● Bab 7 - Kebersamaan

2 0 0
                                    

Astria menatap langit dari jendela. Di geudng tinggi BSEKUM ini, langit terlihat lebih indah dari atas. Ini sudah sore, tetapi belum ada kabar Aro dan Zarch dari Jion. Sudah tiga hari berlalu.

Jika benar tidak ada kabar, apakah itu artinya Kak Aro dan Zarch tidak selamat?

Berbagai pikiran buruk menyelimuti Astria. Matanya merah. Sudah dua hari ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap kali terlelap, ia pasti mengalami mimpi buruk. Aefon bahkan sering kaget oleh igauan kakaknya.

Apakah terjadi sesuatu yang buruk padamu, Kak? Aku merindukanmu di sisiku.

Seseorang mengetuk pintu kamar Astria. Ia terperanjat dan membuyarkan diri dari lamunannya. Ia bangkit untuk membuka pintu. Langkahnya gontai. Ia benar-benar kurang istirahat. Keseimbangan pun menjadi taruhannya.

Ia mengintip sejenak dari lubang kecil di pintu, yang memang disediakan untuk melihat keadaan luar kamar.

"Jion?"

Tangannya meraih gagang pintu. "Hai," sapanya dengan lemah.

"Hai. Gimana kabarmu? Kamu sudah coba minum obat dariku?"

"Kurasa obatnya tidak bekerja dengan baik di tubuku. Aku mimpi buruk lagi siang ini. Aku bahkan belum bisa tidur nyenyak sampai sekarang." Perempuan itu melaporkan kondisi terkini.

Mereka tampak diam sejenak. Keheningan membelah waktu mereka beberapa detik.

"Boleh aku masuk?" Jion akhirnya memecah kecanggungan itu.

"Ah, iya. Maaf. Aku sampai lupa mempersilakanmu masuk. Maaf, aku sering kehilangan konsentrasi akhir-akhir ini." Tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kemarilah." Astria membuka pintunya lebih lebar dan mempersilakan Jion masuk.

"Aefon sedang istirahat, ya?" Jion mengajukan pertanyaan retoris. Jelas-jelas matanya melihat Aefon yang tengha tertidur pulas di kasur putih bersih milik BSEKUM.

"Iya," jawab Astria singkat. Ia tidak tahu harus menambahi kata-kata apa lagi. "Jion, bagaimana kabar terbaru tentang Aro dan Zarch?" Ia langsung to the point. Mungkin, informasi itulah yang bisa mengusir kekalutannya dan menjadikan perempuan berwajah kusut itu ceria kembali.

"Tidak ada informasi apapun tentang Aro dan Zarch, Astria. Kami sudah berusaha melakukan pencarian yang terbaik. Semoga alam segera memberikan kabar baik tentang mereka."

Selalu begitu. Jion menjawab dengan format yang sama. Astria menghela napas. "Baiklah." Lagi-lagi, hanya itu kata-kata yang bisa keluar dari tenggorokannya.

"Sambil menunggu Aro datang, Aefon membutuhkanmu. Kamu pasti butuh energi untuk itu. Aku membawakanmu makanan." Jion meletakkan rantang makanan. Perlahan, ia membuka dan meletakkannya satu per satu di atas meja. "Makanlah."

"Terima kasih, Jion. Kau sangat baik. Omong-omong, telur setengah matang ini terlihat sangat lezat. Kau tidak sengaja membawakannya atau memang tahu kalau itu adalah kesukaanku?"

"Saat tadi memilih menu, aku teringat saat di Kulipa. Kau makan dengan sangat lahap saat lauknya telur. Padahal, kamu tidak pernah sebegitu bersemagatnya ketika makan dengan lauk lain. Jadi, kupikir kamu akan makan dengan lahap telur ini."

Astria tersipu malu. Bagaimana mungkin ada seseorang yang memperhatikan aktivitasnya. Apakah aku makan dengan benar saat itu? Atau jangan-jangan penuh belepotan? Ah, itu sangat memalukan.

"Astria?" panggil Jion pelan.

"I-iya." Astria terlihat gugup. Ia baru menyadari dirinya baru saja melamun lagi.

Menyadari konsentrasi lawan bicaranya kurang fokus, Jion langsung tanggap. "Baiklah, aku ambilkan sendok, ya." Tubuh atletisnya langsung sigap mengambil sendok di kamar.

About Tora: Unlocking Your Inner StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang