35. Being Alone, but find peace ✔

234 24 1
                                    

Irina duduk di ruang tunggu menunggu gilirannya untuk masuk ke dalam ruangan Psikolog, ada banyak orang yang mengantri hanya demi berkonsultasi dengan Psikolog yang namanya sudah sangat terkenal di kota ini. Irina memutuskan untuk kembali ke kota dimana ada rumah kedua Orang Tuanya, meninggalkan kota dimana ia bertemu dengan pria yang tak ingin ia sebut namanya lagi.

Termenung dengan pikirannya, kini tiba giliran Irina. Leo membukakan pintu ruangan Psikolog itu untuk Irina, ruangan itu memiliki nuansa berwarna putih yang sangat menenangkan. Warna putih yang tidak terlalu pekat namun mampu meneduhkan perasaan yang tadinya muram dan sedih, Irina melihat seseorang duduk di kursi di balik meja kerja berukuran cukup besar.

Tersenyum ke arah Irina ketika menyadari kedatangan seseorang di ruangannya, sosok pria dengan postur tubuh tinggi dan tampan. Berdiri menyalami Irina dengan suara dan tutur bahasa yang sangat sopan serta rendah hati, bahkan jika Irina dapat menilai, pria yang satu ini jauh lebih ramah dibandingkan dengan Leo.

Selalu tersenyum dan tatapannya begitu teduh, Irina begitu menyayangkan dirinya yang sempat menunda beberapa kali mengunjungi Psikoloh ini. Seharusnya ia kemari sedari dulu, bahkan sebelum kedua Orang Tuanya menjadi korban. Namun nasi sudah menjadi bubur, hanya rasa bersalah dan penyesalan yang Irina rasakan saat ini.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Psikolog itu, Irina menjawab jika kabarnya tidak terlalu baik dan ia sering melamun sendirian di rumahnya.
"Tidak apa, kesedihan itu wajar! Setiap manusia pasti pernah merasakannya. Jika tidak sedih, seseorang tidak akan mengetahui baik-buruk dalam sebuah kehidupan." Ucap pria itu, Irina hanya mengangguk. Pernyataan Psikolog itu memang sangat meneduhkan, tapi bahasa dan cara bicara pria itu yang mampu membuat perasaan Irina jadi lebih baik.

"Hmm, boleh aku bertanya?" Kata Irina.
"Tentu, Irina. Katakan saja!" Sahutnya.
"Bagaimana kau tahu malam itu aku ada di gedung itu, di kota itu? Sampai Leo datang menolongku dan membasmi perkumpulan itu?" Rentetan pertanyaan Irina membuat Psikolog itu hanya tersenyum sekilas.

"Aku jawab satu per satu ya?" Katanya, Irina hanya mengangguk.
"Jadi, Noah datang kemari mencarimu. Ia pikir kau ada di sini karena hari sudah malam dan dia menunggumu di rumah." Ujar Psikolog itu, Irina mengangguk membenarkan. Ia memang pamit kepada Noah hari itu untuk kemari.

"Tapi, Leo bilang bahwa Irina tidak ada di sini. Irina bahkan tidak pernah ke sini dan menginjakan kakinya di sini, tentu saja kami semua sudah tahu kemana kau pergi. Pada akhirnya Noah pergi ke sana, diikuti oleh Leo dan aku di belakangnya. Hingga kami berdua bisa tahu lokasi gedung perkumpulan itu." Jelas Psikolog itu, jawaban yang sangat jelas dan mudah dimengerti, penyampaiannya pun sangat lembut, pikir Irina begitu.

"Itu adalah sebuah perkumpulan yang membuat kami semua di sini risau, tidak sedikit yang datang kepada kami karena mencari perlindungan. Beberapa adalah mantan anggota seperti Alex, kau kenal Alex bukan?" Tanya Psikolog itu, Irina hanya terdiam seribu bahasa karenanya.
Namun Psikolog itu hanya tersenyum kepada Irina.
"Tidak apa, yang terpenting kau sudah sadar sekarang. Kau mengakui kesalahanmu, dan Alex tidak mati sia-sia karena dia sudah bertaubat." Ucap Psikolog itu, lagi-lagi Irina mengangguk, setidaknya ada yang menghiburnya saat ini.

"...dan beberapa lainnya adalah calon persembahan yang selamat, kedua Orang Tuamu salah satunya." Kata Psikolog itu yang berhasil membuat Irina tercengang.
"Orang Tuaku?" Tanya Irina memastikan jika pendengarannya tidak terganggu.
Psikolog itu mengangguk, "ya, kedua Orang Tuamu adalah calon persembahan. Maka dari itu mereka berdua lari ke kota ini ketika kau masih kecil guna mencari perlindungan." Jawab Psikolog itu.

Irina berpikir keras, jadi selama ini kedua Orang Tuanya berusaha menghindari perkumpulan semacam itu. Namun Irina malah terjebak di dalamnya hingga pada akhirnya membuat kedua Orang Tuanya menjadi korban, yang ternyata perkumpulan itu ada dimana-mana. Hal itu menjelaskan mengapa Irina tidak memiliki keluarga lain selain kedua Orang Tuanya, Irina kembali merasa bersalah sekarang.

The Man from The CultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang