14 | laut

54 6 1
                                    

“GUSION, ‘KAN KAMU? BERHENTI!”

Teriakan guru sama sekali mereka hiraukan, keduanya tertawa seraya berlari menjauh dari area sekolah. Guinevere merasa nyaman saat jemarinya bertaut dengan jari-jari Gusion, tanpa sadar dia tersenyum manis. Ada sesuatu yang begitu membuatnya tersipu, perlakuan manis dari Gusion yang tanpa sengaja.

Saat dirasa sudah agak jauh, mereka menghentikan langkah. Guinevere terengah-engah sebab menyamakan langkah kaki Gusion yang lebih lebar darinya. Gusion berkacak pinggang, sementara Guinevere membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada lutut-lututnya. Baik keduanya saling mengatur napas.

Lalu lalang kendaraan dengan cuaca panas membuat polusi begitu parah. Tawa mereka kembali pecah ketika sadar kelakuan konyol mereka. “Kalau dihukum, lo gimana?” Gusion sedikit khawatir sebab Guinevere terlihat seperti gadis baik-baik, berbeda dengan dirinya yang kerap kali mendapat hukuman. Ia tak masalah, sih, sekarang yang jadi masalah adalah gadis yang dibawanya kabur karena ketahuan tadi.

Guinevere tersenyum manis, “aku pengin ngelakuin hal yang biasa dilakuin murid SMA.”

Gusion meninggikan alisnya, menatap lamat-lamat gadis itu sementara otaknya sedikit berpikir. “Dari dulu lo emang nakal, sih,” katanya kemudian tanpa menyembunyikan tawanya. Ia menarik tangan Guinevere ketika tak sengaja melihat satpol PP yang bertugas tengah berjalan dari arah berlawanan. Dan sialnya mereka melihat Gusion beserta Guinevere, lalu mengejarnya. Ia membawa Guinevere kembali ke arah dimana mereka kabur, lalu berbelok ke dalam gang sempit—hanya muat untuk satu orang—yang kebetulan mereka lewati.

Gusion menghimpit tubuh Guinevere yang lebih mungil darinya, dua tangannya seolah melindungi gadis itu. Mereka saling berhadapan. Gusion memejamkan kedua mata erat-erat seraya berdoa agar satpol PP tak melihat mereka. Tanpa ia sadari, Guinevere menatap wajahnya lekat-lekat. Terpesona dengan rahang tegas dan jakun yang naik-turun karena tegang. Terdengar dua satpol PP yang ribut dan memilih untuk berlari terus tanpa memeriksa ke arah gang, tempatnya sembunyi. Wangi parfum yang Gusion kenakan tercium dihidung Guinevere, menyeruak sampai memori otaknya. Menyimpannya agar selalu ingat kapanpun.

Gusion membuka matanya, kepalanya melongok keluar dan celingukan mencari satpol PP. Bernapas lega ketika tak ada tanda-tanda dari salah satunya. Atensinya beralih, ia menunduk dan melihat Guinevere yang terdiam menatapnya. Mereka saling bertatapan, seolah waktu berhenti saat itu juga. Lagi-lagi Gusion kalah, ia tak sanggup ditatap seperti itu oleh Guinevere. Gusion mengalihkan pandangannya, dan berusaha keluar dari sana tentunya dengan kesulitan. Saat berhasil keluar, ia membantu Guinevere dengan cara menarik lengannya perlahan.

“Kita kayak penjahat,” celetuk Gusion mengatasi kecanggungan yang ada.

“Sejak kapan kamu lebih tinggi dari aku, Sion?” Tanya Guinevere mengabaikan ucapan Gusion sebelumnya.

Gusion berkacak pinggang dan menatap Guinevere remeh, “jelas lah, gua ‘kan cowok, harus lebih tinggi dari cewek, dong.”

“Tapi dulu kamu lebih pendek dari aku. Kira-kira segini,” Guinevere mendekatkan tangannya ke pundak, sarkasnya tak henti pada Gusion. Cowok itu mencebik. “Itu kan dulu, Guin. Sekarang beda.”

Guinevere tertawa, lalu mulai berjalan terlebih dulu. Gusion mengikutinya di belakang.

“Kamu masih suka gambar, Sion?” Tanya Guinevere lagi seraya melihat beberapa bunga yang terpajang di depan toko bunga.

“Udah enggak,” jawab Gusion singkat dengan tatapan yang tak lepas dari tingkah Guinevere yang pecicilan.

“Padahal aku suka gambaran kamu,” celetuk Guinevere jujur, kali ini berjalan mundur di depan Gusion seraya menatap cowok itu.

I'll Be There [Mobile Legend : Fan Fiksi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang