5. Semangat Cio!

10 4 32
                                    

HAPPY READING!

Ina melihat ke arah lengan Cio yang sedang memegang wajan yang berisi makanan yang sedang di masak. Kalau boleh jujur Ina sebenarnya suka mengajari anak baru tersebut karena dirinya tidak perlu memotong sayuran dan daging sendiri ada orang yang membantunya.

"Pegang gagangnya yang kuat. Kalau tanganmu kayak gitu bisa-bisa makanan yang kamu buat dimakan sama lantai," ujar Ina agak galak entah mengapa dirinya ingin mencoba untuk bersikap seperti senior di dapur yang galak.

Cio diam dan mengikuti ucapan Ina untuk memegang gagang wajan dengan kuat sembari terus mendorongnya membuat makannya sesekali terbang ke atas.

"Ina, Cio kita pulang dulu, ya!" Beberapa temannya sudah menyelempang tasnya masing-masing dan melambaikan tangannya ke arah Ina dan Cio yang masih fokus memasak di sana.

"Yo! Gue wakilin si Cio juga," ujar Ina melambaikan tangannya kemudian tersenyum.

"Ina maaf, ya bikin jadi pulang lebih lama." Cio berbicara sembari masih terus melakukan kegiatannya.

"Jadi koki harus ngurangin suara. Lo harus dengerin suara dari masakan yang lo masak. Sekali lalai, makanan lo gosong." Ina menegur Cio membuat laki-laki itu diam dan masih melakukan aksinya.

"Kalau capek berhenti dulu aja. Walaupun lo masih kurang dua puluh set lagi." Ina duduk di bangku yang baru saja dia ambil dari meja kasir yang ada di depan.

Cio yang mendengar langsung berhenti dan menekan pergelangan tangannya karena sudah mulai keram.

Ina melemparkan air botol dingin yang langsung bisa ditangkap oleh Cio dan diteguk habis olehnya. "Lo jadi ingetin gue waktu pertama kali masuk ke sini," ujar Ina sembari menutup botol mineralnya sendiri setelah tadi dirinya meneguknya beberapa teguk.

Cio tersenyum, "Memang kayak gimana?" tanyanya penasaran kemudian mulai membuka botol mineral tersebut dan meneguknya hingga isinya tinggal separuh.

"Dulu gue diajarin sama chef kita sekarang. Chef Yohan buat ngelakuin kayak yang barusan lo lakuin dulu sih seratus set sampe waktu gue pulang. Gue naik ojek, motor gue ditinggal di parkiran saking kebasnya tangan gue." Ina menekan pergelangan tangannya. Seperti merasakan kembali sakitnya tangannya dulu.

"Jadi, lima puluh set tadi bukan apa-apa?" tanya Cio dengan mata membulat karena terkejut. Ina tertawa dengan sombong merasa bangga karena berhasil membuat Cio terpana.

"Jelas, menurut lo kenapa restoran ini rame tapi, pelayanannya cepet dan enggak ada pelanggan yang protes?" tanya Ina sembari menaikkan alisnya, wajahnya sangat tengil membuat Cio langsung menatapnya takjub.

"Lo?" tanya Cio yang menjawab dengan pasti dan tampak bersemangat.

"Ya, jelas bukan. Gila aja lo. Tuh, Chef Yohan yang bisa. Kalau gue ya sama temen-temen kalau Chef Yohan sendirian bisa pasti," ujar Ina kemudian mengangkat kakinya ke atas kaki satunya, kemudian tertawa melihat wajah Cio yang tampak kecewa.

"Udah, istirahat hari ini. Gue juga mau pulang." Ina berdiri dan mengangkat kursi plastik tersebut dan mengembalikan ke tempatnya diikuti oleh Cio yang membersihkan wajan yang dia gunakan dan membuang ampas kopi yang tadi mereka gunakan untuk uji coba kemampuan Cio.

"Lo naik apa ke sini?" tanya Ina sudah menenteng tasnya bersiap untuk pergi.

"Naik motor, sih. Tapi, kayaknya bakal gue tinggal. Tangan gue rasanya mau putus, takut nanti enggak bisa nge gas motor." Cio memperlihatkan pergelangan tangannya yang sudah memerah.

Ina tertawa, "Rumah lo mana? Gue anterin aja." Ina memperlihatkan kunci motornya.

"Area bawah, sih. Perumahan Telaga." Cio menjawab, Ina menganggukan kepalanya.

"Yuk, gue tunggu di luar, ya." Ina kemudian lebih dahulu keluar dan memakain helm nya. Tidak lama kemudian Cio keluar sembari memegang tas dan helmnya.

Ina menstater motornya dan mengantarkan Cio ke rumahnya. Tidak ada suara dari antara mereka berdua bahkan sampai di rumah Cio sendiri.

Cio turun dan tersenyum manis dengan gigi gingsulnya. "Makasih, ya." Ina mengacungkan jempolnya sembari membenarkan helm nya yang agak tidak pas di kepala.

"Semangat, Cio! Besok latihan lagi tiga puluh lima set aja," Ina tersenyum kemudian menghidupkan motornya dan pergi dari sana.

Cio tersenyum kemudian masuk ke dalam rumahnya sendiri.

***

Di sisi lain, seorang laki-laki tersebut berjalan di atas treadmill sembari membaca naskah film miliknya.

Sudah satu jam, namun belum ada niatan untuk berhenti berjalan di atas treadmill tersebut.

"Woi, Drana. Lo gila?" tanya manager tersebut sembari mendekati Drana dan mematikan treadmillnya agar Drana berhenti melangkahkan kakinya di sana.

"Apa?" tanya Drana jengkel. Dia merasa terganggu karena aksinya dihentikan lagi oleh managernya.

"Besok jadwal kita padet dan gue udah nyuruh lo istirahat dari satu jam yang lalu tapi, lo sibuk angkat beban daritadi ini sekarang malah pindah ke treadmill." Managernya marah, sembari mengacak-acak rambutnya sendiri karena jengkel setengah mati.

"Suka-suka gue, lah." Drana turun dari treadmill dan mencari alat olahraga yang akan dia gunakan berikutnya. Manager tersebut mencegah Drana untuk melakukan hal gila lainnya.

"Gue capek banget dengan kelakuan lo yang enggak ada habisnya. Lo bisa enggak nurutin gue sekali aja? Kemarin tiba-tiba ngilang sekarang mau nyakitin diri sama olahraga berlebihan. Lo udah enggak mau jadi artis atau gimana?" Managernya sudah marah dirinya bahkan sudah mengusap wajahnya berkali-kali saking pusingnya.

"Gue bakal nurutin lo selamanya dengan satu syarat. Lo mau?" tanya Drana yang tiba-tiba mempunyai sebuah ide yang cemerlang.

"Apapun asalkan lo enggak bandel dan syarat yang lo ajuin enggak melanggar norma hukum gue jabanin," ujar managernya dengan semangat jarang-jarang ada penawaran yang menarik di antara ucapan Drana.

"Gue punya pacar." Drana belum selesai berbicara, namun manager tersebut terkejut sekali dengan penuturan Drana malam ini.

"Lo istirahat, deh Dran. Lo terlalu over olahraga kayaknya." Manager tersebut mendorong Drana untuk kembali ke kamarnya saja daripada ngelantur tidak. jelas.

"Ardan gue enggak kecapekan atau apapun. Gue serius, gue punya pacar dan gue berharap dia bisa gue publik di kalayak umum." Drana mencengkram bahu Ardan, sang manager sembari menatap matanya menunjukkan bahwa dirinya sangat serius.

"Silahkan lo bertingkah lagi asal lo enggak nge publish pacar lo itu." Ardan menyingkirkan tangan Drana dan hendak beranjak dari sana.

"Lo tau waktu gue tiba-tiba ilang? Gue ketemu dia diem-diem. Pacar gue enggak malu-maluin sampe lo mikir dia bakal jatuhin karir gue, oke. Jadi, lo harus setuju sama permintaan gue yang satu ini." Drana beteriak membuat Ardan berhenti melangkah pergi dan akhirnya membalikkan badannya ke arah Drana.

"Tidur. Istirahat." Ardan keluar dari tempat olahraga tersebut dan meninggalkan Drana yang meremas buku script - nya dengan jengkel.

***

20 Oktober 2023

My Backstreet Boyfriend Kejebak di TVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang