03 ; A Commotion

74 13 0
                                    

"PANAS BANGET GAK SIH DUNIAAAAA!" teriakan menggelegar itu datang dari seorang gadis yang baru turun dari lantai dua dan hendak menuju dapur. "ES CEKEK SIAPA INI GUE MINTA YA!" gadis itu kembali berteriak setelah membuka kulkas dan menemukan bungkusan plastik berisi es teh.

"IYA DHIS, KATA BIAN AMBIL AJA, ABISIN SEKALIAN," sahut Vian yang tengah menonton televisi di ruang tengah bersama Bian.

"ANJRITTTT!" gadis yang dipanggil Adhis itu kembali berteriak menimbulkan suara tertawa puas dari Vian.

"Kalian gak ada yang mau keluar apa?" tanya Adhis setelah tidak lagi menemukan hal yang menarik di kulkas kost kemudian beranjak ke ruang tengah menghampiri Vian dan Bian.

"Di rumah aja udah kipasan gini masih panas, lo nanyain ada yang mau keluar???" tanya Bian dengan nada yang gak santai.

"Ye emang salah gue nanyain ada yang mau keluar apa engga? Sewot amat," sahut Adhis makin gak santai.

"UDAH! Gua nikahin juga kalian," seru Vian mencoba melerai kedua temannya itu. "Si Abin kayaknya mau balik tuh, lo nitip aja sama dia kalau mau beli sesuatu," ujarnya yang seketika membuat senyum Adhis mengembang.

"Nahh, gitu kan solutif. Thanks, Pi," ucap Adhis yang kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi Abin.

"Eh, Bian. Si Cavin gak balik dulu tadi?" seorang gadis lain yang juga baru turun dari lantai berjalan menuju ruang tengah dan duduk di salah satu sofa kosong.

Bian menoleh, menggeleng, "Abis ngedrop gua di depan tadi langsung cabut tuh anak. Gua pikir mau jemput lo," jawab lelaki itu yang sedari tadi lagi ngupasin kuaci.

"Hayolohhh, mau kemana tuh cowoknya," ujar Vian dengan nada menggoda sambil mencomot kuaci yang udah dikupas sama Bian. Iya, Bian yang ngupas dan Vian yang makan karena kebetulan Bian cuma suka ngupasnya doang gak suka makan kuacinya, begitupun sebaliknya. Sungguh persahabatan yang saling menguntungkan.

"Ah, palingan mampir ke rumah dia," kata gadis yang merupakan kekasih Cavin itu santai sambil mencomot kuaci yang telah dikupas, mengikuti jejak Vian.

"Eh, Sher. Tadi di kampus gue ga sengaja liat Cavin jalan sama cewe, kayaknya maba deh," ujar Adhis yang sekarang udah bergabung makanin kuaci bareng Vian dan Sheryl.

"Elu gak usah nyebar gosip deh, Cavin bestie gua," sungut Bian, mata dan tangannya masih fokus ngupasin kuaci yang udah hampir habis di toples.

Adhis menatap Bian dengan sinis, "Yee siapa yang gosip, dah. Orang gue ngasih informasi berdasarkan fakta yang gue liat!"

"GUA BILANG DIEM. Mending kalian ciuman aja dah daripada adu bacot mulu," Vian yang posisinya ada di tengah-tengah antara Bian dan Adhis mulai emosi dengan kedua temannya. Sedangkan Sheryl cuma ketawa-ketawa aja denger obrolan teman-temannya.

"Itu sepupunya Cavin, Dhis. Baru masuk tahun ini. Wajar lah kalau lo liat jalan bareng sama Cavin," jelas Sheryl santai.

Adhis nyengir, prediksinya salah. Kemudian menyimpulkan sendiri berarti beneran si Cavin cowo greenflag yang gak mungkin main di belakang.

"Tuh, dengerin. Makanya jangan nethink dulu," ujar Bian yang kemudian berdiri dari duduknya, kuaci yang dikupasnya sudah habis rupanya.

Adhis menggelengkan kepalanya, "Cowok gak jelas," cibirnya.

"Paling ga lama lo sama dia balikan lagi," celetuk Vian yang langsung dihadiahi pelototan mata dari Adhis.

"NGOMONG APA LU BARUSAN?!" Adhis udah mengambil bantalan sofa, siap memukul Vian.

"HAHAHA KABORRR!" seru Vian yang langsung lari menghindari serangan Adhis.

❄️

Bright Azure ; 01LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang