Nyonya Rachel sudah meninggalkan rumah Leo yang megah pagi tadi, hubungan beliau dan sang putra tunggal yang tak harmonis menjadi penyebabnya. Tinggal dirumah Leo tentu bukan hal yang menyenangkan, sisa waktu sebelum kepulangannya ke Prancis besok hari dia memilih menginap di hotel saja. Lagipula tujuannya datang ke Indonesia seorang diri telah tercapai. Sekarang saatnya kembali kepelukan suaminya.
Tidak ada satupun dari keluarga beliau yang meminta wanita lebih dari setengah abad itu untuk menetap lebih lama dirumah –selayaknya keluarga manapun yang tak rela Mama/Neneknya pulang cepat dari rumah mereka. sikap Leo tentu tak mengherankan, tapi nyatanya Vero dan Varo melakukan hal yang sama, ya Varo sudah pulang dari rumah sakit walaupun masih belum boleh beraktifitas.
Melihat Nyonya Rachel, Kara hanya bisa berharap tak diperlakukan serupa oleh anak-anak dan cucu-cucunya kelak.
"tante punya Oma ?", Varo menatapnya saat dia menyelimuti anak itu saat jam sudah menunjukkan waktunya tidur malam. Vero yang tidur di ranjang yang berbeda juga menatap padanya dengan raut antusias.
"Oma tante udah meninggal sebelum tante lahir", jawabnya kemudian tersenyum. "sekarang saatnya tidur ya", kepalanya mengusap-usap kepala Varo sambil berucap doa agar anaknya lekas sehat seperti semula.
"selamat malam, tante", Varo berucap pelan dan tersenyum.
Kara menghidupkan lampu tidur yang berada diatas nakas. Kemudian pergi meninggalkan kamar putra kembarnya setelah mematikan lampu penerangan dikamar mereka.
Saat menuju tangga yang menghubungan lantai dua dan lantai dasar rumah mewah ini, Kara melihat Leo yang berada di pertengahan tangga, berhadapan dengannya.
"mereka sudah tidur ?"
"Baru saja Tuan", Kara berucap sopan, kemudian menundukkan kepalanya, "saya permisi", ucapnya sebelum melanjutkan setiap langkah kakinya, melewati Leo, dan berlalu menuju kamarnya.
***
Pagi-pagi Kara menemani Bik Mir, Mbak Sari dan dua orang pembantu lain di dapur. Karena memang belum waktunya anak-anak dibangunkan dari tidur mereka. memperhatikan pekerjaan dapur adalah hobinya sejak kecil.
"Mbak Kara ini cantik kok mau jadi Baby Sitter sih, Mbak ?" itu adalah Laksmi, umurnya 20 tahun, satu kampung dengan Bik Mir, dan sepertinya perempuan itulah yang merekomendasikan Laksmi untuk bekerja di rumah ini.
"iya, kenapa nggak jadi artis aja sih, Ra ?", Mbak Sari ikut-ikutan dalam pembicaraan.
Kara hanya tersenyum. "Saya sih kerja apa aja, Mbak. Yang penting halal"
"Kata Mbak Sari kamu udah pernah nikah ya, Ra ?", dan ini adalah Mbak Ayu, umurnya hanya 3 tahun diatas umur Kara.
Kara bersikap sesantai mungkin, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Kok bisa cerai, Ra ? Mbak juga janda Lo Ra. Di tinggal selingkuh", Mbak Ayu berucap santai seolah itu bukan masalah besar baginya. Padahal biasanya wanita paling sensitive dengan permasalahan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Hope
RomanceKara menangis sesenggukan. Tahu bahwa dia takkan pernah bertemu dengan anak-anaknya. Tahu dia takkan pernah melihat mereka. Tahu bahwa dia tidak bisa memberikan ASI setidaknya untuk satu kali saja. Dia tidak tahu wajah anak-anaknya, juga nama mereka...