"Coba kamu pikir lagi untuk membuat mangkok kertasnya dengan warna yang berbeda untuk event yang berbeda. Jangan warna merah semua untuk warna mangkoknya. Warna putih atau warna yang kalem juga harus dipesan dengan harapan ada event tertentu yang memungkinkan mangkok dengan warna tersebut lebih cocok atau pas" kata Lara menyarankan. "Seharusnya kamu mempunyai pager supaya kamu bisa tuliskan juga sebagai nomor untuk menghubungi kamu. Kamu jarang di rumah siapa yang akan menerima telepon bila ada pesanan masuk?"
"Aku tidak kepikiran sampai sejauh itu.......!" kataku, aku harus mengakui kepandaian dan ketelitian Lara dalam bisnis. Mungkin karena sejak kecil dibesarkan oleh orang tua pebisnis sehingga instinct dan naluri bisnisnya selalu berkembang.
"Aku ikut kamu nanti kalau mau pesan lagi, supaya aku bisa memberi masukan" katanya bergumam. "Pesan sesuatu seperti brosur, leaflet atau apapun yang berurusan dengan bisnis harus lengkap informasinya. Jangan setengah-setengah seperti ini"
Mobil box memuat meja, bubur, mangkok kertas dan sendoknya. Pak Rahman, sopir kantor Lara yang akan membantuku untuk membawa dan mengatur semua perlengkapan bubur telah siap berangkat.
Aku tadi pagi bangun sangat pagi untuk menyiapkan bubur, dengan dibantu para pembantu Lara pekerjaan untuk mempersiapkan buburnya sangat cepat. Semua terasa ringan dengan bantuan mereka. Aku bisa kembali tidur setelah bubur selesai aku masak. Sementara topping dan bahan lainnya telah aku siapkan sejak kemaren.
Aku mengemudikan sedan Audi dengan hati-hati, sementara Lara duduk disampingku. Baju yang dia kenakan sebuah baju terusan ala Korea dengan bunga-bunga kecil berwarna warni. Baju terusan yang bahannya terbuat dari sutera itu membuatnya terlihat sangat anggun.
"Kamu cantik sekali memakai baju ini" kataku sambil menoleh kearahnya.
"Aku tahu kamu suka........pandangan matamu membuatku senang."
"Begitu jelas ya kekagumanku.....?"
"Iya sejelas saat kamu sedih, kamu bingung, kamu marah, jengkel dan emosi yang kamu perlihatkan melalui pancaran mata dan ekspresi wajahmu." katanya menjawab. Pandangan tetap lurus dan tak sedetikpun menoleh ke arahku. Kemampuannya membaca pikiran dan perasaanku sangat tepat.
Perjalanan ke Panti Asuhan Undaan cukup lancar, seperti yang telah ditentukan oleh Kepala Panti, aku datang tepat waktu. Saat kami memasuku pelataran Panti Asuhan terlihat beberapa mobil yang telah diparkir disana.
"Nampaknya ada event di sini?" kata Lara
"Iya makannya Kepala Panti Asuhan mengijinkan aku untuk ikut serta"
"Kenapa kamu tidak memberitahuku. Kalau ada event kita harus bikin bubur yang lebih banyak"
"Sekali lagi aku salah membaca dalam hal ini.......!"
"Kamu siapkan berapa mangkok untuk hari ini?"
"Ada sekitar 200 mangkok......!"
"Sendoknya kebawa juga kan?"
"Iya sendok sudah aku bawakan. Aqua gelas......?"
"Belum......!"
"Biar Pak Rahman yang akan membelikannya nanti setelah mengatur meja dan buburnya"
Aku segera keluar dari sedan yang aku kemudikan lalu berjalan ke arah pintu mobil dimana Lara duduk. Wanita ini layak untuk di layani, aku merasa wajib untuk bisa memberikan yang terbaik sebagai balasannya.
Kami berjalan berdampingan memasuki pintu utama panti, tas tangan yang dia bawa terlihat serasi dengan baju dan riasan wajah yang dia pakai.
"Kita menemui Kepala Panti dulu ya?" tanyanya
YOU ARE READING
Sophia
ContoIni adalah cerita pengalaman pertama, pengalaman yang membuat banyak orang tak mudah lupa. Saat riak-riak birahi menyapu hati muda, mengenalkan deburan-deburan indah yang membuat hanyut bila tidak waspada. Kerelaan menyerahkan status keperawanan da...