Happy reading:)
"Kau mau membantuku?" Tanya pemuda itu balik dengan sorot mata tanpa binar yang menyiratkan sesuatu.
Sembari menjawab Jeno tersenyum, "tentu, ayo masuk dulu."
Pemuda itu melangkah masuk kemudian duduk atas titah si pemilik rumah. Seperti sebuah kewajiban Jeno menghidangkan secangkir teh hangat di hadapannya. Si pemuda lantas meminumnya perlahan. Cairan hangat dengan manis yang tak kentara itu mengalir di tenggorokannya, mengakibatkan tubuhnya tak sedingin tadi.
Mata Jeno tak lepas dari memperhatikan pelanggan keempatnya itu. Tubuh kurus, wajah suram, kulit yang sedikit pucat, baju yang kusut, dan mata kelam tanpa binar, sungguh menggambarkan jika pemuda itu mengalami hal yang sulit untuk bertahan.
"Musim gugur tak bisa diremehkan, kau seharusnya menggunakan mantel atau jaket." Ujar Jeno.
Pemuda itu menatap ke arah Jeno tanpa ingin menanggapi. Alhasil Jeno jadi sedikit gugup karena ditatap lama-lama dengan tatapan suram. Lantas Jeno mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Namaku Lee Jeno, dan kau?"
"Namaku Mark." Jawab pemuda bernama Mark tersebut seraya menyambut tangan Jeno.
Dingin dan kasar. Berbeda dengan tangan milik Jeno yang hangat. Entah kenapa ia merasa terenyuh akan sosok Mark ini.
"Apapun masalahmu aku akan membantumu Mark, jadi kau bisa cerita sekarang."
Mark menghela napas sebelum berbicara. "Apa yang akan kau jika telah melakukan dosa besar?"
Walau terkejut mendengar itu, Jeno kini menatap penuh arti manik Mark.
"Kau ingin aku menghakimimu?"
Tak ada yang lucu tapi Mark tertawa kecil, tawa kecil yang terasa pahit.
"Tiga tahun yang lalu aku melakukan dosa besar, dosa besar yang membuat hidupku yang hancur ini semakin hancur."
Diam-diam Jeno merasa gugup dan takut terhadap ucapan Mark selanjutnya.
"Aku-- aku telah membunuh adikku."
Raut Jeno tak berbohong jika ia merasa terkejut. Hatinya semakin terenyuh mengetahui fakta yang membuat wajar keadaan Mark sekarang.
"Maka dari itu, bukankah aku tak pantas hidup layak? Walaupun hanya untuk memakai mantel."
Setelah cukup lama diam dalam keterkejutannya, Jeno kembali menatap kedua mata Mark lalu berucap, "kau tak mau membagi cerita hidupmu yang hancur itu?"
Jeno melanjutkan ucapannya, "aku beranggapan jika kau tak pernah cerita apapun sebelumnya pada orang lain, jadi kau mau bercerita padaku?"
Mark menurunkan pandangannya, memperhatikan tangannya yang bertekstur kasar. Lantas ia menghela napas sebelum memulai ceritanya.
"Waktu itu adalah hari kelulusanku pada masa SMP. Orang tuaku ada di Canada dan seharusnya sebelum acara sudah sampai tapi hingga acara selesai orang tuaku tak datang-datang."
"Aku mengira jika mungkin mereka menungguku di rumah sebagai kejutan, jadi aku pun pulang bersama adikku. Nyatanya di rumah mereka tak ada, karena itu aku menjadi kesal dan berusaha menelepon mereka tapi panggilanku tak ada satupun yang dijawab."
Jeno terus menyimak cerita Mark tanpa ingin menyela.
"Adikku yang menonton TV menyalakan saluran berita, pembawa berita mengatakan jika pesawat tujuan Canada-Korea mengalami kecelakaan yang mengakibatkan pesawat itu jatuh ke laut."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Smile | NCT Dream ✓
Fiksi PenggemarMereka datang untuk menceritakan masalah mereka kepada Jeno. Jeno tidak pintar tapi pikirannya yang terbuka mampu memberikan solusi. Lantas mereka berterima kasih dan berteman dengan Jeno. Tapi kenapa tak ada satu pun dari mereka yang menanyakan apa...