Mission | 01

13 2 0
                                    

"Hai?" Helios menyapanya, wajah penuh gembira perlahan berubah suram. "Apa kamu baik-baik saja?"

Luna mengusap wajah pelan, jemari diam-diam memijat pangkal hidung. Dipandangnya apa adanya, ekspresi sedih dan kehampaan terpancar. Dia tidak bisa berkata apapun soal isi hati. Helios menunggu jawaban secara lisan dengan sedikit kewalahan menjaga satu anak anjing yang aktif bergerak-gerak di genggaman tangan.

"Masuklah!" Luna akhirnya meminta secara sopan, dia bergeser dan refleks menerima sebuket bunga yang disodor secara dadakan. "Ini untukku?"

"Bukan." Helios tersenyum kecil dengan kekehan kecil. "Ini buat kesayangannya Ice."

"Ice?"

Alis Luna berkerut, mata penasarannya menyorot Helios membuat kekehannya berubah menjadi tawa meledak. Helios duduk dan melepas Ice, anak anjing putih bertelinga cokelat. Anjing itu lari kecil mendekati kaki Luna dan tiduran di sana.

"Ini anak dari anjingmu yang namanya Birthy? Apa aku salah?" Luna kembali bertanya dengan mengangkat Ice untuk dipangku. Dia terkekeh geli melihat betapa lucu anak anjing itu saat aktif menghidunya. "Polanya sangat mirip dengan Birthy. Cuma badannya penuh warna putih, kalau Birthy, kan ada bola cokelat di seluruh badannya, tuh!"

"Sangat senang mendapati kamu masih mengingat Birthy." Helios menyanjung dengan penuh kebahagiaan membuat hati Luna menghangat. "Birthy mulai banyak menghabiskan waktu di atas keranjangnya daripada ikut jalan pagi. Aku takut dia pergi meninggalkanku."

"Makanya dia memberikanmu Ice. Dia tahu betul bagaimana keadaanmu jika sudah waktunya untuk pergi." Luna mengatakan selembut mungkin. Helios mengangguk pelan dengan mengusap wajah sendunya. "Boleh tahu apa yang kamu pikirkan saat memberikan nama untuknya? Maksudku ada banyak kata yang lebih pas daripada 'es' untuk dia." 

"Dia lahir di musim dingin jadi aku menamainya Ice sesuai ekspektasiku berupa es setiap memikirkan musim dingin." Helios menjelaskan. "Aku tidak handal dalam memberi nama, ya?"

"Bagus, kok! Aku sangat terkejut saja mendengar kamu memberikan nama seindah itu." Luna mengelak dengan amat gagap. Dia beberapa kali tidak sanggup menatap wajah dewasa Helios dan memilih mengawasi Ice yang aktif bergerak di pangkuan. "Gimana bisnis barumu? Aku dengar ada masalah kecil di bidang marketing."

"Sunny mengurusinya. Aku menjadikan sebagai kepala marketing baru dan dia berhasil melerai permasalahan dalam seminggu."

"Benarkah? Syukurlah!" Luna memekik bahagia dan Helios kembali terkekeh singkat karenanya. "Bagaimana kalau ibumu? Aku sudah lama tidak lihat wajahnya."

"Ibuku semakin sibuk mengurusi toko roti kami dan toko cabang baru. Resep kue yang kamu sarankan ternyata laris dan ibuku memaksaku untuk meminta resep lain." Helios menjelaskan tanpa merasa keberatan. Dia lanjut berkata sebelum Luna berpikir buruk. "Hanya obrolan ringan saja, Lun! Aku tidak berniat untuk mencari resep darimu!"  

"Aku tahu kamu sangat baik, Hel." Luna membalas dengan senyum kecil. "Kamu sendiri bagaimana?"

"Aku merindukanmu."

Suasana mendadak sangat canggung setelah Helios mengutarakan perasaan teramat jujur. Luna tergelak keras dan mendapati wajah Helios memerah. Dua orang itu membisu, gonggongan Ice tak bisa meredam ketegangan. Dan Helios yang terpaksa mulai bicara karena perut laparnya tidak bisa ditahan.

"Boleh pinjam dapurnya?"

.

Luna duduk di kursi bar, menonton Helios dengan adonan masakan di wajan. Ada telur, tepung, susu, dan botol berisi campuran dari ketiganya dengan tambahan bumbu. Dia paham mengapa tidak memakai dedaunan sama sekali di masakannya. Helios sangat membenci sayuran semenjak nenek meninggalkannya untuk selamanya.

LOVEDAY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang