07

91 7 0
                                    

[Nilai tinggi]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Nilai tinggi]

Kalau suka di vote sayangku


***

Pukulan keras mendarat di wajah Nararya. Anak itu berteriak kepada pelaku yang memukul tak lain Danu Maheswara. Danu mengambil kertas milik Nararya dan merobek kertas ujian milik Nararya tepat di depan anak itu.

"Beraninya nilai lu lebih tinggi daripada gua!." Danu menjatuhkan kertas dan menginjak-injak kertas itu. Nararya bangkit lalu berteriak bahwa dirinya tidak tahu apapun jika nilainya akan lebih tinggi dari Danu.

"Gua aja gak tahu bego!" Danu mendekat mengepal tangan ingin memukul lagi wajah polos milik Nararya Danu tersenyum sinis kepada Nararya lalu bertanya kepada anak itu. "Lu pasti nuker kertas jawaban gua?!." Ucap Danu dengan curiga.

"Bukannya lu yang nuker kertas jawaban Nararya ya? Kok bisa anda membalikan fakta dengan mudah?." Tanya Sagara dengan menatap Danu tajam.  Sagara maju mendekat memukul sangat keras wajah Danu lalu menarik kerah baju Danu dan mendorong hingga terjaduk tembok.

"Bisa gak sehari gak bikin gua muak!." Bentak Sagara sembari memukul kembali Danu.

"Sakit gar!, yang gua tindas kan Nararya kenapa lu selalu ngelindungin? Ingat gar dia bukan siapa siapa lu, lagipula dia pantas diginiin." Ucap Danu sembari tersenyum remeh dan bangkit namun dihalang oleh Sagara tersenyum mengerikan.

"Pantas ya?" Tanpa basa basi anak itu meninju perut Danu tak peduli anak itu kesakitan. Sagara mendekati dan memberi peringatan kepada Danu untuk menjauhi Nararya.

"Pantaskan?, Orang sok hebat seperti lu lebih pantas dapat itu dan Sekali lagi gua lihat lu bully Nararya habis lu ditangan kosong gua." Ancam Sagara sebelum menyusul Nararya serta mengambil kertas dalam tempat sampah.

Sagara membuka pintu atap dan menemukan Nararya disana sedang menangis. Sagara dengan cepat mendekatkan memberikan kertas yang sobek itu kepada Nararya. Nararya menoleh kearah Sagara lalu melihat kertas yang sudah rusak anak itu menyuruh Sagara untuk membuang saja kertasnya.

"Kenapa dibuang dan kenapa lu nangis na?." Nararya mengelap air mata yang mengalir di wajah sedikit lebam.

"Gua gak papa gar. Gua cengeng banget kaya cewek." Sagara menggeleng kepala.

"Lu gak kaya cewek cuma nama lu aja yang kaya cewek na." Ucap Sagara dengan bercanda Nararya memukul lengan namun Sagara lebih dahulu menghindari.

"Jangan dibuang lah nilai 98 itu." Nararya menjelaskan kepada kertas itu harus dibuang. "Itu kertas sudah buluk gar mana sobek di sobek si batu sipit tadi." Sagara menahan tawa Nararya maksud adalah Danu.

"Gak usah tertawa gitu kenapa?, nilai lu masih dibawah Danu." Sagara tak suka jika dirinya dibandingkan dengan Danu. Bukan tak suka namun sangat tak suka iapun mengalihkan pembicaraan

"Na, lu gak ingin nilai ini dilihat oleh kakak lu?." Tanya Sagara.

'gua aja gak Deket sama kakak gua sendiri semenjak kakak gua gak ada.' Sagara menggoyang pelan lengan Nararya.

"Na, lu kok diam." Nararya menoleh tidak apa.

.

Defran melihat Gavin yang tersenyum sendiri entah apa yang terlintas pikiran Gavin kali ini? Mungkin kejadian itu yang membuat Gavin tersenyum. Ia berusaha menyadarkan Gavin untuk berhenti namun tak berhasil.

Defran berhenti tepat lampu itu berubah menunggu lampu itu berganti. Namun Gavin terus melangkah hingga tak sadar mobil cepat melaju kearah Gavin. Dengan cepat Defran menarik kasar anak itu agar tidak tertabrak.

"Pin!, Makanya jangan melamun kalau dijalan untungnya lu gak ketabrak!." Gavin mengiyakan kata Defran sembari menundukkan kepalanya.

"Lu mikir apaan sih tentang lu dikira pacarnya Dhea? Jangan sampai nih tangan mendarat dimuka lu!." Ancam Defran mengangkat tangan yang sudah dikepal keatas Gavin terdiam mendengar itu dan meminta maaf kepada Defran karena sudah mengkhawatirkan dirinya lagi.

"Maaf dep, gua selalu bikin khawatir lu sekali lagi gua minta maaf." Defran mengatur emosi dan menggangguk toh Defran menyelamatkan nyawa Gavin.

Merekapun nyebrang karena jalanan sepi dan Defran kembali membuka suara. "Gua lupa tanya, gimana berhasil gak rencana pertama gua?." Gavin hanya menggangguk malas.

"Semangat ya, bay the way muka lu kenapa pucat?."

.

Sesampainya dirumah Gavin bergegas menuju kekamar mencari obat untuk meredakan rasa nyeri pada dadanya. Setelah rasa nyeri itu hilang Gavin melihat jam yang menunjukkan pukul tiga sore dan dirinya belum memasak untuk adiknya, Nararya.

Ia mengatur pernapasannya dengan perlahan setelah semua kembali normal Gavin menuju ke dapur untuk memasak makanan yang ia ingin buat kali ini.

Tak membutuhkan banyak makanan sudah jadi dalam waktu yang singkat ini. Gavin mendengar dobrakan keras berasal dari kamar Nararya. Gavin mematikan kompor lalu kekamar Nararya.

Gavin mengetuk pintu kamar Nararya. Gavin mendengar anak itu membanting tas tanpa permisi Gavin membuka pintu yang tak dikunci Nararya. Terlihat Nararya nampak murung hari ini. Gavin mendekat ke kasur nararya dan bertanya.

"Kenapa lu murung?" Nararya menutup wajahnya dengan bantal yang ada di sampingnya dan menjawab dengan jujur.

"Kertas ujiannya sobek Vin." Gavin menoleh ke meja yang ada di atasnya. Anak itu bangkit lalu mengambil kertas itu.

"Kok bisa sobek na?." Nararya menggeleng kepala Gavin paham anak itu belum bisa memberitahu sekarang. Gavin mencoba menenangkan anak itu dengan menawarkan makanan.

"Yaudah kalau lu belum bisa memberitahu gua lain kali aja kapanpun gua bisa jadi sandaran lu na. Lu pasti lapar kan ayo makan."

Nararya pun membuka bantal itu lalu mengikuti Gavin dibelakang. Bau harum sup bagi Nararya familiar dengan bau harum itu apa Gavin memasak sup kali ini?. Saat berada di meja yang benar saja bola mata Nararya membulatkan mata.

'Vin, lu serius masak sup kesukaan gua.'

*~✿✿✿~*

Cepat akur ya kalian :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cepat akur ya kalian :)

Waktu Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang