Tidak seperti dugaannya, Lennan tidak sedekat itu dengan Vorxe. Keduanya masih sama. Berat sebelah. Lennan yang gencar mendekat dan Vorxe yang sigap menghindar. Puncaknya adalah hari ini. Dimana pemuda manis itu dipermalukan di tengah kerumunan. Tepatnya karena ulah dia sendiri. Yang dengan nekat menyatakan ketertarikannya pada juniornya itu. Vorxe yang berada di ambang batas kesabarannya meledakan amarahnya. Mengeluarkan kata-kata yang selama ini dia tahan mati-matian. Membuat pemuda manis itu menangis tersedu-sedu di iringi desas-desus miring para mahasiswa yang menonton. Namun, Vorxe tidak peduli.
Sejak dulu dia paling anti dengan orang asing. Apalagi orang yang terang-terangan mendekatinya dengan maksud lain. Dia tidak berminat menjalin hubungan dengan siapapun saat ini. Karena menurutnya terikat dengan satu hubungan membuatnya tidak akan bisa bergerak bebas. Vorxe yang membenci siapapun yang berani mengaturnya.
Langkah tegasnya dia bawa menjauhi kerumunan. Emosinya benar-benar meledak, namun belum sepenuhnya. Urat-urat di sekitar lehernya tercetak jelas dengan kepalan tangan yang siap melayang pada siapapun yang menghalanginya. Netranya menggelap tanda dia benar-benar dikuasai oleh emosi.
Asher sendiri dibuat kelimpungan kala mendengar kabar sang kakak terlibat keributan. Tanpa memikirkan apapun lagi anak itu berlari ke gedung universitas sang kakak. Mengabaikan setiap pasang mata yang menatapnya heran.
Nafasnya terenggah,dia menatap kerumunan namun tak mendapati sang kakak. Membuat kekhawatirannya menjadi-jadi. Hingga tanpa sadar langkahnya dia bawa ke bagian atas gedung. Tepatnya rooftop. Dan helaan nafas lega terdengar saat mendapati sosok kakaknya disana.
Suara hantaman benda keras tak membuatnya gentar, tumpukan bangku kayu yang tua dan tersusun rapi sudah hancur berserakan. Tentu saja ulang kakaknya itu. Kemarahan Vorxe adalah yang paling dia hindari. Karena marahnya yang paling tak terkendali. Begitu Max mewanti-wanti.
Asher benjengkit kaget saat potongan kayu mengarah ke dekatnya. Beruntung tidak mengenai tubuhnya. Nampak Vorxe yang masih melampiaskan amarahnya. Asher menghela nafas panjang sebelum memutuskan mendekat. Memeluk tubuh tegap Vorxe dari belakang. Membuat pemuda itu sempat berontak namun kala mencium aroma parfum familiar gerakannya terhenti. Mereka diam cukup lama hingga isakan sang adik menyadarkannya. Dia buru-buru beebalik dan merengkuhnya dengan erat.
"Maaf," lirihnya pelan. Tangannya mengelus lembut punggung sempit adiknya. Mengecup puncak kepalanya dengan terus menggumamkan kata maaf.
Asher melerai pelukannya terlebih dahulu. Meraih jemari sang kakak lalu dia arahkan untuk duduk di sofa usang. Vorxe menurut tanpa bersuara. Menatap dalam diam sang adik yang berjongkok di hadapannya. Meraih air mineral dan membasuh tangan Vorxe yang terluka. Mengoleskan obat antiseptik dengan telaten lalu menutup lukanya dengan plaster bergambar dinosaurus. Beruntung dia membawa tas nya karena memang sudah jam pulang.
"Kakak, jangan sakit." lirihnya pelan, anak itu menunduk dalam dengan bahu yang bergetar. Vorxe menarik dengan sigap memeluk adiknya kembali. Adiknya kembali menangis, tanpa suara hanya isakan pelan yang begitu melukai hati. Biasanya tidak begini. Sepertinya kali ini Vorxe begitu melukai hatinya.
"Maaf, maafkan aku." Asher menggeleng ribut, wajahnya mendongak untuk menatap sang kakak yang juga tengah menatapnya. Iris keduanya bersitatap. Ada yang berbeda dengan tatapan itu dan Vorxe tidak tahu apa itu. Membuat seketika merasa takut.
Tangannya diraih oleh sang adik, Vorxe masih diam saat jemarinya dikecup bergantian. Membuat senyuman samar teebit di wajah Vorxe.
"Pain Pain go away~" Vorxe terkekeh pelan mendengar nyanyian singkat anak itu. Dibawanya tubuh mungil itu untuk ia dekap lebih erat.
"Kita pulang?" tanya Vorxe yang disambut anggukan anak itu. Akhirnya mereka bergegas untuk pulang. Lengan Vorxe berada dalam genggaman hangat sang adik. Mereka berjalan beriringan tanpa memperdulikan tatapan orang.
Vorxe tidak perduli apapun, selain pada semestanya. Dia mampu jika kehilangan seluruh hartanya tapi tolong jangan ambil semestanya yang ini..
. ☘️☘️☘️ .
"Bedebah! Apa saja kerjamu bajingan!" teriakan murka Max terdengar jelas menggema di ruangan megah ini. Dia tengah berada di markas untuk mengecek beberapa data dan laporan penjualannya di black market namun yang dia dapatkan malah hal yang membuatnya naik pitam.
Senjata khusus yang ditujukan pada kliennya hilang di tengah laut, dan beberapa kebun ganja di negara sebrang miliknya hangus terbakar. Bukan hanya itu tapi senjata-senjata istimewa ciptaannya dicuri oleh penghianat. Dengan berang pria itu melemparkan tumpukan kertas laporan yang baru saja diantarkan orang kepercayaannya.
"Keluar," titahnya mutlak, membuat bawahannya itu beebegas berbalik untuk segera keluar dari ruangan mencekam ini.
Dor!
Baru saja menyentuh gagang pintu timah panas sudah menembus kepalanya. Max meniup santai ujung senjata nya yang baru saja dia gunakan untuk menembak anak buahnya. Dia tidak sebaik itu, ayolah. Memang Max tidak tahu jika salah satu penghianat itu adalah dia.
Dugh!
Kepala yang sudah mengalirkan darah segar itu ditendang begitu saja sebelum Max melangkah keluar. Dengan langkah tegas dan wajah angkuh seperti biasanya. Pria itu melangkah keluar mengabaikan jejak darah dari sepatunya. Para bawahan sekaligus anggota mafianya menunduk serempak. Mereka tahu pemimpinnya tengah marah dan sebisa mungkin mereka menghindarinya.
Max masuk ke salah satu ruangan lain, dan mendapati sosok pria yang berkutat dengan komputer mengatur fokus pada deretan kode yang tak mudah difahami.
"Seth, kau faham tugasmu bukan?" pria yang disebut Seth itu terperanjat sejenak sebelum mengangguk mantap.
"Apa yang kau gunakan?" tanya Max lagi, seraya mendudukan dirinya di pojok ruangan. Memandangi kinerja salahsatu anak buah favoritnya.
"Malware Tuan," sahut Seth dengan mantap membuat Max menyeringai. Dengan santai dia menaikkan kakinya ke atas meja dengan tangan bersedekap depan dada.
"Pastikan dia hancur Seth." pria bernama Seth itu bangkit dan segera mendekati sangat tuan menunjukkan layar laptopnya.
"Saya sudah pastikan malware yang saya kirim dapat menghancurkan seluruh data penting milik perusahaannya. Anda bisa menghitung 24 jam dari sekarang untuk kehancurannya Tuan," jelas Seth dengan senyuman khas nya. Max mengangguk menepuk bahu bawahan setianya itu.
"Lalu kerugianku?" Seth nampak mengangguk pelan lalu mengetikan sesuatu di laptopnya. Max diam menunggu hingga Seth kembali menunjukan layar laptopnya.
"Tidak ada kerugian Tuan, klien dari Spanyol sudah menghubungi kami tentang ketibaan pesanannya. Laporan yang Anda Terima itu hanya Phishing, " jelas Seth lagi seraya menunjukan bukti pesan rahasia yang dikirim kliennya. Max mengangguk, ternyata musuhnya tidak lebih pintar darinya.
"Oh iya Tuan, saya dan Bardha telah melakukan penyisiran anggota. Dan terdapat 7 orang yang terbukti penghianat." Max lagi-lagi merasa bangga dengan Seth. Dia beranjak berdiri membuat Seth dengan sigap ikut berdiri dan menundukkan kepala.
"Aku sudah menyingkirkan mereka, kerjamu luar biasa. Ambil hadiahmu pada Marchell," ujarnya sebelum benar-benar pergi dari sana menyisakan Seth yang tersenyum puas. Ambisinya untuk menjadi anggota terbaik benar-benar terealisasikan.
☘️☘️☘️
Haiyooo
Aku sekalian mau ngingetin.
Cerita ini gak akan aku tambahin unsur bl romantik nya, kaya hubungan atau pacaran gitu karena memang dari awal gak ada niat begitu.🙂
Okay bub see you
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞
Fiksi RemajaPernah mendengar soal transmigrasi jiwa? Mungkin itulah yang dirasakan seorang pemuda yang kini menempati tubuh seseorang yang kehidupannya seperti figuran? Bayang-bayang yang dianggap angin lalu dan tidak pernah nampak keberadaannya. Tapi sepertiny...