Chapter 4.1

2.2K 9 0
                                    

WARNING: V1OLENT, R 4 P E, 21+

Underage, f v ck off

"Tolong, Paman Andres... jangan...," pelasku memohon.

Aku menangis merana, kenapa lelaki yang seharusnya melindungiku ini justru berbuat sekejam ini padaku?

Setelah sumpalan kain di mulutku diambilnya, lelaki itu mencumbu bibirku dengan sangat rakus. Aku mencoba menghindar, tapi tak bisa. Tubuhku meronta-ronta sekuat tenaga, tapi seakan tak ada artinya jika dibandingkan dengan kekuatannya yang dikuasai birahi. Setiap kali aku mengentak, dia mengentak lebih keras. Tak ragu, dia menampar wajah dan meninju perutku. Sekujur tubuhku terasa sakit dan tetap saja perlawanan itu tak ada artinya.

"Buka mulutmu, Alana," geramnya, memaksa.

"Tidak! Bajingan! Aku keponakanmu!" jeritku. "Kau gila. Aku putri kakakmu, Bajingaaan!"

"Diam!" bentaknya. "Sudah lama aku ingin melakukan ini, Alana... oh... tubuhmu...," katanya sambil meremas buah dadaku, lalu menamparnya kencang. "Kalau tak ada dia... sudah lama aku memakanmu hidup-hidup. Apa kau tahu betapa senangnya aku saat mendengarnya mati? Hm? Seumur hidupku... aku muak padanya. Aku dan ibuku... kami muak padanya!"

"Ahk... tolooong! Empph!"

"Tidak akan ada yang menolongmu. Sebentar lagi aku akan menjualmu pada teman-temanku, sebelumnya... kau harus melayaniku. Buka mulutmu, Dasar Pembangkang!"

Kupalingkan wajahku ke segala arah dan kukatupkan bibirku rapat, tapi dia mencengkeram rahangku, dan memaksanya agar terbuka. Dengan keji, disergapnya mulutku, dia melumat dan menggumuli bibirku dengan kuluman dan pagutan tanpa henti yang membuatku sulit bernapas. Dia bahkan memaksaku menelan ludah yang diteteskannya di mulutku dan membuatku meluat. Air mataku mengalir deras, aku mulai putus asa kehabisan tenaga.

Napasku terengah-engah, lidahnya menyeruak masuk ke dalam rongga mulutku, membelit lidahku di dalam sana dengan paksa. Aku mencoba menggigit lidahnya, tapi dia berkelit dan menamparku. Seakan belum puas, dia mencolokkan dua jarinya dan menyodok kerongkonganku dengan keji. Air mengerang, mataku menyalang. Aku ingin membunuhnya, tapi tak ada yang bisa kulakukan. Sodokan jarinya memperkosa mulutku semakin liar, berulang kali aku hampir tersedak.

Saat tubuhku mulai lemas, adik bungsu ayahku itu melucuti kausku dan mengikat tanganku di balik punggung dengan benda itu. Dadaku membusung, dan dia bersenang-senang dengan itu. Dia menjilatinya, mengisapnya kencang dan tanpa perasaan mengunyahnya hingga terasa pedih tergores tajam gigi-giginya.

Dia mengancam akan membunuh ibuku dan memanggil kawan-kawannya untuk turut memperkosaku jika aku melawan. Tubuhku menggigil. Menyadari perlawanan sudah percuma, aku hanya bisa pasrah dibaringkan di sisinya dengan satu kakinya menahan pahaku. Setiap kali aku berusaha menutupi kakiku dengan kakiku yang bebas, dia akan membukanya lagi dengan tak sabar.

"Mmmmhhh... Alana... menurutlah, Sayang," bisiknya, mulutnya menguarkan aroma alkohol yang sangat memuakkan. Aku membuang wajahku jauh darinya, menahan gelenyar menjijikkan yang tak bisa kutahan sebagai reaksi alamiah tubuhku saat lidahnya mengulumi dan menjejali lubang telingaku.

Andres menyekapku dengan lengannya yang merangkul pundakku erat. Lengannya yang panjang dan kokoh membuat tangannya mampu meraih payudara telanjangku dengan mudah. Sejak tadi dia meraba dan meremasinya sambil mencumbu bibirku. Dia sama sekali tak berhenti meski putingku yang terus dipelintir dan dicubitinya membengkak semakin besar dan terasa amat nyeri. Jika aku merintih kesakitan, dia justru semakin bersemangat memainkannya.

Setelah puas mengacak-acak mulutku dengan jari-jari kotornya, laki-laki yang seharusnya melindungiku itu membungkam mulutku lagi dengan pagutan kasarnya. "Balas ciumanku!" suruhnya. Aku meraung, menolak. Tapi jika aku tak membalas, dia akan menampari pipiku.

Luciano MarathiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang