7 hari setelah kehilangan

61 25 65
                                    

Ini bukan soal waktu ataupun keihklasan. Siapa orang yang akan baik-baik saja setelah ditinggalkan? Apalagi oleh orang yang paling berharga di hidup kita.

Bunda, begitulah Aira memanggilnya. Wanita paling ia sayangi di dunia ini bahkan melebihi dirinya sendiri. Setelah 7 hari kehilangan, Aira merasa hidupnya berubah seratus persen. Alvin mungkin hanya tau bunda telah tiada, karena ia masih berusia 3 tahun, berbeda dengan Aira, ia bahkan melihat dengan jelas saat sang bunda menghembuskan nafas terakhir.

Kecelakaan hari itu, kejadian mengenaskan yang harus ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Kejadian naas yang merenggut nyawa sang bunda, tak pernah bisa ia lupakan.

Jam baru menunjukkan pukul 02.00 wib, Aira terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk itu kembali lagi, mimpi dimana ia kehilangan bunda-nya terus terulang.

"Bunda". Gumamnya.

Air mata tak pernah bisa ia bendung, hal seperti ini terjadi setiap hari, dimana ia hanya bisa tidur tiga jam karena mimpi itu.

"Tuhan, ini menyakitkan. Kenapa harus Aira?". Ucapnya, lalu termenung.

Tangisnya mulai berhenti, ia berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.

Setelah itu, ia duduk dimeja belajar untuk sekedar menuliskan apa yang ia alami di buku diary nya.

Waktu berlalu begitu cepat, Aira mencurahkan semua rasa sedihnya melalui tulisan. Bahkan, tanpa ia sadari jam kini menunjukkan pukul 05.25 wib.

Hari ini ia memutuskan untuk pergi sekolah. Ia tidak masuk sekolah semenjak kepergian bunda, yang ia lakukan hanya mengurung diri dikamar.

Sebelum bersiap untuk mandi, ia berdiri didepan cermin. Menatap lekat mata panda yang ia miliki akibat insomnia.

Bukan hanya orang dewasa yang memiliki mata panda, bahkan gadis kecil berusia 10 tahun itu memilikinya.

"Bunda, setidak beruntung ini kah Aira?".

Setelah mengatakan itu ia bergegas mandi, ia tidak ingin menangis lagi dan membuat khawatir ayahnya.

~~~

Hari sudah mulai terang, matahari sudah menunjukkan teriknya. Di dapur, Alfian tengah membuat sarapan untuk kedua anaknya, Alvin dan Aira.

"Selesai. Semoga anak anak suka". Seru nya setelah menyajikan tiga piring nasi goreng dengan dua potong sosis di masing-masing piringnya.

Alfian menatap hidangan diatas meja dengan raut wajah yang kian berubah. Wajah penuh semangat itu kini murung kembali, sepintas ingatan tentang istrinya terkurung didalam pikiran.

"Seandainya kamu masih disini, pasti anak-anak bisa makan makanan sehat, bukan makanan seperti ini. Nasi goreng dan sosis". Gumamnya, mengingat setiap masakan yang selalu dibuat Fadhila.

"Ayah".

Panggilan itu mengalihkannya, ia menatap gadis kecil yang sudah rapi dengan seragam merah putih dan rambut yang diikat satu.

"Ayah kenapa?". Tanya Aira, seraya berjalan menghampiri Alfian.

"Ayah gapapa kok. Ini, ayah buatin kalian nasi goreng sama sosis. Maaf ya, ayah cuma bisa masak ini aja". Ucap Alfian penuh sesal.

"Wah nasi goreng sosis, pasti enak". Seru Aira.

Ia tau betul bagaimana ayahnya dan apa yang dipikirkannya, meski tidak menyukai sosis, Aira dengan semangat segera duduk di kursi, ia tidak ingin semakin melukai perasaan Alfian dengan tidak memakan masakan itu.

Alfian tersenyum melihat bagaimana respon Aira, ia menepuk pelan kepala gadis itu.

"Kalo gitu, ayah bangunin Alvin dulu ya. Aira makan aja, nanti ayah nyusul". Ucap Alfian, kemudian pergi menuju kamar anak keduanya.

Maaf ayah, aku menyerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang