Satu

137 15 0
                                    

"Narendra Jaehyuk Yudhistira."

Lapangan basket penuh dengan siswa-siswi yang akan menduduki kelas 12 nanti. Semester baru akan dimulai. Sesuai peraturan di sekolah, setiap naik kelas murid-murid kembali diacak agar mendapatkan kesempatan memiliki teman baru.

Siswa-siswi kelas XII MIPA 4 sudah ditentukan. Wakasis menyuruh mereka segera menuju kelas setelah memberi tahu wali kelas mereka. Dengan cepat rombongan itu meninggalkan lapangan basket yang masih penuh dengan siswa lain.

"Guys, buat pengurus kelas bisa kita tentuin sekarang aja, ya. Pak Bobby katanya ada rapat sama guru lain. Ini disuruh bahas sendiri." Salah satu siswa berdiri di depan kelas setelah sampai, menyampaikan.

"Ren, lo aja yang jadi ketua kelasnya." Siswa lain berceletuk. "Lo, 'kan mantan anak OSIS jadi bisa lah jadi ketulas."

Narendra Jaehyuk Yudhistira mengernyit. "Iya, Naren aja!" Yang lain ikut berseru. Hingga seruan-seruan lain yang menyepakati Jaehyuk menjadi ketua kelas.

"Udah, lo aja. Dapet suara mutlak ini." Adrial Mashiho Setya, yang menyarankan ide awal, kembali bersuara saat Jaehyuk ingin memprotes.

Jaehyuk menghela napas. "Ya udah, tapi pengurus lain gue yang pilih."

"Siap!"

Jaehyuk menatap satu per satu teman sekelasnya. Ada beberapa wajah yang baru dia kenal. Lebih banyak lagi yang sudah dia tahu karena dia cukup aktif di kalangan sekolah.

Ada Adrial Mashiho Setya—teman sekelasnya dulu, Hizkia Junkyu Putra—yang satu band dengannya, Emanuela Ryujin Esterina—atlet taekwondo yang sudah mengikuti pertandingan hingga tingkat internasional, Affarel Chenle Adinata—yang dikenal crazy rich di sekolah, Renata Minjeong Salsabila—ketua tim cheers sekolah, Adhitama Sungchan Maulan—tim basket sekolah, bahkan Hardika Shotaro Yudhatama—atlet futsal.

Lantas pandangan Jaehyuk jatuh pada siswa di pojok depan yang hanya diam sambil bermain ponsel. Kursi sebelahnya kosong hingga pemuda itu sadar belum menaruh tasnya. Itu adalah kursi terakhir yang tersisa.

"Shut! Nama lo siapa?" tanya Jaehyuk.

Yang ditanya mendongak lalu melirik sekitar—memastikan apakah dia yang ditanya. "Gue?" Jaehyuk mengangguk. "Yosa. Imannuel Asahi Yosandra."

"Oke, lo aja wakilnya biar gampang sebangku sama gue."

Asahi tampak terkejut juga beberapa siswa yang lain, tetapi tidak menyuarakan protes lebih jauh. Dia kembali bermain ponselnya, setidaknya dia tahu bahwa dia dapat peran di kelas ini walaupun—yah—tidak terlalu penting. Memangnya apa, sih tugas wakil ketua kelas?

"Sekrenya Renata sama Adrial aja. Terus bendaharanya Farel sama Ema. Oke, ya? Harus mau, harus setuju," ujar Jaehyuk kemudian meskipun beberapa dari mereka tampak mengerang protes.

"Haduh mampus, Ema jadi bendahara sekali nagih enggak dikasih patah tulang ini," kelakar Junkyu menuai tawa dari yang lain.

"Santai aja Farel juga bendahara. Dia bayarin kas lo sampe tahun depan juga duitnya masih turah turah." Sungchan menimpali. Gelak tawa kembali terdengar.

Jaehyuk tertawa, melirik Asahi sekali lagi yang tampaknya tidak tertarik untuk menertawakan candaan Junkyu dan Sungchan. Dia tidak suka ini, seseorang yang menjauh dari yang lain, menghindari komunikasi. Maka dari itu dia kembali menghadap ke depan.

"Guys, ini tahun terakhir kita jadi siswa di sini. Gue harap kita kompak terus, ya sampai lulus. Jangan apatis, harus saling kenal, harus bisa ciptakan moment terbaik di sini."

Kelas yang sebelumnya ramai langsung senyap akibat perkataan Jaehyuk. Beberapa setuju dengan ucapan Jaehyuk. Namun, sekali lagi dia melirik Asahi. Pemuda itu masih tampak tidak peduli.

Maybe If [Jaesahi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang