6. 🐇 Dobby Demam?🐇

97 11 6
                                    

WELCOME TO KHUMA STORY 🤝

Hm .... Kira-kira udah berapa abad nih, Khuma gak up Dobby-Natalie? Kira-kira ada yang kangen sama kisah mereka berdua gak? Kalau gak ada, ya udah deh gapapa.

Oh iya, terima kasih untuk 1,18k  pembacanya, buat book satu inii ◜‿◝
Maaf juga, soalnya Khuma belum bisa konsisten dalam menulis. Padahal kalau niat mau konsisten udah ada, cuman kadang entah kenapa Khuma tuh menjadikan semua book Khuma buat pelampiasan amarah Khuma.
So, you know lah, seGak konsisten apa Khuma ini 灬º‿º灬

Niat mau diselesaikan bulan Desember, eh, malah tertunda sampai bulan Oktober. Maaf ya teman-teman pembaca Whos's baby

Happy reading 🥕🐇

Natalie duduk di meja belajarnya yang terletak di pojok kamar, tenggelam dalam tumpukan buku dan catatan pelajaran. Tugas sekolahnya menuntut perhatian penuh, dan dia berusaha keras untuk merampungkan sebuah esai sejarah yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Matahari mulai tenggelam, menyisakan langit dengan semburat oranye yang mulai memudar, namun, otaknya belum juga bisa beristirahat.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan halus dari ranjang bayi di sudut kamar, membuat Natalie berhenti menulis dan menoleh. Bayi Dobby, meringkuk di selimut tebal, wajahnya kemerahan dan matanya setengah terpejam. Suara tangisnya tak lagi sekadar keluhan, tapi, berubah menjadi isakan lemah yang mengkhawatirkan.

"Heh! Lo kenapa, Cil?" gumam Natalie sambil meletakkan pulpen dan bergegas mendekati Dobby. Dia menyentuh dahi bayi itu dengan lembut, dan segera merasakan suhu panas yang menjalar dari kulit Dobby ke ujung jarinya. "Demam? YA TUHAN, MANA BUNDA SAMA AYAH MASIH DI LUAR LAGI."

Perasaan panik mulai menjalari tubuh Natalie. Orangtuanya tidak ada di rumah; mereka sedang mengurus berkas adopsi Dobby di kantor polisi dan mungkin akan pulang agak larut. Dengan situasi mendadak seperti ini, dia harus mengandalkan dirinya sendiri.

Natalie segera mengambil termometer dari laci dan memasukkannya ke dalam mulut Dobby. Bayi itu menggeliat gelisah, mencoba melawan dengan cara yang lemah, tetapi, Natalie dengan lembut menenangkannya. Beberapa detik kemudian, dia menarik termometer dan melihat angka di layar digital.

"38.9°C? Buset! tinggi amat," desis Natalie sambil menggigit bibir bawahnya, merasa bingung harus berbuat apa. Dia tahu bahwa demam bukan hal yang aneh bagi bayi, tapi dengan Dobby yang masih kecil, setiap kenaikan suhu terasa lebih mendesak.

Dobby, tampak lelah dan tidak nyaman, mulai merengek pelan, tangan kecilnya terulur ke arah Natalie seolah memintanya untuk tetap dekat. Dia menangis lagi, lebih pelan kali ini, tapi, ada nada manja dalam tangisannya. Natalie tahu bahwa selain merasa tidak enak badan, Dobby hanya ingin didekap dan dimanjakan. Itu adalah satu-satunya cara bayi kecil seperti dia menenangkan diri.

“Oke-oke fine, Nata ayok kita selesaikan ini!” seru Natalie, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Dobby. Dengan hati-hati, dia mengangkat bayi itu dari tempat tidurnya, memeluknya dengan lembut dan menepuk-nepuk punggung mungilnya.

Dobby menempelkan wajah merahnya ke bahu Natalie, badannya hangat di pelukan, dan tangisannya mulai mereda sedikit demi sedikit.

Natalie tahu bahwa dia harus menurunkan suhu tubuh Dobby dengan segera. Dia teringat salah satu saran yang pernah dibaca dari buku panduan merawat bayi milik ibunya—kompres dingin.

Dengan satu tangan, dia meraih kain kecil dari lemari di dekat tempat tidur, kemudian berjalan ke kamar mandi dan membasahi kain itu dengan air hangat. Sambil menggendong Dobby di salah satu lengan, dia kembali ke kamar dan mulai mengompres dahi bayi itu dengan perlahan.

"Gak masalah, Cil, semuanya akan baik-baik saja, tenang," bisik Natalie sambil membelai kepala bayi itu. Tangannya yang lain terus mengayun-ayunkan tubuh mungil itu dengan lembut, mencoba menenangkannya.

Meskipun pikirannya terpecah antara esai yang belum selesai dan Dobby yang sakit, fokus utamanya saat ini adalah menjaga agar demam bayi itu tidak semakin tinggi.

Namun, Dobby tampaknya tidak berniat untuk tidur kembali. Tangisannya perlahan berhenti, tapi, kini dia hanya merengek pelan sambil menempel erat pada Natalie, seolah-olah tidak ingin dilepaskan. Wajahnya yang merah menatap Natalie dengan mata besar yang berair, penuh harap dan manja. Natalie menghela napas pelan, tahu bahwa satu-satunya cara untuk menenangkan Dobby adalah memberinya perhatian penuh.

"Ya ampun, Lo benar-benar mau dimanja, sama gua ya, Cil?" tanya Natalie lembut sambil tersenyum tipis.

Dia duduk di kursi goyang di samping ranjang bayi, memposisikan Dobby di dadanya, membiarkan kepala bayi itu bersandar nyaman di lehernya. Natalie merasa ada kehangatan yang berbeda dari pelukan ini—rasa tanggung jawab yang besar bercampur dengan kasih sayang yang mendalam.

Saat itu, Natalie berpikir tentang betapa cepatnya hidupnya berubah. Beberapa bulan yang lalu, dia hanyalah seorang remaja biasa dengan rutinitas sekolah yang monoton dan hanya diisi dengan kegiatan menulis—untuk menambah warna kehidupannya. Tetapi, sejak kehadiran Dobby, semuanya berubah.

Dia belajar banyak hal, dimulai dari kemandirian, usaha kerja keras sampai cara merawat dengan baik dan benar. Dobby bukan sekadar adik angkat yang ia temukan di depan Apartemennya kala itu, melainkan bagian penting dari hidupnya masa kini.

Sementara Dobby mulai tenang dalam pelukan, Natalie tidak bisa mengabaikan tugas sekolahnya yang masih menumpuk di meja. Dia menatap ke arah tumpukan buku itu dengan rasa bersalah, namun, sekaligus merasa bahwa di saat seperti ini, Dobby lebih membutuhkan perhatiannya. Mungkin dia bisa menyelesaikan tugas itu nanti, setelah Dobby tidur.

Waktu berjalan lambat saat Natalie terus mengayun-ayun bayi itu di kursi goyang. Suara detak jam di dinding terasa semakin keras di tengah keheningan malam.

Dobby akhirnya terlelap dalam pelukan Natalie, napasnya terdengar lebih tenang, meskipun suhu tubuhnya masih agak panas. Natalie perlahan bangkit dari kursi, meletakkan Dobby kembali ke ranjang bayi dengan sangat hati-hati. Dia menatap wajah kecil Dobby yang tampak damai meskipun masih diliputi demam.

Natalie mengeluarkan napas lega dan kembali ke meja belajarnya. Tangannya meraih pulpen, mencoba melanjutkan tugas sekolahnya yang tertunda. Namun, pikirannya terus melayang pada Dobby. Saat dia mencoba menulis, terdengar suara kecil dari arah ranjang bayi—rengekan pelan yang memanggilnya lagi.

"Dasar bocil! Lo benar-benar tahu caranya mengalihkan perhatian orang, ckckck," ujar Natalie setengah bercanda, tetapi, dia tahu bahwa tidak ada yang lebih penting saat ini selain memastikan Dobby baik-baik saja. Dia meninggalkan bukunya lagi dan berjalan ke arah bayi itu.

Natalie menghela napas panjang dan memandang bayi mungil yang tertidur di ranjangnya. Dia merasa lelah, namun anehnya juga bahagia. Malam ini mungkin akan panjang, tetapi bagi Natalie, setiap momen bersama Dobby, meskipun sulit, terasa begitu berarti.

TO BE CONTINUED

Jangan lupa Vote+komennya, ya! Khuma udah mulai rajin up, nih ... kalau masih sepi, ya, terpaksa ini bakal hiat lagi ceritanya.

Hahaha, gak deng, bercanda~

Kamis 3 Oktober 2024
Salam hangat, Khuma✓

Who's Baby? [KIM DOYOUNG TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang