•16•

1.9K 168 6
                                    

"Sudah berapa kali saya bilang, kamu memang anak yang tidak berguna Gaby."

Kalimat sarkas itu ia lontarkan pada si kecil yang sedang duduk di sofa.

Beberapa saat lalu Gaby di suruh untuk masuk ke ruangan kerja ekhem– Daddy nya.

Ia ketauan bolos dari istirahat sampai pelajaran terakhir. Padahal Gaby 'asli' anti bolos atau kenakalan remaja lainnya, karena terlalu takut dengan keluarganya.

Tapi sekarang berbeda bukan? Jika dulu Gabyarta itu polos, bodoh dan culun. Sekarang sudah terisi jiwa Artaraya Tyotera, berandalan tampan dan pemberani yang tak kenal takut.

"Bosen banget gue dengernya 'anak gak guna' mulu yang dibahas."

"Kalau bukan karena istriku untuk menjagamu, dari dulu sudah saya bunuh kamu"

"Cih.. gak usah bawa-bawa mommy! Kalau lo emang benci sama gue kenapa gak dari dulu aja lo bunuh biar gue cepet nyusul mommy kesayangan gue disana!"

Matanya sedikit berkaca-kaca. Sesak sekali rasanya. Apa ini perasaan asli si pemilik tubuh?

"Tidak semudah itu"

"Kalian memang iblis.." lirihnya.

Gibran tak mendengar.

Ia tahu anak itu membolos karena ada laporan dari pihak sekolah. Siapa yang tidak mengenal Gibran Venderson Dewatara? Pengusaha sukses dan kaya raya. Diceritakan keluarga Dewatara memiliki kekayaan melimpah. Perusahaan yang di geluti dimana-mana, di bidang property maupun entertain. Itu yang sering khalayak ramai tahu, dikenal sosok yang berwibawa, dan pembawaan diri tegas. Mereka mengenalnya sebagai seseorang yang perfectsionis.

Hanya itu yang masyarakat tahu. Faktanya tidak seindah yang dilihat. Harum tapi pahit.

"Buka bajumu" titahnya lugas.

Arta reflek menatap dalam manik ayahnya. Dia tau pasti akan dihukum.

"Nggak"

"Jangan membantah Gaby." Suaranya memberat.

Atmosfer ruangan semakin sesak, nafasnya sedikit berkurang karena rasa takut dan keringat dingin, jantungnya berpacu kencang.

Kenapa setakut ini! Padahal dia bukan Gabyarta yang lemah! Dia Arta bukan Gaby!

Tubuhnya bergetar ketika Gibran menarinya paksa, dan melucuti pakaiannya. Arta mati-matian menahan air matanya yang siap meluncur. Berusaha melawan sang daddy.

"DIAM! Jika tidak ku hukum, kamu akan semakin kurang ajar! Sia-sia saya menghidupi kamu kalau dirimu saja tidak mengerti arti balas budi!"

Balas budi? Apakah dia hidup disini karena untuk menjadi alat bukan anak? Apakah karena status nya bukan anak kandung mereka seenaknya seperti ini?

"Lepas! Sakit lepasin gue anjing!"

Emosinya semakin tersulut, Gibran mengikat kaki dan dan tangan Gaby, melakban mulut anak itu dan mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

Ia sungguh geram, dirinya sedang diliputi beberapa masalah kantor dan anggota musuhnya kembali bergerak, lalu di tambah laporan bahwa anak bungsunya berbuat ulah.

PLAK! 

Ia memejamkan mata. Perih dan sakit.

Air mata yang ia tahan keluar dengan deras, mengeluarkan semua tekanannya.

"SATU HARI SAJA KAMU TIDAK MEMBUAT SAYA MARAH! KENAPA RENITTA SANGAT MENCINTAI ANAK BODOH SEPERTIMU! KEDATANGANMU MEMBAWA SIAL! ISTRIKU MATI SEMENJAK KAMU HADIR DI KELUARGA SAYA!"

"Hiks.. ayah.. tolong" 

"Ugh! Grrhmhh hiks"

Beberapa kali Gibran melayangkan sabuknya ke tubuh sang anak. Urat-urat lehernya tercetak jelas, menandakan bahwa dirinya benar-benar murka.

Sedangkan Gaby terisak lirih tidak bisa berbuat apa-apa. Diam-diam dia merutuki tubuh lemah si MC. Sungguh, rasanya sakit sekali.

Tubuhnya semakin lemas dan beberapa guratan merah tercetak jelas bahkan mengeluarkan darah.

Gaby berusaha menahan kesadarannya.

PLAK!

BUGH!

CTASH!

PRANG!

Nafas Gibran terengah hebat. Melihat Gaby tak berdaya dia berjongkok, menyamakan tubuhnya dengan anak yang terbaring lemah.

"Dengar baik-baik, darah lebih kental daripada air."

"Daddy jahat.. mommy"  





•To be continued.

Rajin bngt up?

Biasa mau ngilang dulu.

Thank you buat pembaca setia, gak saya tag, cung aja yg ngerasa, saya tau dr jejak vote kalian siapa aja.

Dah ah gitu aja, mau nunggu silahkan, gak jg gpp.

Vomment kl suka, jgn silent reader. Kalian suka? Hargai dgn vomment.

See u

💌

GABYARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang