BAB 5: Berpikir Realistis (Republish)

7.9K 1.2K 123
                                    

PERHATIAN!
Cerita sudah lengkap di KaryaKarsa @ Junieloo

Happy reading!

"Saya mau Pak Adi nafkahin saya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya mau Pak Adi nafkahin saya. Saya mau, Pak Adi perlakuin saya sebagai seorang istri dalam segi finansial. Ada uang bulanan, ada uang belanja juga. Beneran di keuangan aja kok. Perhatian dan lain-lain, saya nggak butuh," ujar perempuan itu, berusaha agar terdengar simpel dan tidak terlalu menuntut agar dirinya tidak kehilangan kesempatan.

Berhasil!

"Tanpa kamu minta, saya akan melakukannya, Anita. Gimanapun, kamu istri saya nanti. Egois rasanya kalau saya 'beli putus' the rest of your life dengan uang. Karena berapa pun nominalnya, kamu tetap berhak atas hidup kamu." Adi menyandarkan punggungnya. "Asal, kamu jangan minta cerai sekali pun dan bikin saya pusing buat cari pengganti atau bahkan pusing buat sekadar jawab pertanyaan orang-orang terdekat mengenai 'kenapa kita bercerai'. Saya nggak mau mikirin itu. Juga, kamu harus paham akan kondisi. Saya ini pengusaha. Ada saatnya perusahaan mengalami pasang surut. Kalau kamu juga nggak menghargai saya sebagai suami dan menganggap saya terus berhutang sama kamu, saya yang akan ceraikan kamu sekaligus menuntut ganti rugi. Deal?"

Anita tampak berpikir sejenak. Tampaknya tidak sulit. Ia tidak akan meminta cerai karena sudah muak dengan laki-laki. Kecuali, yang "berduit" seperti Pak Adi ini. Tentu saja! Dan soal "paham akan kondisi", sudah pasti Anita jagonya! Bertahan di keadaan yang buruk nan terpuruk sekalipun adalah keahlian seorang Anita Pramesti.

"Oke, deal!" Usai mengangguk setuju, Anita pun menelengkan kepalanya, "Tapi omong-omong, kenapa harus saya, Pak?"

Mengerti pertanyaan Anita, Adi pun menjawab, "Sebelumnya saya sempat berkilah berulang kali dengan alasan perempuan itu merepotkan." Adi tampak tidak peduli jika Anita tersinggung. "Saya selalu bilang kalau butuh wanita mandiri, nggak ribet, dan nggak aneh-aneh biar terkesan 'saya memang lagi mencari dan belum menemukan yang cocok aja, karena nggak semudah itu dapat jodoh yang pas'. Kalau saya pilih sembarangan, Ayah bakal curiga karena jauh dari kriteria saya."

"Terus, menurut Pak Adi, saya seperti itu?" Anita penasaran.

"Mandirinya, iya. Nggak ribetnya, saya harap juga iya. Tapi, nggak untuk yang aneh-anehnya."

"Emangnya saya aneh-aneh?"

"Kamu mau nerima tawaran saya aja udah aneh." Adi mengangkat bahunya. "Tapi syukurlah, saya lagi butuh keanehan itu."

Benar, Adi tidak menyangka jika Anita akan dengan mudahnya setuju. Sekalipun ia telah mengobservasi lebih dulu, sosok jelita tersebut seperti hidup penuh prinsip yang kuat.

Mungkin, dugaannya tentang perempuan itu akurat. Tentang betapa lelahnya Anita dengan pernikahan sebelumnya sampai terlihat sangat 'antusias' ketika bercerai, juga tidak lagi peduli dengan cincin kawinnya hingga terlihat masa bodoh akan dihargai berapa benda tersebut.

Marriage First, Love LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang