Belum sempat mengatur napas, dentuman besar mengguncang seluruh Kulipa. Tanah-tanah retak dan menganga lebar. Zarch tidak bisa menjaga keseimbangannya. Ia terperosok ke dalam tanah yang retak.
"Zarch!" teriak Aro kaget.
"Aku baik-baik saja." Zarch mengacungkan jempolnya.
Angin yang panas menyengat, terasa memasuki pori-pori kulit. Aro meringis kesakitan. Badannya terasa terbakar. Dentuman keras terdengat sekali lagi, tepat saat itu Aro memilih menjatuhkan dirinya ke dalam tanah yang retak.
"Aro! Kamu kenapa?"
"Aaakh! Badanku panas, Zarch! Aku sudah tidak kuat menahannya!" Aro menangis kesakitan.
"Duaaar!"
Cahaya menyala terang, diikuti embusan api yang menjilat-jilat ke seluruh kota. Zarch dan Aro meringkuk. Mulut mereka tak henti-hentinya berdoa, meminta keselamatan kepada Tuhan. Terdengar suara ledakan bersahutandi mana-mana.
Sepuluh menit kemudian, semua kekacauan itu usai. Zarch dan Aro mencoba mengintip. Semua tempat terbakar. Hutan, rumah, bahkan pabrik. Tak menutup kemungkinan manusianya ikut terbakar dan meleleh.
"Sebaiknya, kita segera pergi, Aro. Lihatlah. Perisai itu perlahan menghilang. Ini kesempatan kita," seru Zarch.
Ia membantu Aro berdiri. Perlahan menuruni bukti dan menuju gerbang perbatasan jalan Kota Kulipa dan Melawa.
Tak ada siapapun, bahkan relawan dan tentara pun tidak ada yang datang. Perisai itu, kini telah benar-benar hilang, tandanya kondisi tak terlalu berbahaya.
Di sepanjang perjalanan, mereka berkali-kali menemukan orang-orang bergelimpangan. Wajah mereka yang sudah hancur tidak dikenal akibat melelh terbakar. Zarch menatap iba dan tak tega keitka melewati mayat seorang ibu yang tengah memeluk bayinya. Ada juga seorang ayah yang terlihat sedang melindungi keluarganya. Pemandangan yang mengerikan, sekaligus mengharukan.
Cukup lama berjalan, mereka sampai di gerbang perbatassan jalan Kota Kulipa dan Melawa, tempat mereka diusir sebelumnya.
"Sebentar. Aku akan mencari kendaraan yang bisa kita naiki. Di luar perisai ini, parti tidak akan terkena ledakan, bukan? Jaid, tunggulah sebentar," Zarch pergi mencari kendaraan bekas tentara yang terlantar.
Sembari menunggu, Aro duduk termenung.
"... tentara itu ... inign membawaku ke Shelter, kan? Berarti, masih banyak orang yang selamat!" gumam Aro kemudian ia beranjak menuju Shelter.
Baru saja membalikkan badan, Aro dihadang oleh mobil Jeep yang besar dan diselimuti kerangka besi yang kuat. Aro mendongak. Ia siap untuk lari sebelum tentara-tentara itu mencoba untuk menangkapnya lagi. Jendela mobil tersebut perlahan terbuka.
"Aro, apa yang kau lakukan? Mau pergi ke mana? Kita harus cepat ke Melawa, sebelum kondisi semakin buruk!" Ternyata itu Zarch.
"Dasar kau ini! Mengejutkanku saja!" Aro menendang ban mobil itu.
"Ikut aku ke Shelter, speertinya di sana masih ada orang yang selamat," ungkap Aro.
Zarch mengangguk.
Bergegas Aro menaiki mobil dan menuju Shelter. Sekitar tujuh menit, mereka sampai di sana. keadaan aslinya tak seperti yang Aro bayangkan. Shelter itu hangus terbakar, bahkan keadaannya lebih buruk dari itu. tak ada kemungkinan untuk selamat di dalamnya. Jika pun ada, pastilah hanya sebuah keajaiban yang bisa menolong mereka untuk bisa bernapas, melihat, dan berjalan untuk sementara, sebelum mereka tiada. Sebab, racun radiasi dari perisai telah menyebar ke seluruh organnya dan menghancurkannya hingga tak dapat berfungsi kembali.
"Astaga. Hal ini lebih buruk dari dugaanku," gumam seorang relawan Kulipa yang ingin berubah statusnya menjadi korban.
"Ini ... seperti genosida," sontak Zarch melihat Aro.
"Kenapa, salah,kah?" selidik Aro.
"Tidak. Hanya saja, yang kutahu, Raja Andreas tidak akan membenarkan kejahatan seperti itu terjadi di Negara Tora," jelas Zarch.
"Benarkah? Tidakkah kamu merasa ganjil dengan semua kejadian ini? Aku berani bertaruh nyawaku. Aku yakin, alat yang kutemui itu adalah bom magnet. Dan, meteor itu adalah bom juga. Kemudian, perisai. Jika memang perisai ini mengeluarkan radiasi, seharusnya pihak keamanan Negara Tora sudah memperbaikinya, bukan? Mereka pasti tahu perisai yang beigini akan memperburuk kondisi rakyat. Evakuasi saja terlambat. Mereka sengaja melakukannya, kau tahu," jelas Aro santai. "Aku tak se-awam itu. aku lulusan sekolah Astronomi. Aku tahu ciri meteor asli dan yang bukan," imbuhnya.
"kau tak perlu sepanik itu, kondisimu juga sedang tidak baik-baik saja. Aku tahu penyebab aku semakin buruk. Radiasi - Aakkh!- bukan peran utama, tapi alat ini..".
Aro melepas pelindung tangan buatan yang Jion buat. Tangan lelaki itu membiru, dan urat nadinya terlihat.
" Jion berhasil menipuku! Untuk mengenakan alat busuk ini!", ia membuang alat tersebut sembarangan. " Aku tidak butuh itu! Sudah kubilang tanganku baik-baik saja!".
" Berarti...selama ini tanganmu masih bisa berfungsi dengan baik?", Zarch memastikan.
" Tentu saja. Tapi Jion dan Astria memaksakku, hasil dari X-Ray juga sudah membuktikkannya!", tegas Aro.
" Benarkah? Aku tidak tahu kebenarannya, aku hanya mengikuti perintah Jion sebagai pemimpin tim. Aku minta maf...". [inta Zarch. Aro mengangguk.
Pandangan Zarch fokus ke depan, rambut belah tengahnya terhempas oleh angin saat menyetir. Aro menatap lekat Zarch, " Hei Zarch, kau terlihat seperti Ayahku dari belakang", Ungkap Aro. Zarch tertawa, setidaknya suasana disini tak begitu menegangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Tora: Unlocking Your Inner Strength
FantasíaTragedi bertubi-tubi yang Aro dan Astria alami, tak membuat mereka jatuh dalam kesedihan. Setelah desa pedalaman di Provinsi Itya hancur, mereka memutuskan untuk kembali ke Kulipa dan mencoba untuk menenangkan diridengan berlibur ke Melawa. Sangat t...