Bab 7

1.2K 258 16
                                    

"Kostum apaan ini?"

"Tinker Bell, emangnya Om nggak pernah lihat?"

"Kenapa sexy sekali, gaunnya pendek dan belahan dadanya rendah, Ya Tuhan. Kamu bukannya jadi model?"

"Memang, tapi sekarang lagi nggak ada job. Memangnya kenapa kalau kerja begini? Nggak nyolong juga!"

"Bantah terus!"

"Lagian Om ngomel melulu. Aku lagi kerja, bukan senang-senang kayak kalian. Aku di sini dibayar, kalau nggak dibayar, mana mungkin ada di pesta? Mending aku belajar."

Neil terdiam, menatap gadis yang mencebik dengan wajah memerah. Keduanya berada di sudut pesta yang agak jauh dari para tamu, dengan Neil yang marah mengomeli Niki panjang lebar. Ia tidak menyangka saat datang ke pesta akan bertemu dengan Niki yang menjadi pramusaji di pesta kostum. Bukan pestanya yang membuatnya kesal tapi kostum yang menurutnya terlalu terbuka dan sexy. Namun dipikir dan dilihat lagi, selain kostum juga ia tidak suka mendapati Niki berada di tempat seperti saat larut malam. Harusnya gadis ini ada di rumah, tidur dengan nyaman dan bukannya malah banting tulang mencari uang.

Suasana begitu gaduh oleh musik dan orang-orang yang bercakap-cakap. Nuansa remang-remang dengan orang-orang mondar mandir dalam berbagai kostum. Seorang peri sengaja menyenggol Neil, tersenyum manis dengan tatapan menggoda. Peri berpakaian hijau dengan leher rendah dan menunjukkan dada bagian depan yang tumpah ruah, berniat mengaja Neil kenalan. Sayangnya, belum ada satu kata pun terucap, Neil meraih lengan Niki dan mengajaknya pindah.

"Kamu banyak alasan Niki. Bukannya aku menyuruhmu pindah ke rumahku? Dengan begitu kamu bisa magang di kantor dan nggak perlu kerja lagi."

Niki mengibaskan cengkeraman Neil. "Om lupa, aku bukan anak ayam yang harus dieram setiap hari. Aku punya kaki dan bebas mau kemana saja."

"Tetap saja kamu masih kecil."

"Sorry, sudah mau 21 tahun, ya? Om lupa waktu kayaknya."

"Aku nggak lupa, tapi justru ngingetin kamu. Sekarang ini kamu bukan anak kecil tapi juga belum dewasa! Mana alamatmu, besok aku jemput. Tinggal sama aku."

"Nggak, ah!"

"Nikii!"

"Ih, marah melulu. Siapa yang betah tinggal bareng?"

Kejengkelan meluap di dada Neil karena Niki yang dianggap pandai bersilat lidah. Ingin rasanya menggendong gadis ini dan membawanya pergi. Namun, tersadar kalau sekarang banyak orang dan sedag berada di tengah pesta. Neil bersiap mengajak Niki pulang dan semua yang ada di kepalanya terjeda saat Almaira mendatangi mereka.

"Neil, lama sekali. Sedang apa di sini?"

Niki menatap Almaira dengan mata bersinar gembira, mengenali sebagai aktris dan model ternama. "Wah, nggak sia-sia datang kemari, bisa kenal aktris. Hallo, Kak!" sapanya ramah.

Almaira mengangguk kecil, kembali menatap Neil. "Siapa dia?"

"Aku keponakannya," jawab Niki cepat. "Karena Kakak sudah di sini, tolong urus Om. Aku harus kerja, daah!"

"Niki! Aku belum selesai bicara!" teriak Neil mengatasi keramaian. Sayangnya gadis itu sudah menghilang di tengah kerumunan. Neil memaki dalam hati, frustrasi menghadapi sikap dan tingkah Niki. Dulu saat masih kecil, gadis itu sudah merepotkan dan makin menjadi setelah dewasa. Ia bahkan tidak mengerti bagaimana harus bersikap terhadapanya. Padahal yang dilakukannya adalah untuk kebaikan gadis itu, tapi Niki rupanya tidak mengerti.

"Neil, kenapa?" tanya Almaira. Mendatangi kekasihnya dan mengusap lengan dengan lembut. "Baru lihat kamu jengkel begini."

Menggeleng sambil memaksakan senyum kecil, Neil meminta maaf pada kekasihnya. "Sorry, suka spaneng kalau ngadepin Niki."

My DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang