GUSION menatap jijik pada sahabatnya. Seandainya ia tidak memiliki rasa empati, mana mau Gusion tiba-tiba menuruti kemauan Claude.
“Mau apa lagi?” Tanya Gusion sudah malas dengan perintah Claude yang ternyata semena-mena.
“Gue pengin es boba anjir, panas-panas gini enaknya minum yang seger-seger.” Claude sudah membayangkan betapa sejuknya ketika air dingin rasa-rasa melewati kerongkongannya.
Gusion mendecih tak suka, “gegayaan lo boba, boba. Biasanya juga minum es cendol tante Aurora depan sekolah.”
Claude terkikik geli, mengelabui Gusion bukan hal yang mudah. Makanya saat ini dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kapan lagi Gusion menuruti perintahnya. “Gus, beliin sana! Malah ngelamun dimari.”
Gusion berdecak, ia melempar bantal tepat mengenai wajah tampan Claude yang berhasil membuatnya mengeram. Alih-alih marah, ia melempar balik bantal tersebut namun ketangkasan dari Gusion bisa menghindar. Karena lemparannya tidak tepat sasaran, Claude mendengus. “Lagian apa, dah? Kaki lo gak sakit ngapain nyuruh- nyuruh gua? Ngerjain gua kan, lo?”
“Mana ada ngerjain? Yang sakit emang bukan kaki, tapi wajah sama tangan gua. Sampe gua izin, gitu.”
“Iya iya sori. Habisnya lo juga salah, ngapain tiba-tiba mukul gua anjir? Kurang kerjaan banget, sok jagoan lagi.” Gusion mengomel.
Claude meringis, “muka lo ngeselin soalnya, jadi pengen nonjok.”
“Sialan.”
Hening.
Mereka berdua terdiam. Gusion duduk bersandar di sandaran kursi yang ada di depan meja belajar Claude, menghadap ke samping dimana Claude sedang rebahan di atas kasur—tentunya dengan tangan yang digip. Ceritanya, pagi tadi Claude baru saja keluar dari kamar mandi dan terpeleset. Agar dia tak jatuh, ia menahan beban tubuhnya dengan tangannya. Padahal kemarin malam tangannya begitu ngilu setelah adu jotos dengan Gusion. Badan Gusion rupanya terbuat dari besi semua, pukulan yang dilayangkan Claude tak berarti apa-apa pada Gusion, malah membuat tangan Claude cedera. Ditambah dia kena musibah pagi-pagi tadi.
“Gua beliin, deh, sekalian top up diamond.” Gusion berdiri.
“Emang ada event? Mo beli skin apa, lo?” Claude duduk, tertarik dengan niatan yang dikatakan Gusion.
“Nabung doang, hehe.” Gusion menggaruk kepalanya sambil berjalan keluar kamar.
“Nabung tuh di Bank, bukan top up DM.”
Gusion menjulurkan lidahnya sebelum menutup pintu kamar sahabatnya. Dia mulai berjalan menuruni tangga dan tidak sengaja berpapasan dengan mamanya Claude.
“Loh, udah mau pulang?”
Gusion tersenyum, “Claude pengin sesuatu, tan.”
“Kok gak nyuruh tente, sih? Kok malah kamu disuruh-suruh?” Omel mamanya Claude, tidak terima jika putranya menyuruh Gusion.
“Gak papa, tan. Sion juga pengin beli sesuatu.”
“Hati-hati, ya. Maaf jadi ngerepotin kamu.”
Setelah obrolan singkat yang tidak berguna itu, Gusion keluar dari rumah dua tingkat milik Claude. Di seberang sana ada sebuah minimarket dan Gusion memilih untuk mampir disana saja. Mau top up katanya. Tidak berapa lama urusan pribadinya selesai, dia berjalan lagi menuju outlet minuman yang tidak jauh dari minimarket. Membeli minuman pesanan Claude dan dirinya. Gusion bokek.
Gusion segera kembali ke rumah Claude setelah membeli dua minuman itu, saat dia sampai di kamar Claude kening Gusion berkerut samar pasalnya ada makhluk satu tak diundang. Merasa kesal karena kedatangan Fanny, Gusion langsung masuk tanpa permisi dan menaruh minumannya di atas meja belajar Claude. Gusion melirik dengan jijik sepasang kekasih itu yang tengah berciuman tanpa sadar Gusion yang baru saja masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be There [Mobile Legend : Fan Fiksi]
FanfictionGusion benar-benar kecewa pada kakak satu-satunya karena telah menghancurkan kepercayaan dirinya. Bagaimana kalau seorang kakak yang selalu memanjakannya, dan selalu berada dipihaknya saat Gusion dalam masalah. Yang berjanji akan selalu mendukung pu...