Bab 1 : Cafe Serendity

161 12 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

MINGGU pagi sejatinya adalah pagi yang menenangkan untuk beberapa orang, terutama untuk para pekerja yang mencoba menikmati hari libur setelah lima atau enam hari bekerja. Pagi dimana ketenangan harusnya menyelimuti dan membuat sebagian orang lebih memilih menarik selimut dan melanjutkan tidur panjangnya.

Namun hal itu tak pernah bisa di rasakan oleh Lavina. Gadis 25 Tahun itu selalu mendapat gangguan ketika mencoba menikmati pagi di hari libur kerjanya. Suara Rita—Ibundanya— bagaikan alarm di medan perang yang mengharuskan setiap personil beranjak dari tidurnya tanpa ada waktu untuk merenggangkan tubuh atau sekedar menguap menghilangkan sisa-sisa kantuk dalam dirinya.

"Lavina, bangun sayang! Kamu hari ini harus ketemuan sama anaknya temen Ayah! Jangan bikin dia nunggu!" Teriak Rita dari arah dapur yang sangat terdengar jelas sampai kamar Lavina yang letaknya berada di lantai dua. Teriakan Rita memang tak ada bedanya dengan toak masjid yang jangkauannya bisa sampe berkilo-kilo meter jauhnya.

"Iya, Bun. Ini Lav bangun," balas Lavina dengan kantuk yang masih menyerang. Ah iya, gadis itu memang melupakan satu hal tentang hari ini. Ia harus bertemu dengan anak teman Rudi—Ayah Lavina— untuk membahas satu hal yang Lavina sendiri tidak tahu pembahasan penting apa yang membuat dirinya harus dilibatkan dalam pertemuan ini.

Dengan langkah gontai, Lavina meraih handuk lalu berjalan menuju kamar mandi. Rudi berpesan, hari ini ia harus berpenampilan cantik untuk bertemu dengan keluarga Salim —teman Rudi— padahal kan, Lavina memang selalu tampil cantik setiap hari. Tidak perlu ada nasihat seperti itu, atau Rudi meragukan kecantikan puteri nya?

10 menit setelah bersiap, kini Lavina sudah duduk di ruang makan. Orangtuanya serta adik perempuan berumur 12 tahun itu sudah menunggu Lavina yang hari ini sedikit terlambat datang ke ruang makan.

"Pagi semua," sapa Lavina dengan senyum sumringah. Gadis itu memakai blouse pink kesukaannya.

"Lama banget sih, Kak. Habis ngapain sih?" oceh Acha—Adik Lavina— karena sarapannya harus di tunda untuk menunggu kakaknya datang ke ruang makan.

"Ya habis mandi lah, terus dandan biar keliatan cantik, Kakak kan mau ketemuan sama anaknya temen Ayah."

Acha memutar bola mata jengah, "Cantikan juga Acha kemana-mana."

Lavina menatap sinis adiknya itu, "Iri bilang bosss!"

Acha balik menatap tajam kakaknya hendak menantang.

"Sudah, sudah. Pagi-pagi malah berantem. Ayo sarapan," lerai Rita pada kedua anak gadisnya yang hampir setiap hari terlibat adu mulut.

"Oh iya, Yah. Kalo Lav boleh tau, nama anaknya temen Ayah siapa? Terus umurnya berapa?" Tanya Lavina di sela-sela ia menyiduk nasi di atas piringnya, serta mengambil beberapa lauk untuk teman makan.

"Namanya Anrez, Lav. Umurnya 26 Tahun. Satu tahun lebih tua dari kamu," jawab Rudi.

Sendok yang sudah melayang dan siap masuk ke dalam mulut Lavina tertahan. Mata gadis itu membulat. Apa kata ayah tadi? Anrez?

Married With Ex-BADBOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang