22. Drana tidak datang

7 1 0
                                    

HAPPY READING!

Semenjak itu, ponsel Drana tetap masih tidak bisa dihubungi dan Ina masih ingin memastikan kalau pacarnya akan datang di tempat rahasia mereka setiap bulannya. Perempuan dengan jaket abu-abu dengan garis hitam di bagian lengan menatap ke sekeliling area pertemuan rutin mereka. Udaranya dingin dan begitu gelap kalau Ina perempuan penakut pasti dia tidak akan rela menunggu di sini setiap bulannya.

"Jadi merasa salah gue bellin puzzle gini padahal enggak bisa dibuat mainan bareng." Ina menatap ke arah puzzle yang sudah dia beli untuk pertemuan bulan ini. Kalau boleh jujur perempuan itu sangat kepikiran dengan kondisi Drana. Sembari menanti perempuan itu mengirimkan ke nomor Drana yang bahkan tidak aktif sama sekali. Menghilang sebulan merupakan hal yang tidak wajar bagi Ina.

Bahkan saking lamanya menunggu nyamuk sudah mulai berdatangan membuat Ina sesekali mengibaskan tangannya sendiri untuk mengusirnya. Ina menatap layar ponselnya yang sudah menunjukkan waktu yang sudah larut sepertinya ini pertama kalinya Drana begitu telat atau mungkin dia tidak akan datang sama sekali hari ini. Drana pertama kalinya melewatkan pertemuan rutin mereka.

Ina menatap ponselnya kembali dan menghela napas. Dirinya tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena ini sudah sangat larut malam. Ina tidak mau jadwalnya juga terganggu untuk menunggu Drana yang sepertinya ingkar.

"Pertama kalinya, Na. Kamu enggak ke sini. Sebenernya kamu dimana?" Ina sudah berdiri dari duduknya dan berbicara sendiri kemudian pergi dari sana dengan membawa puzzle yang tidak jadi diberikan untuk sang artis karena artis yang dia tunggu tidak datang sama sekali.

Sampai di rumah bahkan Ina melamun tidak langsung memejamkan matanya dan tidur. Dia tidak bisa dia sangat kepikiran tentang kondisi Drana sepertinya dia harus melakukan hal nekat yaitu masuk ke dalam apartemen Drana dan mengecek apakah Drana ada di sana atau tidak.

"Kalau gitu besok cuti?" Ina kembali bermonolog dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk kemudian memejamkan matanya sendiri dan terlelap karena dirinya sudah kelelahan menunggu orang yang tidak datang sama sekali.

***

Tangannya sudah mengepal menatap dengan penuh amarah ke penjaga pintu di sana. Drana diperbolehkan keluar dari kamar, namun tidak diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan Ardan ataupun keluar dari rumah besar nan megah tersebut.

"Gue harus keluar sekarang!" Artis itu berteriak dengan sebal dan penuh amarah. Walaupun itu tidak mempan sama sekali karena semua penjaga tidak bergeser sesentipun walaupun sudah diamuk oleh Drana.

"Ini sudah larut malam, Tuan. Waktunya untuk beristirahat." Seorang pelayan yang tampaknya derajatnya lebih tinggi daripada pelayan lain angkat bicara. Drana dengan jaket abu-abu dan topi yang sudah bertengger di atas kepalanya bergumam tidak jelas. Intinya dia marah, namun tidak bisa melakukan apapun.

"Kalau gitu kasih balik ponsel gue. Gue enggak bakal keluar setelah ini." Tangan Drana tersodor ke depan meminta ponselnya yang sudah lama mati. Dia bisa gila tanpa ponsel dan Ardan di sampingnya. Manager itu dikurung di kamar di sebelahnya dia bahkan tidak bisa bebas sepertinya untuk keluar dari kamar. Drana khawatir dengan managernya akibat dari perlakukannya sendiri lagi-lagi dia membuat managernya dalam posisi yang sulit.

"Itu juga tidak bisa, Tuan. Kata kakek anda. Anda tidak diperbolehkan untuk keluar maupun memegang ponsel sampai waktu yang sudah ditentukan." Drana berdecak kemudian masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Dia memukul tembok dengan kesal persetan dengan Ardan yang mungkin terganggu di sana karena ulahnya.

Beberapa kali menonjok tembok membuat Drana berhenti sejenak dan menatap ke arah tembok yang tampak familiar. Tembok dengan suara yang berbeda dari tembok yang lain. Drana mengetuknya dan sadar bahwa tembok di sini ini tidak sekuat tembok yang lain.

Drana memastikan kembali bahwa pintunya terkunci dan mulai memukul lagi. Dia bisa menganggap bahwa pengawal di sana menganggap Drana sedang marah karena tadi dia masih memukul-mukul tembok.

Drana mengumpulkan tenaganya dan mulai menonjok tembok yang tampak ringan setelah beberapa pukulan terdengar suara tembok yang sudah hancur yang membuat beberapa pengawal di sana mulai mengetuk pintu kamar Drana menanyakan kondisi Drana dan suara aneh apa yang ditimbulkan oleh anak itu.

"Gue baik-baik aja dan jangan masuk ke dalam. Kalau kalian masuk ke dalam gue bakal kabur dari rumah dan kalian bakal dimarahin sama kakek.

Ancaman itu berhasil tidak ada suara lagi dari para pengawal di sana. Lubang yang dia buat cukup besar dan itu terhubung sampai ruangan sebelahnya alias kamar dari Ardan.

"Ardan." Suara lirih dan kecil dari Drana membuat orang yang tampak meringkuk di atas kasur mulai mengangkat kepalanya dan terkejut saat melihat wajah Drana yang sudah lama dia tidak lihat dengan wajah yang merekah.

"Gue enggak halusinasi, kan?' tanya Ardan kemudian mendekati lubang di sana. Mereka ribut sejenak dengan Ardan yang tampak bersyukur dan Drana yang senang karena akhirnya dia bisa melihat wajah dari managernya lagi.

Dengan panik, mereka baru ingin mereka harus menutupi lubang tersebut agar tidak ketahuan dan mereka masih bisa berdiskusi di sini. Muncul ide untuk menutupinya dengan poster. Drana segera mengobrak abrik barang yang ada di sana dan menemukan sebuah kertas gambar yang tampak gagal. Itu merupakan hasil pertamanya untuk Ina yang gagal. Drana segera mencari isolasi untuk menutupinya.

Drana juga memberikan kertas gambar yang ada di sana dan meminta untuk Ardan menutupinya. Ardan juga menangkat kursi yang ada di sana dan meletakkannya untuk menutupi lubang tersebut.

"Gimana kita bisa keluar dari sini?" tanya Drana mulai berbicara dengan nada perlahan. Ardan menghendikkan bahunya. Mereka mengobrol sampai tengah malam tanpa menemukan ide apapun.

Besok malamnya mereka mulai mengobrol kembali setelah mereka makan malam dan masuk ke dalam kamar dan Drana tidak lupa untuk mengunci pintu kamarnya.

"Kalau ada ponsel atau laptop gue bisa nelepon polisi buat ke sini." Drana bermonolog membuat Ardan jadi terpikirkan suatu hal.

"Lo masih punya mesin tax yang bisa ngeprint jarak jauh, kan?" tanya Ardan dengan serius. Drana menganggukan kepalanya. Masih dia gunakan karena Drana suka sekali mengirimkan naskah film tambahan dengan mesin tersebut.

"Siapa lagi selain gue yang tau password apartement lo dan yang berpotensi buat masuk ke dalam sana?" tanya Ardan sembari duduk di kursi yang ada dan menopang dagunya menatap Drana dari lubang komunikasi mereka.

"Kalau yang tahu password. Ya, Ina. Cuma dia yang tau selain lo tentunya. Tapi, gue enggak yakin Ina bakal ke apartement buat cariin gue. Dia pasti mikirnya kita pergi ke luar negeri buat urusan film atau iklan." Drana menjawab sembari menghela napas panjang. Sepertinya mereka memang tidak punya peluang buat kabur dari sana.

"Kita coba gini aja."

***

23 Desember 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Backstreet Boyfriend Kejebak di TVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang