6

230 20 11
                                    

Baca doang, kagak vote
Gua i'm fine :"



Hasil ulangan harian matematika dibagikan, satu kelas bisa menebak siapa yang mendapat nilai paling tinggi. Murid yang selalu bisa menjawab pertanyaan dari guru setelah dijelaskan. Murid yang tak ragu bertanya jika belum paham. Murid yang sangat bersemangat saat ada ulangan.

“Yuriva Aryadeva.”

Yui maju saat namanya dipanggil, mengambil kertas ulangan miliknya.

“Bagus, Yuriva. Kamu bisa mempertahankan nilai kamu. Bapak harap kedepannya kamu konsisten dan bisa lebih dari sekarang.”

“Siap, Pak!”

Nilai sempurna Yui dapatkan, bukan hal mengejutkan lagi. Meski gadis pendek itu sangat polos, tapi otaknya pintar. Tentu itu bukan hal yang didapat dalam sekejap. Sejak masuk sekolah setelah diadopsi Sandra, Yui berjanji akan menjadi anak yang pintar. Maka dari itu rajin belajar agar kelak bisa membalas kebaikan keluarga Brian dengan prestasinya. Padahal Sandra dan Leo tak memaksa Yui mendapat nilai tinggi, berapapun nilainya akan mereka hargai. Namun, Yui menolak. Berjanji akan berusaha keras agar mereka bangga mengadopsi Yui.

Satu-persatu hasil ulangan dibagikan, sampai bel istirahat berbunyi. Para murid keluar kelas setelah pak guru.

“Cie elah, dapet 100 lagi, nih.” Dea menyikut Yui. “Bagi tips, dungs! Gue mentok 90 masa.”

“Tipsnya ya cuma rajin belajar aja, Dea.”

“Gue belajar mulu sampai gumoh tapi nilainya tetep 50?” celetuk Geisha. “Jadi, setelah ini gue putuskan buat nggak belajar lagi.”

“Otak lo, tuh, ketutup anime. Makanya lemot buat mikir pelajaran.”

“Dipikir-pikir, ngapain juga gue pikirin? Bodo amat nilai mau berapa.”

“Mending lo tobat, deh. Takutnya lo nggak naik kelas.”

Geisha berdecak. “Kalau nggak naik kelas, tinggal sogok aja kepala sekolah. Beres.”

“Lo pikir semua bisa diselesaikan dengan uang?” Dea geleng kepala. Geisha ini memang asal nyeletuk saja kalau bicara. “Ni anak satu kalau ngomong emang enteng banget kayak nggak punya dosa.”

“Tapi segala sesuatu itu butuh uang.”

Dea memutar bola mata, menasehati Geisha seperti menghitung bintang di langit. Buang-buang waktu dan entah sampai kapan berhasil. “Eh, nanti kita jalan, yuk? Ada cafe baru buka. Banyak yang bilang harganya murah. Penasaran banget gue.”

“Malas. Mending turu.” Geisha menyahut.

“Ya udah, sih, gue ngajak Yui aja. Ngapain ngajak kalong kayak lo.”

“Ketimbang lo, beruk.”

“Lo kadal.”

“Lo Kaori.”

Yui mengernyit. “Kaori apaan?” Kosa kata Geisha banyak sekali yang tak Yui mengerti.

“Cicak,” jawab Geisha.

“Loh, cicak banyak macamnya, ya? Yui kira cuma cicak aja.”

Geisha tertawa, membuat Dea dan Yui kebingungan. “Udahlah, kalian nggak bakalan ngerti. Mending ke kantin, gue udah lapar.”

“Makan mulu isi otak lo.”

Ponsel Yui di saku berbunyi saat mereka hendak ke kantin. Diambilnya benda pipih dengan case minion itu, membaca isi pesan yang masuk. Dea dan Geisha yang penasaran segera mendekat.

“Siapa yang chat?” tanya Geisha, mencoba mengintip saat Yui ingin membalas.

Segera Yui menyembunyikan ponselnya. “Ih, Gege kepo, deh.”

Here With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang