4 | kemarahan

108 11 0
                                    

AAMON berdiri di depan kelas Gusion, menunggu sang adik kesayangannya yang sepertinya masih melaksanakan pembelajaran. Bel istirahat pertama berbunyi tiga menit yang lalu, Aamon buru-buru menemui Gusion. Tapi sepertinya kelas Gusion tak kunjung istirahat. Dia menatap kosong lantai keramik di depannya yang membuatnya tidak sadar suasana sekitar.

"Bang, lo nyariin Gusion, ya?" Leomord-teman sebangku Gusion-buru-buru menyapa Aamon yang sudah berdiri di depan kelasnya. Pemuda yang berusia dua tahun lebih tua dari Leomord nampak gelagapan karena terkejut.

"Oh, Gusion mana?"

"Dia bolos, gak datang hari ini."

Jawaban yang diberika Leomord berhasil membuat amarah Aamon memuncak, ia mengepal kedua tangannya erat seperti ingin menonjok sesuatu. Tanpa mengatakan apa-apa, Aamon beranjak pergi dari sana. Menyisakan kebingungan Leomord yang baru pertama kali ini berinteraksi dengan kakak teman sebangkunya. Yang membuatnya tahu kalau kepribadian Aamon dan Gusion sangat berbeda.

"Dah lah, gua laper." Leomord hendak pergi namun kerah seragamnya ditarik seseorang dari belakang. Leomord menggeram. "APA SIH WOI, KECEKEK GUA!!"

"Gusion mana? Kok lo keluar sendirian?" Claude celingukan mencari sosok Gusion, matanya mengarah ke dalam kelas yang hanya diisi murid perempuan. Tangannya masih menggenggam kerah Leomord membuat cowok itu berteriak sekali lagi.

"LEPAS EGE! KECEKEK BENERAN NIH GUA!"

Claude terkekeh ketika atensinya berhasil menatap Leomord yang sudah menggerutu tak karuan.

"Bolos dia, gua gak tau, pesan gua juga gak dibalas. Emang seleb tuh anak. Tadi juga abangnya kesini buat nyariin."

Claude terdiam, tapi tidak mau ikut campur urusan keluarga Gusion. Walaupun mereka adalah teman dekat sejak SMP.

"Traktir dong Claude, duit gua ketinggalan. Laper bat anjir ini, habis pelajaran matematika."

Wajah Leomord memelas membuat Claude menatapnya jijik. Abai dengan Leomord, Claude meninggalkannya sendirian. Tapi sialnya teman sebangku Gusion malah mengikutinya.

"Ngapain lo ngikutin gua?!" Claude bertanya emosi yang lalu menghentikan langkah.

"Dibilangin, mau minta traktir. Itung-itung sedekah, Claude, sama anak yatim."

Menghela napasnya jengah, Claude menyuruh Leomord mengikutinya ke kantin. Kalau sudah ada kata 'yatim' Claude tidak bisa menolak. Jurus andalan yang selalu dipakai Leomord. Memang sialan teman satunya itu.

...

Gusion keluar dari apartemen Aamon setelah memastikan mamanya tertidur karena kelelahan menangis. Motor Gusion membelah jalan raya dan membawanya menuju perusahaan besar milik sang papa. Dia tidak mau tahu, sakit hati yang dirasakan mamanya mampu membuat emosi Gusion naik sampai ubun-ubun. Setelah sampai, dengan rahang tegasnya yang menahan emosi. Gusion berjalan dengan langkah lebar menuju ruangan sang papa-CEO di perusahaan itu. Beberapa karyawan mengernyit heran saat mengetahui ada pemuda berseragam SMA disana. Tak menghiraukan tatapan aneh dari orang-orang, dia ingin menemui papanya.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu, dik?" Sekretaris laki-laki kelihatan seumuran papanya mendekat ketika Gusion hampir sampai di ruangan kerja sang papa.

"Apakah Valentino Paxley, ada diruangannya?"

Sekretaris itu mengernyit heran, beraninya memanggil tuannya tanpa embel-embel seperti pak atau tuan.

Gusion yang menyadari raut wajah sekretaris itu mendecih tak suka, dilihat bagaimanapun Gusion mirip dengan papanya-kecuali warna rambutnya.

I'll Be There [Mobile Legend : Fan Fiksi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang