Malam ini para penghuni mansion Torricely berdatangan satu per satu. Dari mulai Max si kepala keluarga, lalu disusul Sean dan Marchell terakhir Vorxe yang masih dengan seragam sekolahnya. Pemuda itu tidak langsung pulang sepulang sekolah, dia mampir untuk bermain bersama teman-temannya. Lagipula Max tidak melarang. Pria itu membebaskan putranya. Selagi masih mematuhi aturan keluarga.
"Jo, dimana Sherapphine? " Max bertanya kala melihat bodyguard yang dia beri tugas khusus mengawasi bungsunya itu turun membawa beberapa piring kosong yang dia tebak bekas putra bungsunya makan.
"Tuan muda baru saja menyelesaikan makan malamnya Tuan, sekarang sedang membaca buku, " jelas Jonathan seraya menunduk sopan pada Max dan tiga putranya. Mendengar jawaban memuaskan Max menyuruh Jonatan kembali pada pekerjaannya.
"Apa kalian memikirkan apa yang Daddy fikirkan? " ketiga putranya itu mengangguk mantap. Hanya lewat tatapan seolah mampu menyampaikan apa yang ada di fikiran mereka masing-masing. Torricely memang tidak bisa diremehkan. Maka dari itu mereka membenci keberadaan Asher karena anak itu terlalu lemah dan cengeng, tidak pantas menyandang marga Torricely di belakang namanya. Namun melihat perubahan ini membuat mereka mengubah pandangan terhadap Asher. Entahlah mereka akan memantau yang terjadi kedepannya.
"Vox, awasi dia selama di sekolah. Sean, Marchell kalian pasti tahu apa yang harus kalian lakukan! " ucapan yang keluar dari mulut Max seolah titah mutlak bagi siapapun. Max tidak menyukai bantahan, dia tidak akan segan melenyapkan siapapun yang berani menentang ucapannya.
Terdengar kejam namun itulah Torricely. Seluruh keturunan Torricely sama kejamnya. Siapapun akan memilih mundur jika berhadapan dengan salah satu dari mereka.
. ☘️☘️☘️ .
Pagi sudah kembali, si bungsu Torricely kini sudah siap dengan seragam sekolahnya. Sudah dia bilang bukan, dia akan menikmati kehidupannya kali ini. Bermalas-malasan dengan semua yang dimiliki keluarganya. Dia mengabaikan tujuan pemilik tubuh ini. Dia bertekad menciptakan alur sendiri. Lagipula tubuh ini sekarang miliknya. Dia bebas melakukan apapun.
Dengan rambut yang diikat rapi mengekspos wajahnya yang menawan dan nampak lebih berseri. Menggendong tas branded berisi buku-buku pelajaran anak itu turun lewat lift dengan Jonathan yang setia mengikutinya dari belakang. Dia bukan tipe orang yang akan memberontak. Pribadinya cenderung tenang. Dalam kehidupannya dulu dia hanyalah pemuda introvert yang hobi tidur.
Tanpa sapaan dia duduk di antara keluarga nya ini. Memulai sarapan dengan tenang mengabaikan tatapan tajam yang mengarah padanya. Dia terlalu malas buang-buang waktu untuk meladeni para Titan di hadapannya. Lebih baik mengisi perutnya yang sudah meronta minta diisi.
"Kak Asher! " Asher menoleh dengan malas ke sumber suara. Dia tidak buta, dia melihat pemuda asing yang bergelayut manja di pangkuan Max. Namun seperti tujuan Awalnya, dia hanya ingin hidup tenang menikmati kekayaan keluarganya ini. Jadi dia menolak peduli dengan hal hal yang menurutnya tidak penting.
"Kak Asher jika ada orang memanggil itu dijawab, jangan diam saja tidak sopan kan Daddy? " Hafsa Saparras anak dari panti asuhan yang berhasil menarik perhatian Max. Hingga nekat membawanya pulang. 3 tahun lalu anak itu menginjakan kaki di mansion ini dan disebut sebut sebagai bungsu Torricely. Katakan keluarga Asher ini munafik. Menjadikan Asher bayang-bayang dengan alasan lemah dan cengeng namun malah memungut anak manja itu.
Anak itu baru pulang dari mansion kakak kedua Max, istri dari kakaknya itu begitu menyayangi anak itu. Dan Asher yang asli berkali-kali menjadi korban kelicikan anak itu. Namun kini dia bukanlah Asher yang dulu, dia tidak mau repot berurusan dengan orang manipulatif seperti Hafsa. Dia ingin hidup tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞
Teen FictionPernah mendengar soal transmigrasi jiwa? Mungkin itulah yang dirasakan seorang pemuda yang kini menempati tubuh seseorang yang kehidupannya seperti figuran? Bayang-bayang yang dianggap angin lalu dan tidak pernah nampak keberadaannya. Tapi sepertiny...