Menyakiti diri sendiri adalah jalan tenang

369 20 5
                                    

Hai?
Jangan lupa vote dan komen ya
Gomayoo

-
-
-
-

Di suatu kamar yang remang, hanya ada satu cahaya yang terlihat paling terang yaitu lampu belajarnya. Jam sudah semakin berdetak kencang, jarum pendek pada jam dinding itu sudah menuju angka tiga yang artinya empat jam lagi pagi benar-benar menyambut, tapi dia belum sempat tertidur. 

Sudah berapa jam dia duduk di depan meja belajarnya tanpa berminat untuk pindah ke atas kasur lalu merebahkan dirinya?

Sudah berapa jam otaknya di ajak berpikir tanpa di suruh untuk beristirahat sejenak?

Sudah berapa jam matanya terus menatap pada buku-buku tebal di hadapannya?

Ia tidak di ijinkan untuk mengisi energinya. Sebab kamera kecil yang di pasang di kamar terus memantaunya. Pintu kamarnya di kunci dari luar, hapenya di rampas lalu di sembunyikan, seolah tidak ada yang boleh mengganggu konsentrasinya. Hanya ada satu piring nasi yang belum ia sentuh sama sekali. Dunia memang jahat. Ia di biarkan tersiksa tanpa jeda.

Buku-buku nya sudah basah oleh air mata yang sejak tadi berjatuhan, ia tidak lagi peduli apakah besok matanya akan sembab atau tidak. Pemuda itu terus menulis di bukunya, semakin cepat sampai-sampai bukan lagi untuk mencoret rumus-rumus melainkan coretan abstrak yang tak tentu arah.

Tangannya gemetar, pulpen dalam genggaman ia pegang erat, mengeluarkan segala kemarahannya yang tertahan sampai ketika buku itu sobek, ia langsung melempar pulpen itu dengan kasar dan menutup telinganya.

"ARGHHH ANJING." Peralatan sekolah apa saja yang berada di atas meja belajarnya ia lempar dengan kesal. "Semua orang kayak anjing."

Ia berdiri dari duduknya untuk kemudian berjongkok sambil memeluk lututnya dan menangis kembali.

Siapa yang tidak capek di kurung dan di suruh belajar 24 jam nonstop? Otaknya juga lelah. Tapi ia tidak bisa membantah.

Cowok itu terus memeluk dirinya, sesenggukan menangisi kehidupannya yang sangat jauh dari kata baik, tapi begitu bolehkah dia iri dengan teman-temannya? Kuku-kuku di jemarinya ia tekankan ke lutut sampai sebuah darah kecil mengalir dari sana, alih-alih kesakitan justru ia malah tertawa senang.

Terkadang menyakiti dirinya sendiri adalah jalan untuk membuatnya tenang.

Lalu seakan belum puas, ia menggigit telapak tangannya---tidak sampai berdarah karena ia merintih tapi tidak bertahan sampai disitu, ketika ia bangun dan meraih buku yang sangat tebal di atas meja lalu ia pukulkan ke atas kepalanya sendiri.

"Bego bego lo bego," ujarnya semakin kencang memukul buku tebal itu, tidak menghiraukan rasa pusing yang tiba-tiba menjalar keseluruh kepalanya. "BEGO ANJ. JEINO JUGA BEGO. SEMUA BEGO."

Bugh

Dia menjedotkan kepalanya di kaki kursi, dan tertawa kecil sebelum akhirnya tubuh nya ambruk begitu saja di lantai.

Dia pingsan.

Namun ketika pagi datang, dia tetap bangun seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ia lekas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setidaknya ia akan tenang jika pergi ke sekolah daripada terus mengurung diri.

"Maaf..."

Pemuda itu terpaku ketika pintu kamarnya terbuka, Mendapati seorang wanita dengan mata sembab, rambut yang acak-acakkan juga pakaian yang seperti tidak di ganti, berdiri mematung dengan suara yang gemetar.

"Maaf..."

Cowok itu tersenyum kecil, lalu meraih tubuh wanita itu dan memeluknya dengan erat.

"No... Aku yang minta maaf udah ngecewain." karena percuma aja maaf itu bakal selalu keulang. Aku capek.

Tujuh GenggamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang