Kini langit dipenuhi awan hitam yang membawa derasnya hujan, seolah ikut berduka atas apa yang terjadi di bumi.
Seorang gadis berdiri ditengah hujan, ditemani wanita setengah baya dengan payung hitam. Mata kosong dan sembabnya menatap gundukan tanah merah dipenuhi bunga.
Hujan deras yang tak kunjung reda membuat semua orang memutuskan untuk pulang. Kini, hanya tersisa mereka berdua disana.
"Ra, ayo pulang". Ajak wanita setengah baya itu.
Aira Humeyra Ramadhani, seorang gadis berkulit putih, bertubuh langsing dengan rambut lurus panjang, tak lupa mata indah nan cerah yang kini menjadi kosong dan redup.
"Tante pulang aja, Rara mau nemenin bunda". Ucapnya lesu.
Wanita setengah baya yang dipanggil tante itu adalah adik kedua ayahnya. Tante Kania, ia adalah satu-satunya keluarga dari sang ayah yang paling menyayangi Aira.
Tante Kania sudah sejak tadi membujuk Aira untuk pulang, namun jawaban gadis berusia 10 tahun itu selalu sama, ingin menemani sang bunda.
Sedangkan sang ayah, Alfiansyah Ramadan dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung yang dialaminya setelah mendengar kabar bahwa sang istri meninggal dunia.
"Kasihan adik kamu dirumah Ra, dia butuh kamu, kakaknya". Ujar tante Kania membujuknya.
"TANTE GA NGERTI! DIRUMAH MASIH ADA NENEK, TANTE, OM YANG SAYANG SAMA ALVIN, SEDANGKAN DISINI! BUNDA SENDIRI DISINI! BUNDA BUTUH AIRA".
Teriakan Aira membuatnya terkejut, ia tidak menyangka gadis yang ia kenal sopan dan lemah lembut berani berteriak seperti itu. Namun di satu sisi ia mengerti, mengerti betapa menyakitkannya sebuah kehilangan.
Tante Kania terdiam, membuat Aira merasa bersalah.
"Maafin Aira, tante lebih baik pulang aja. Biarin Aira disini dulu".
Setelah mengatakan itu Aira mendekati makam sang bunda, berjongkok disampingnya seraya mengusap batu nisan bertuliskan Fadhila binti Setiawan. Air mata jatuh berderai, namun hujan deras menutupinya. Isakan kecil yang tersamarkan suara hujan, kini menjadi sebuah isak kepedihan yang mampu menyayat hati setiap orang yang mendengarnya.
Tante Kania menatap dari kejauhan, lalu memutuskan untuk pulang, membiarkan gadis itu menumpahkan segala rasa sakitnya disana.
~~~~
Alfiansyah yang dilarikan ke rumah sakit kini sudah dipulangkan karena kondisinya sudah mulai membaik, namun luka dihatinya tak dapat diingkari, mata tajam itu kini redup, terlihat sendu.
Kehilangan sang istri adalah hal yang tak pernah ia bayangkan, apalagi dengan meninggalkan kedua buah hati mereka yang masih terbilang kecil.
"Bahkan aku tidak bisa melihatmu untuk terakhir kalinya". Gumamnya, memandang salah satu bingkai foto.
Mengusap lembut wajah sang istri difoto itu, seakan tidak ingin melukainya. Air mata kembali berderai, membasahi bingkai foto Fadhila.
Tok tok tok
"Kak, ini aku. Kania. Kakak buka pintunya ya, Kania mohon".
Seseorang yang tak lain adalah Kania mengetuk pintu, setelah dari pemakaman ia bergegas mengunjungi rumah kakaknya.
Saat masuk, rumah itu tidak terkunci dan tidak ada orang satupun. Bahkan Alvin, anak kedua kakaknya dibawa oleh sang nenek, alias ibunya.
Kania terus mengetuk pintu kamar itu, berharap Alfian membukanya. Namun, tidak ada tanda-tanda pintu terbuka, bahkan suara langkah menghampiri pun tidak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf ayah, aku menyerah
Teen FictionSeorang gadis cantik berjuang untuk mendapatkan kembali kebahagiaannya yang telah lama hilang. Demi mendapatkan kebahagiaan itu, ia harus berani menerjang pahitnya kehidupan bersama anxiety dalam dirinya. Trauma akibat kehilangan membuat ia takut di...