Bagian 9; Desember beserta lukanya

335 43 15
                                    

Warning!
Blood, anxity, mental health, try suicide, depression.
__________


Bandung, Desember 2019.

Sedekat apapun sebuah hubungan yang diciptakan tanpa ikatan sebagai penjelas hanya akan berakhir kepengasingan. Mereka berdua sama-sama dilanda ketidak pahaman kiranya apa yang membuat hal itu berakhir mengenaskan? Ego yang saling memakan kedua belah pihak, dengan gengsi yang kian merayap menimbulkan bentang yang tercipta begitu kentara. Ruang obrolan yang biasanya digempuri oleh spam chat kini ditinggalkan begitu saja. Tak ada satupun ingin mengalah, menjadi yang pertama melempar maaf atau sekadar menanya kabar. Yang lebih tua dengan rasa sakit dikata plin-plan sedang yang lebih muda dengan ketidak terimaannya dituduh ngebet tanpa dasar. Mereka saling membisu, membiarkan rasa dimakan rindu.

"Bentar lagi tahun baru, lu ngga ada niatan nyamperin Henry?" Nora kawan karibnya mendudukan diri dikursi sebrang. Memandang betapa mengenaskannya penampilan sang kawan dengan miris.

"Ngapain? Orang dia lagi asik sama kawan barunya."

"Ngga usah ngerasa si paling rugi, lu juga sama!" Nora mulai jengah dengan dua sejoli yang berbeda usia itu. Seolah kali pertama dalam kisah romansa, yang lebih tua amat kekanakan membuat sang kawan tak habis pikir dibuatnya. "Coba lu pikir alasan semuanya berakhir? Kalo lu ngga terima dengan pernyataan Henry harusnya lu kasih bukti dong bukan bisanya cuma lari. Henry cuma bocah Lex, dia juga bisa ngerasa capek .."

Pria berusia 25 itu masih setia dengan bungkamnya. Dalam gelisah kepalanya dipenuhi banyak tanya. Sejujurnya rindu melanda diujung tanduk namun egonya masih ia junjung tinggi. Dengan kepala sekeras batu ia ingin tahu sejauh mana pengasingan membawa mereka agar terus membentang. Kendati demikian tak dapat dipungkiri bahwa nama sang bocah masih terus berlarian dalam pikiran, apalagi ketika salah satu kawan dekatnya mengatakan bahwa netranya menemukan eksistensi sang jenaka kemarin sore dipinggiran jalanan Braga bersama nama pria yang tak asing ditelinga. Rasa kesalnya kian tersulut lalu satu sudut dalam hatinya berteriak tak terima. Ia tak mengerti mengapa hal kecil menjadi serumit ini? Tak sepatutnya sang jenakan mengumbar hal tanpa didasari fakta pikirnya.

Akhir-akhir ini sering kali sang pria mendapat banyak mandat dari sang kawan namun hanya berlaku selewatan. Contohnya saja sekarang, alih-alih mendengarkan dengan hidmat Alex lebih memilih menyesap kopi hitamnya yang tak lagi hangat.

"Lex lu denger gua ga sih?!" Nora disebrang berucap sebal. Ingin sekali ia layangkan bogem mentah pada sang kawan bila tidak mengingat tempat umum menjadi alasan sedang yang ditanya hanya mengedikan bahu asal.

"Udah lah Ra, Henry juga ga peduli tuh .." Ujar Alex tak sejalan dengan kata hati.

"Kecolongan tau rasa lu bangsat!"

__

Alex dengan keras kepalanya akan berubah menjadi manusia paling menyebalkan. Berakting acuh seolah peduli tak ia pikirkan sama sekali. Namun gerak-geriknya terlalu kentara untuk diterka, membuat seorang wanita yang kini tengah mengapit lengan kanannya terus melayangkan tatapan heran. Selepas diberi petuah satu jam yang lalu dari kawan karibnya dikedai Budi, pria itu memiliki janji temu menemani sang gadis untuk berkeliling jalanan Bandung. Mentari tak terlalu eksis, bahkan sesekali mendung menggantung dengan rapih. Memikirkan masalahnya dengan sang bocah membuat ia didera secuil pening, padahal ia pikir Henry saja sudah tak penasaran lagi dengan eksistensi dirinya sekarang mungkin. Jadi dengan beralaskan mencari udara segar, pria 25 tahun itu mengiyakan ajakan mantan kekasihnya untuk berbelanja beberapa keperluan.

"Alex, kamu ngga apa-apa?" Keterdiaman sang pria membuat Natalia -mantan kekasih Alex- membuka suara. Digenggamnya jemari sang pria dengan atensi yang disuguhkan sepenuhnya membuat Alex menghentikan langkahnya.

Edelweiss [AlexHenry]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang