Chapter 21 : Heavy Rain

189 11 0
                                    

"Anda telah mendengar?"

"Tentang apa…?"

Emilia hampir tidak bisa bertanya.

“Waltz adalah dansa laki-laki.”

Mendengar kata-kata itu, Hadius mulai bergerak tanpa peringatan.

Emilia juga bergerak, seolah tertarik magnet. Dia hanya meletakkan tangannya di bahunya, tapi Emilia mengikutinya seolah-olah mereka terikat erat dengan tali tak kasat mata.

Mereka sangat sinkron. Saat dia bergerak ke kiri, kakinya berbelok ke kiri; dan selagi dia berbalik, Emilia juga menoleh ke arah itu.

“Kamu hanya perlu diam.”

Suara lembut mengalir di tulang punggungnya.

“Kamu tidak perlu melakukan apa pun.”

Mengapa nafas yang menggelitik puncak kepalanya begitu manis?

“Aku telah mempelajari ini sejak saya berusia lima tahun. Aku selalu melakukannya dengan sempurna.”

Langkah-langkah yang lambat secara bertahap menjadi lebih cepat.

Itu menakjubkan. Yang bisa dia dengar hanyalah suara ombak dan angin, tapi Emilia mengikuti musik itu dengan seluruh tubuhnya.

Saat dia memberikan kekuatan pada tangan yang saling bersentuhan, pusat gravitasi bergeser ke arah yang berlawanan. Tubuh Emilia bergerak. Dia pikir dia akan jatuh, tetapi pada saat berikutnya, dia mendapati dirinya berputar.

Begitu dia kembali, tangannya memeluk pinggangnya lagi.

Berbeda dengan Hadius yang semakin kuat, Emilia terus kehilangan kekuatan di kakinya. Sulit untuk berdiri dengan seluruh tubuhnya gemetar. Tetap saja, dia bergerak dengan rajin. Dipimpin oleh mata dan tangan seorang pria yang sangat asing.

"Apa kamu lelah?"

"… Saya baik-baik saja."

Emilia menjawab dengan susah payah. Dia melepaskan semua ketegangan dan mempercayakan tubuhnya padanya sampai akhir.

Seolah sudah menunggu, Hadius menarik tubuh langsingnya. Dada dan pahanya sangat tertekan, membangkitkan hasratnya.

Emilia tanpa sadar menutup matanya.

Kemudian, deburan ombak yang tak henti-hentinya, pasir yang mereka injak dengan lembut, dan angin sejuk menjadi semakin kencang dan jernih.

Kebahagiaan.

Anehnya, dia merasakan ‘kebahagiaan’.

Sesuatu untuk diandalkan. Sesuatu untuk merilekskan tubuhnya, yang selalu fokus pada sesuatu, dan mempercayakan dirinya sepenuhnya kepada seseorang. Tindakannya yang begitu waspada setelah ayahnya meninggal terasa sangat manis.

Dia tahu betul bahwa itu adalah kebahagiaan sesaat. Itu sebabnya Emilia tidak menolak lagi.

Lima tahun telah melatihnya dengan baik, dan dia yakin dia tidak akan goyah sekarang.

Jangan lupa. Lagipula ini sudah berakhir. Berpisah.

Emilia berpikir begitu dan perlahan kembali sadar, yang dia tinggalkan tinggi-tinggi di langit. Seolah sudah menunggu, sesuatu yang dingin jatuh di pipinya.

"?"

Emilia membuka matanya. Pada saat itu, setetes air lagi memercik ke wajahnya.

"Hujan…"

Langkah-langkah yang sepertinya terus berlanjut tanpa henti terhenti seketika. Hadius memegang erat pinggangnya, untuk mencegah inersia menjatuhkan Emilia.

[END] Love Doesn't MatterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang