"Dek."
"Kenapa?" Asahi mendongak dari ponselnya menatap Yuta yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
"Gue ke resepsionis dulu ambil obat, lo keluar dulu sana ke mobil." Dia menyerahkan kunci mobil pada Asahi. "Habis ini ke Hokben."
Asahi mengepalkan tangan, yes! Dia kira tadi saat Yuta setuju untuk pergi makan, mereka akan makan dulu bukan kontrol. Ternyata Yuta malah membawanya kontrol terlebih dahulu membuat perutnya yang terakhir dia isi tadi siang keroncongan.
Yuta mengacak rambutnya penuh afeksi sebelum berjalan ke resepsionis. Asahi sendiri juga langsung menuju ke parkiran mobil dan duduk tenang sembari menunggu Yuta mengambil obatnya.
"Shhh, laper banget. Gila Kak Nathan ngebiarin gue kelaperan dari tadi. Mana nggak ada pekanya banget gue di dalem udah keroncongan, beliin sesuatu kek." Asahi menggerutu saat perutnya berbunyi. "Mana lama banget lagi tadi. Ni juga mana lagi orangnya lama betul!"
Sembari menunggu Yuta, Asahi memutuskan untuk bermain game di ponsel. Dia masih tak bergeming setelah lima menit kemudian Yuta masuk ke dalam mobil membawa plastik putih yang dia yakini adalah obatnya.
"Sa?"
"Hm?"
"Lo lagi banyak masalah?" tanya Yuta, mobil yang dia kendarai mulai meninggalkan area rumah sakit. Dia mengambil salah satu tangan Asahi lantas memperhatikannya lebih jeli. "Kok ada bekas cutting?"
Hening sesaat. Yuta yang masih mengangkat tangan Asahi. Di sana terdapat bekas luka melintang yang tidak terlalu panjang, tapi terlihat baru. Kalau saja tadi dokter tidak memberi tahunya, mungkin Yuta tidak akan sadar tentang hal itu. Ditambah akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan tugas kuliah jadi kurang memperhatikan adiknya ini.
"Maaf, ya. Gue akhir-akhir ini sibuk banget sampe nggak perhatiin lo." Yuta mengelus pelan bekas luka tersebut lantas membiarkan Asahi kembali bermain ponselnya.
"Nggak salah lo kali, Kak." Asahi menghela napasnya. "Akhir-akhir ini gue kayak hectic banget sama tugas sekolah mana ada pensi juga. Capek, tapi gue jarang banget bisa tidur. Jadi, gue sempetnya tidur di kelas tapi dua hari terakhir karena sibuk ngedekor kelas jadi ya gitu."
Yuta mengangguk-angguk. Walaupun dia fokus menyetir dia setia mendengarkan Asahi bercerita tentang kegiatan sibuknya beberapa hari terakhir.
"Alasan lo cutting? Capek?"
Asahi menggeleng. "Kak Yoshi pas itu ke sekolah ketemu gue dan minta ngomong sama gue."
Raut wajah Yuta mengeras. "Ngapain lagi dia nemuin lo?!" Yuta tidak sengaja berteriak, membuat Asahi berjengit kaget. Yuta juga panik menangkap pergerakan tidak nyaman Asahi. Dia segera mengelus paha Asahi. "Maaf maaf, gue kelepasan tadi. Gue nggak marah sama lo, kok. Lanjut aja."
"Eh— iya Kak nggak papa." Asahi langsung berpikir dua kali untuk terus bercerita atau tidak. "Dia maksa banget, tapi waktu itu gue sama temen jadi dibantuin buat nolak ngomong sama Kak Yoshi. Tapi tadi ketemu lagi. Kalo yang tadi maksa banget gue sampe diseret ke gudang, ditampar lagi."
Asahi mengingatnya dengan hati berdenyut. Permainan yang ada di ponselnya sudah tidak lagi menarik. Dia menoleh ke Yuta yang masih menampilkan wajah emosi.
"Gue nggak papa, Kak. Pas pertama kali ketemu Kak Yoshi gue freak out banget jadi pas sampe rumah—dan mumpung nggak ada lo gue kepikiran buat cutting. Tapi setelah itu gue udah nggak papa. Janji itu yang terakhir."
"Lo udah sering janji kayak gitu ke gue, Dek." Yuta menoleh. "Kalo sampe habis ini gue ada tau lo self harm lagi, nggak peduli, Dek siapa pun yang jadi alasan lo termasuk gue sendiri bakal gue habisin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe If [Jaesahi]
Fanfiction"Ren, jangan gini." "Gue tau, Sa. Gue tahu persis kita nggak akan pernah bisa sama-sama." Mereka berdua tau bahwa sebenarnya hubungan ini tidak akan pernah bisa dilanjutkan. Namun, keduanya memutuskan untuk saling mencintai. Kelak akan saling bertan...