07. My sweet Brother

61 7 0
                                    

Pagi ini Sena terlihat kacau, setelah semalam dia mendengar kabar bahwa laki laki brengs*k yang sayangnya adalah papanya mengamuk di restoran mamanya. Yang mengharuskan ia ikut campur agar restoran kebanggan mamanya itu tidar hancur kerena keegoisan laki laki itu.

Dia mendudukkan diri di ranjang, rasa pusing menyerang bahkan matanya terasa panas dan dia baru menyadari bahwa ia merasakan meriang pada tubuhnya. Satu hal yang pasti, dia terkena demam.

Ketika kakinya menapaki lantai, dia langsung berjengit merasakan lantai dingin menyentuh telapak kakinya. Bahkan dia sedikit bingung, karena mencium bau anyir, dia segera mengambil benda pipih lalu memanggil nomor seseorang. Telepon sudah tersambung, tetapi Belum sempat ia mengatakan sesuatu, dia sudah jatuh pingsan di lantai, benda basah merembes keluar dari hidungnya.

.
.
.
.

Perasaanya tidak nyaman, dari tadi dia gelisah tetapi tidak tahu apa penyebabnya. Bahkan guru yang sedang menjelaskan didepan tidak bisa Manarik perhatiannya. Dia mencoba fokus sekali lagi, tapi entah kenapa sesuatu yang mengganjal di hatinya tidak bisa ia abaikan. Beberapa kali ia mengatur napas, tapi tetap tidak bisa membuatnya fokus.

Disaat ingin kembali fokus, ia merasakan phonselnya bergetar di saku jas. Dia menunduk melihat siapa yang menelepon pada saat jam pelajaran.

Tertera nama Sena di panggilannya, dahinya terbentuk perempatan, bingung untuk apa gadis itu meneleponnya disaat jam belajar dan mengajar sedang berlangsung. Tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya.

"Halo" ia menjawab telepon dengan suara lirih.

"..."

Tak ada jawaban, dia kembali berucap, tetap tak ada jawaban, hanya terdengar meongan kucing. Ini aneh tak biasanya Sena begini.

"KIM SUNOO" teriakan Bu Eunhwa mengagetkannya.

"Sunoo, sebenarnya ada apa denganmu, kenapa menunduk seperti itu"

Sunoo mencoba tenang untuk mencari alasan. Tiba tiba wajahnya memerah, dan ia meringis.

"Eunhwa-saem maaf tapi sepertinya asam lambungku kambuh, saya sedang menahannya tadi" ucapnya yang memasukan phonsel ke saku dan langsung memegang perutnya.

"Kenapa tak bilang, sana pergilah ke UKS untuk istirahat"

"Baik" ucapnya yang langsung berdiri, berjalan sambil sedikit membungkuk dan memegang perut, agar terlihat meyakinkan. Ketika sudah agak jauh dari kelasnya, ia langsung mempercepat langkah menuju parkiran belakang.

Tanpa pikir panjang dia keluar gerbang menuju halte bis dan menghentikan taksi. Sunoo mencoba menghubungi Sena lagi, tersambung tapi tak diangkat. Raut mukanya menggambarkan kekhawatiran. Dia gelisah sejak tadi, tanpa sadar jari telunjuknya mengetuk ngetuk lutut. Bibir bawahnya ia gigit, menimbulkan rasa anyir pada pengecap nya, sudut bibirnya terluka.

Ketika sampai di depan gedung apartemen Sena, ia langsung bergegas naik setelah membayar ongkos taksi. Lift nya kenapa terasa sangat lambat, pikir Sunoo. Ketika pintu lift terbuka, dia lari sampai tergelincir dan jatuh tersungkur, membuat orang yang berjalan di lorong apartemen melihatnya aneh.

Sakitnya tak seberapa, tapi ia merasa sangat malu, tapi dia langsung menyingkirkan pemikiran itu, karena ada yang lebih penting dari rasa malunya.

Dia membanting pintu apartemen, menimbulkan suara benturan yang keras. Napasnya terengah-engah, dada nya naik turun. Melihat sekeliling mencari sosok yang membuatnya khawatir setengah mati. Ia melihat pintu kamar Sena terbuka sedikit. Langsung saja Sunoo melepas sepatunya asal, dan berlari membuka pintu kamar Sena.

Sena berbaring di lantai dengan semua peliharaan berbulunya yang mengeong sambil medusel kepada Sena. Sunoo menghampirinya dengan tangan bergetar, di membalik tubuh Sena. Dekapan langsung ia berikan kepada Sena, suhu tubuhnya tinggi dan darah keluar dari hidung juga tidak sedikit. Dengan hati hati dia memindahkan Sena di atas ranjang, lalu ia mengambil air dan kain bersih untuk membasuh wajah Sena yang kacau.

.
.
.
.

Matanya menyipit tidak nyaman kala cahaya yang masuk ke pupil matanya. Dia merasakan hangat dan nyaman secara bersamaan, karena peliharaan berbulu tidur mengelilingi tubuh mungil Sena. Bahkan ada yang tidur melingkar diatas perut Sena, ia tersenyum lalu mengelus kucing itu, buby.

Dia mendengar suara dentingan, dan mencium bau harum masakan. Sena yang penasaran mengangkat buby hati hati, dan ia letakan di atas kasur.  Sena bangkit perlahan agar tidak membangunkan majikan berbulunya. Dia berjalan lemas dengan alat penurun panas yang masih menempel pada dahi gadis itu.

Dilihatnya punggung laki laki, dengan bahu yang lebar dan tegap, tapi memiliki pinggang yang ramping. Sena terkekeh, dia tahu siapa sosok laki laki yang sedang memasak membelakanginya.

Dengan jahil Sena melemparkan Supit  kayu yang ada di meja makan. Sunoo langsung berbalik badan karena terkejut, tapi alangkah jengkelnya ia mendapati sosok Sena yang sedang duduk sambil terkikik di meja makan. Sunoo mendengus, melanjutkan kegiatan memasaknya.

Sena memperhatikan Sunoo, mendadak senyumnya luntur, matanya entah mengapa mengeluarkan air mata. Sena menatap kosong ke depan, membiarkan air mata mengalir dengan tak tahu malu. Sena tersadar dari lamunan dikala sebuah tanga mengusap pipinya, Sunoo mengusap airmata Sena dengan sapu tangan.

"Makanlah, menangis pun juga membutuhkan energi"

Sena memberikan tinju yang tidak bertenaga kepada Sunoo. Tetapi tetap mengambil sendok dan memakan bubur yang di buat Sunoo. Dia, Sunoo memperhatikan Sena yang sedang makan.

"Ada apa denganmu, tekanan darahmu turun drastis, demam kambuh serta kelelahan sampai mimisan"

Sena meletakan sendoknya, berpikir mencari alasan agar tidak di marahi kakak manisnya itu.

"Jangan mencoba mencari alasan, aku tahu tabiatmu" sambung Sunoo sambil menunjuk Sena.

Sena menurunkan jari telunjuk Sunoo yang membuatnya tidak nyaman. Menggenggam tangannya, dan menatap tepat di mata Sunoo.

"Hei aku tak apa, hanya sedikit kelelahan" ujar Sena meyakinkan.

Sunoo menatap tajam Sena, menelisik adiknya itu, mencari kebohongan. Sena menelan ludah dengan susah, sumpah demi apapun saat ini Sunoo lebih seram berkali kali lipat dari sebelumnya.

Tak mau memperpanjang masalah, Sunoo beranjak mengambil sesuatu. Lalu kembali dengan sebungkus kantong plastik yang sena yakini di dalamnya adalah obat.

Suno duduk kembali sambil menyerahkan bungkusan itu kepada Sena.

"Sudahlah, ini dr. Cho sudah menambahkan vitamin dalam resep obatmu, dia bilang setidaknya kau harus istirahat total tiga hari"

"Tiga hari, tapi tugas os--" ucapan Sena terpotong karena mendapat delikan dari Sunoo. Alhasil dia langsung meminum obatnya, dan langsung masuk kedalam kamarnya untuk istirahat total, itu yang Sunoo inginkan.

Sunoo berjalan menuju ruang utama, menyalakan televisi, sambil mengawasi Sena. Dia bolos sekolah tanpa alasan untuk pertama kalinya.

Salah satu kelemahan anak laki laki itu, adiknya yang manis, Kim Sena. Dan juga cinta pertamanya, wanita yang paling dihormati, sang mama Choi Yeo Eun.

Kucing berbulu abu abu melompat ke pangkuan Sunoo, merasa di hibur Sunoo mengelus sayang buby, salah satu kucing kesayangan adiknya. Dia mengelus buby sambil melihat tayangan berita di televisi, yang sedang menyiarkan kembalinya bungsu keluarga Choi, salah satu kerabat mamanya.

.
.
.
.

Anak laki laki sekitar umur dua puluhan turun dari mobil mewah. Rambut panjang mulletnya terlihat sangat lembut. Kacamata hitam bertengger dengan apik di hidungnya. Senyum manisnya menutupi wajah tengilnya.

"Sena, i'm coming" dalam hatinya sambil membuang tusuk batang permen lolipop.


.
.

.
.

To be continued....

Akhirnya update juga.

Semoga kalian suka chapter kali ini.

See u next chapter👋......

Under Sky || Yang Jungwon (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang