119. Itik Dalam Bebek

235 24 2
                                    

“Mada, dari awal kamu memang sudah melanggar sumpahmu. Kamu bersumpah untuk tidak terjerumus dengan urusan duniawi, tapi kamu lalai. Dan sekarang, urusan-urusan itu yang datang kepadamu meminta pertanggung jawaban. Kiranya menurutmu, benarkah yang kau lakukan itu?” tanya Abinaya mengelus dadanya.

Gajah Mada adalah bukti ajaran yang telah mendarah daging di dalam dirinya. Dia mencurahkan apa yang dia ketahui, yang dia dapatkan dari pengalaman-pengalamannya kepada Gajah Mada. Gajah Mada adalah cerminan dirinya sendiri.

Tapi kini Gajah Mada telah membelot dengan apa yang dia ajarkan. Mungkinkah dirinya gagal? Mungkinkah ada yang salah dengan hal-hal yang ia ajarkan kepada Gajah Mada?

Tapi bukan ini yang dia ajarkan kepadanya.

Gajah Mada menunduk dan mengatupkan kedua tangannya. “Guru, murid ini telah salah.” Ucapnya seakan bahunya tidak bisa lagi tegak di hadapan Abinanya. Dia tidak punya lagi kebanggan untuk dibanggakan.

Dulu, dia bangga mengungkapkan bahwa dia adalah murid dari Abinaya. Tapi sekarang, dia tidak berhak untuk mengakui hal tersebut.

“Tapi Guru, itu memang salah saya. Saya yang telah melakukan kesalahan bukankah seharusnya saya yang bertanggung jawab? Bukankah seharusnya saya yang dihukum?” bisik Gajah Mada.

Melihat Gajah Mada yang tidak mempunyai emosi lagi, Abinaya menghela nafas. Alisnya melengkung dengan senyuman lembut. Tangannya dibawanya untuk menepuk kepala Gajah Mada.

“Apakah yang kamu rasakan itu nafsu ataukah sebatas obsesi semata? Cinta merubah segalanya, tapi cinta adalah bentuk keikhlasan. Kesalahan Sekar mungkin tidak berhubungan dengan ini semua, tapi dengan menjadi pasanganmu, itu berarti dia telah menjadi bagian dari takdirmu. Dan untuk semua kesalahan yang kamu lakukan, hukuman terbesar bagimu hanya kamu yang mengetahuinya, dan sekarang kamu mendapatkannya seperti yang kamu khawatirkan.” Ucapnya bergitu lembut dan bersahaja berusaha untuk tidak terlalu menyakiti perasaan Gajah Mada.

Gajah Mada menggenggam erat tangannya yang penuh keringat. Dia menancapkan kukunya ke daging tangannya berharap rasa sakit di dadanya bisa berkurang dengan tindakan ini.

Abinaya tidak menunggu respon Gajah Mada. Dia melihat bahwa Gajah Mada benar-benar tertampar dengan kata-katanya, dia melembutkan kembali tutur katanya.

“Bersabarlah dan ikhlaslah! Selalu ada jalan keluar dari semua masalah dimuka bumi ini. jika kamu telah memutuskan bahwa dia adalah kehidupanmu dan kamu sendiri telah yakin bahwa surga tidak akan terlalu kejam, akan ada jalan keluar bagimu. Kamu memakamkan Hayam Wuruk menghadap gunung Wilis. Gunung Wilis adalah gunug yang menyatukan Majapahit dengan antek-anteknya. Dia menjadi benteng dan pegangan kuat tanah Majapahit. Alasan Hayam Wuruk ingin dimakamkan menghadap gunung Wilis mungkin adalah bentuk bahwa dia masih memiliki tanah ini walau raganya telah menjadi abu…”

“… Dan, jika sebuah itik tidak bisa menyatu dengan segerombolan bebek, dia hanya perlu pergi dan menemukan tempat dimana dia seharusnya hidup. Bukan memaksakan diri untuk hidup berdampingan dengan hal yang jelas-jelas salah.”

***
Disisi lain, kerajaan Taring tengah gempar.

Berita bahwa Hayam Wuruk telah meninggal dan kerajaan kini dikuasi Gajah Mada dengan kudeta singkat menyebar ke seluruh penjuru Taring.

Semua orang berbisik dan bergosip.

Tentu mereka tidak terlalu serta merta mempercayai berita ini.

Sungguh, jika itu memang terjadi, mengapa tidak ada kabar?

Kerajaan sebesar Majapahit tidak akan hilang dari pandangan orang-orang, tapi kenapa tidak ada yang membicarakan hal ini dari dulu? Apalagi, dari kabar yang beredar kejadian itu telah lama terjadi.

Sebenarnya, semua hal-hal yang terjadi di Majapahit telah diblokir sehingga tidak ada berita yang bocor ke luar kerajaan.

Selama berbulan-bulan, itu berhasil. Tapi untuk saat ini, tampaknya berita itu telah menyebar dengan membabi-buta.

Kenapa?

Jawabannya adalah Ganjar Prawojo.

Sudah dengar bahwa dia adalah pedagang yang sering lanta-linti masuk kerajaan?

Entah bagaimana dia bisa mendapatkan kabar itu. tapi jelas dengan kemampuannya, dia mampu mendengar hal-hal yang disembunyikan.

“Paman tidak perlu berbohong kepadaku. Aku tahu seperti apa paman, aku tahu tidak ada satupun ucapanmu yang bisa kupercaya. Jika memang begitu adanya, mengapa saat Sekar dan Gajah Mada kesini mereka tidak mengatakannya?” Tanya Bagas skeptis dengan ucapan mertuanya itu.

Seperti apa ucapannya yang beracun, ia sudah tahu dengan sendirinya. Jadi bagaimana dia bisa percaya?

“Jika kau tidak percaya, maka itu urusanmu. Aku kesini hanya ingin mengabari bahwa Sekar dan Gajah Mada sangat pemberani untuk menggulingkan kekuasan sebesar Majapahit.” Ucapnya dengan senyum menyebalkan dia tujukan untuk Sundra dan istrinya.

“Omong Kosong kau, Ganjar!” Sundra meraung. “Anakku tidak akan melakukan hal semacam itu.”

“Saya bilang itu bila panjenengan percaya. Kalau tidak, tidak apa.” Ucapnya santai.

“Bagaimana kami percaya dengan ucapanmu saat tanpa mengatakan apapun, kau membeberkannya kepada seluruh orang dikerajaan ini. jika hari ini aku tidak memanggilmu, apa kau akan kesini dan mengatakannya langsung kepada kami, paman?” tanya Bagas jengkel.

“Sekar itu keluargamu, adikmu. Jika kau memang benar-benar ingin tahu, kenapa kau tidak cari tahu saja? itu jika kau peduli. Jika tidak, itu urusanmu.” Katanya dengan lugas seolah dia telah memcahkan hal paling sulit.

Dan benar. Karena rasa penasaran dan kekhawatirannya, Bagas datang ke Majahpt ditemani sang istri, pelayan, dan pasukan kecilnya.

Sundra dan istrinya ingin sekali ikut, tapi Bagas melarang.

Masalah Sekar, dia mungkin sedikit mengerti.

Saat dia di undang ke Majahpt dan di tipu, dia kembali dengan ancaman penuh. Dia telah mengerahkan semua prajurit untuk lebih keras berlatih agar bisa menahan pasukan yang mungkin menyerang.

Tapi tiba-tiba, selembar surat datang kepadanya dengan kain Sekar yang mengatakan kalau semuanya baik-baik saja.

Tak lama kemudian, Gajah Mada dan Sekar datang berkunjung ke Taring dan semuanya nampak baik-baik saja.

Dan Bagas percaya itu.

Dia pikir, masalah dalam kerajaan Majahit telah selesai dan mungkin hanya kesalahpahaman belaka. Karena Gajah Mada orang yang kuat dan dia pasti bisa menyelesaikannya, itu sebabnya Sekar baik-baik saja sampai bisa pulang ke Taring dengan selamat.

Tapi nampaknya semua tidak sesederhana yang ia pikirkan.

Setelah ia percaya semuanya baik-baik saja, kenapa harus muncul kabar seperti ini?

Apa maksudnya bahwa Gajah Mada telah membunuh Hayam Wuruk dan menjadi Raja?

Maka dari itu, dia sama sekali tidak memperbolehkan Ayah dan Ibunda ikut.

Jika mereka iku serta, mungkin rahasia yang dia tutupi selama ini akan mereka ketahui. Dan mereka akan semakin khawatir dengan Sekar.

Dan untuk Istrinya, dia tidak mengerti kenapa sang istri terus-menerus merengek ikut dalam perjalanan saat dirinya tengah mengandung,

Tapi Bagas tidak ambil pusing. Dia tidak mau berdebat dengan hal kecil yang membuat telinganya mati rasa.

[BOOK 2] GAJAH MADA ; Megat Roso Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang