Bab 5

1.2K 238 14
                                    

Niki mencebik, menatap tumpukan burger, kentang goreng, dan soda miliknya. Di depannya, Neil pun membeli makanan yang sama. Mereka berada di restoran fast food dan Niki masih tidak mengerti kenapa dibawa ke tempat seperti ini untuk makan. Tadinya ia berpikir Neil akan mengajaknya makan sambil berbincang di kafe kopi, bukan di tempat yang ramai dengan makanan berat dan berlemak.

Meraih satu bungkus burger, Neil menatap Niki. "Kenapa nggak makan?" Ia menggigit burgernya. Menikmati sensasi daging berbalut roti dengan mayonnaise dan saos.

Mendesah kecewa, Niki menyingkirkan burger dan menggeleng. "Om, tahu nggak aku sekarang jadi model kecil-kecilan?"

"Model kecil-kecilan? Maksudnya gimana?"

"Bukan model top, tapi paling nggak ada kerjaan buatku. Jadi model, body yang dijual. Masa, iya, aku makan burger. Busyet, bisa gendoot aku."

Perkataan Niki tentang menjadi model kecil-kecilan membuat Neil kebingungan dengan maksudnya. Burger masih tergeletak rapi di atas meja, tidak tersentuh sama sekali. Niki bahkan tidak mengambil sepotong kentang pun. Neil merasa kalau usahanya untuk membuat gadis di depanynya senang itu adalah upaya yang sia-sia belaka.

"Makan burger, kentang, dan minum soda satu kali nggak akan bikin kamu gendut."

"Siapa bilang? Om nggak tahu aja berapa jumlah kalorinya."

"Kamu olah raga nggak?"

"Olah raga."

"Bagus kalau begitu, yang penting olah raga saja. Lagipula, kapan lagi kamu temani aku makan burger? Ayo, makan saja. Nggak usah takut."

Niki tetap menolak, meskipun Neil membujuk. Seorang gadis yang berprofesi sebagai model kecil-kecilan, ingin terlihat langsing dan tidak mau makan makanan berat. Padahal tidak ada seseorang akan berubah dengan drastis hanya dengan satu kali makan. Tidak mungkin juga bertambah berat badan hanya dengan satu porsi burger, yang bisa jadi sangat jarang dimakana Niki.

Mendesah dalam hati, Neil berusaha untuk tidak menyesali diri. Terlalu lama tidak saling menghubungi, lupa untuk tetap berkabar dan kini anak ayamnya sudah beranjak dewasa. Apakah kelalaiannya dalam menjaga dan memberikan kehangatan membuat anak ayam merasa diabaikan?

"Kalau kamu nggak mau makan burger, mau makan apa? Biar nanti kita ke tempat yang lain."

Niki menggeleng, rambut pirangnya berayun di kepala. "Nggak usah, Om. Santai aja aku mah, bisa makan yang lain ntar. Nggak usah repot-repot."

kapan kamu sungkan sama aku?" tanya Neil sambil menaikkan sebelah alis.

Meraih gelas soda dan menyesapnya, Niki berusaha menghindari pandangan Neil. Apa yang bisa ia katakan, tentang kenyataan yang memang terpampang depan mata. Mulai kapan ia sungkan? Tentu saja semenjak Neil membiarkannya hidup bersama Mirah dan dua anaknya. Padahal ia meminta untuk diijinkan tinggal bersama Neil dan berjanji tidak akan merepotkan, tap perkataannya tidak diindahkan. Bertemu lagi setelah sekian lama, apa yang diharapkan Neil darinya? Sikap manis sebagai ponakan? Ia sudah melakukannya, dan ternyata tidak cukup.

Gelembung soda muncul di permukaan gelas, menciptakan busa tipis di atas es batu. Soda warna merah yang dulu memang menjadi favorit Niki. Tapi, itu dulu. Saat ia dipaksa bekerja demi keadaan, semua yang menjadi kesukaan dan kebiasaannya berubah. Memangnya apa yang Neil harapkan dari hubungan mereka yang tidak lagi sedekat sepuluh tahun silam?

"Kamu kuliah tapi rambutmu pirang. Memangnya dosen mengijinkan?"

Niki tersenyum. "Justru kampus itu punya kebijakan khusus makanya aku mau kuliah di sana."

"Kampus aneh."

"Memang, dan aku menyukainya, Om."

"Bukannya di sana mahal? Kamu ada uang untuk membayar?"

My DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang