Chapter 13

749 57 0
                                    


Bangunlah Ai-Chan...

Semuanya akan baik-baik saja...

Suara itu dan bayangan itu kembali tepat sebelum Ai akhirnya mampu membuka kelopak matanya secara keseluruhan. Ia melihat pandangannya tak lagi terhalangi oleh masker oksigen, namun hidungnya masih terasa terikat oleh selang. Tangan kirinya kebas karena tak pernah berhenti dipasang selang infus. Kemudian Ai mendengar suara pria itu.

Samar-samar Ai selalu mendengar suara Shinichi dan Yukiko bergantian membisikkan kata-kata kasih sayang di telinganya. Ai tak tahu hal itu mimpi atau nyata. Kadang tak begitu jelas, tapi seringkali serasa nyata. Kemudian belakangan ia merasakan lebih banyak lagi suara Shinichi yang sepertinya sedang membacakan buku cerita untuknya.

"Meski sudah kembali ke Hamburg, pikiranku masih tertinggal di London. Berat rasanya meninggalkan Leo... eh?" Shinichi, yang tengah membacakan novel romance Bond of Hearts karya Citra Burkert & Christina Win, mendadak tertegun ketika ia merasakan pergerakan Ai.

Ai tidak menatapnya, hanya mengedip-ngedip lemah seperti masih mengantuk.

Shinichi membelai pipi Ai dengan punggung telunjuknya seraya tersenyum dan berbisik penuh sayang, "tidurmu nyenyak Ai?" kemudian ia menekan bel untuk memanggil dokter.

Tak berapa lama kemudian dokter datang bersama perawatnya untuk memeriksa Ai. Yusaku dan Yukiko yang tadinya sedang di kantin untuk minum teh juga akhirnya muncul masuk ke kamar.

"Kondisinya secara umum sudah lebih baik," dokter menjelaskan di luar ruang ICU setelah selesai memeriksa Ai, "tapi sepertinya motivasi untuk sembuh dari Ai-san masih rendah. Tetaplah dijaga keseimbangan emosinya jangan sampai terguncang," jelas dokter.

Shinichi dan Yukiko memahami serta mematuhinya. Shinichi masih memanjakannya dengan membacakan novel-novel romance. Sesekali ia memijat-mijat kaki Ai. Yukiko juga menghujaninya dengan cinta seorang ibu. Namun sepertinya kebenaran yang dihujamkan Sonoko terlalu dalam melukainya. Kata-kata itu lebih tajam dari belati sehingga pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Walaupun secara fisik, Ai berangsur-angsur membaik beberapa minggu ke depan, tapi ia sepertinya mogok bicara. Dokter memperkirakan ia masih trauma sehingga kehilangan kemampuan untuk bicara atau mungkin gagap.

"Ai..." panggil Shinichi suatu sore sambil meraih tangan Ai dan menggenggamnya. Ai kini sudah bisa duduk tegak dan lepas total dari selang oksigen. Shinichi menatap Ai berusaha mendapatkan perhatiannya, tapi Ai hanya memandang ke sudut lain.

"Aku hanya ingin mengatakannya sekali lagi... Tolong jangan hiraukan perkataan Sonoko... Kau bukan pembawa sial..." ujar Shinichi lembut.

Ai bergeming, namun matanya berkaca-kaca.

"Kami semua menyayangimu Ai..."

Ai tidak menanggapi, ia tetap menatap kosong sudut kamarnya. Posisinya kini terbalik, Ai enggan menatap mata Shinichi.

"Apakah ada yang ingin kau sampaikan padaku? Kau bisa bertanya atau luapkan apa saja..."

Biasanya Ai yang banyak bicara dan Shinichi menyahut pendek-pendek, kali ini Ai membalasnya dengan diam seribu bahasa.

"Ai..."

Perlahan-lahan Ai menarik lepas tangannya dari genggaman Shinichi lalu memutar tubuhnya memunggungi Shinichi dan berbaring miring sembari memejamkan matanya.

"Baiklah kalau kau belum mau bicara, tidak apa-apa..." kata Shinichi sabar lalu menaikkan selimut Ai hingga sampai batas lehernya dan tetap menjaganya di sana sambil menatap Ai dengan cemas.

***

Yukiko juga melakukan hal yang sama, berusaha membujuk Ai agar bicara dan mengeluarkan uneg-unegnya, namun kali ini bujukan Yukiko sama sekali tidak mempan. Akhirnya mereka menghubungi Profesor Agasa di Jerman, hanya itu satu-satunya cara terakhir yang mereka tahu, karena Profesor Agasa merupakan figure ayah yang sangat berarti untuk Ai.

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang