

"Kalo divisi keamanan, mereka masih free kan?" tanya Wiksa yang di jawab dengan anggukan saja. "Nah jobdesc estimasi peta biar mereka yang ambil, koordinir sama humas dan acara. Nah sekalian ini buat estimasi susunan acara biar div acara koordinir sama humas juga, terus list sponsorship biar diambil sama divspon. Gue sekarang nyusun proposal anggaran kagak di acc mulu kak soalnya." saran Wiksa.

IRONI dari SEMESTA | ATEEZ ffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang